Chapter 9

2.5K 238 3
                                    

"EH KAMBING! LO MAU NGAPAIN?! TURUNIN GUE NGGAK! HWEE ATAU GUE NANGIS NIH!" Teriak gue tanpa memperdulikan orang-orang di sekolah, sedangkan dia malah menulikan telinganya.

"Bodo amat lu nangis nggaknya gua gak peduli!"

Gue berusaha keras untuk ngelepasin pegangan tangannya pada tubuh gue. Dia menggendong gue tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Gue meronta-ronta minta dilepaskan namun nihil, dia gak nunjukin tanda-tanda berhenti atau nurunin gue.

Dia bahkan gak memperdulikan tatapan warga sekolah yang menatap ke arah kami dengan penuh minat. Gue menarik bajunya dengan kuat supaya dia segera melepaskan tangannya dan nurunin gue. Yang bisa gue lakuin cuman meronta-ronta di dalam pelukannya.

Sarawat menghentikan langkahnya saat dia membawa gue ke toilet sekolah. Dia nurunin gue dengan kasar hingga pinggul gue gak sengaja terbentur urinoar, tempat buang air buat cowok dan hal itu sukses membuat gue meringgis kesakitan.

Gue mengaduh kesakitan saat dia nurunin gue dengan kasarnya. Dia bahkan terlihat gak berniat minta maaf atas kelakuannya barusan, memang cowok brengsek. Gue semakin benci sama dia, dia membawa paksa gue ke suatu tempat yang jorok, toilet sekolah. hell?!

Dia mau ngapain bawa gue kemari?

Gue semakin merasa gak enak saat dia mulai memasang wajah yang beda dari biasanya. Dia bukan Sarawat yang seperti biasanya dan jujur ekspresi itu membuat gue semakin takut. Dia melangkahkan kakinya agar mendekat ke arah gue. Lagi-lagi dia memasang senyuman licik. Gue mencoba untuk mundur ke arah belakang berharap bisa menjauhinya namun dia semakin mendekat ke arah gue.

Gue semakin memundurkan langkah gue ke belakang hingga gue sadari gue sudah ada di sudut toilet. Dia mengunci tubuh gue dengan kedua tangannya yang berada di tembok. Kali ini gue bisa nyium aroma tubuh yang dia keluarkan.

"Lo mau ngapain, bangsat?" tanya gue dengan nada geram. Gue udah capek dipermainkan oleh seseorang yang ada di depan gue. Gue bukan mainan yang bisa diperlakukan sembarangan, gue punya jiwa dan perasaan yang harus gue jaga seutuhnya sampai mati namun dia malah memperlakukan gue layaknya boneka.

Dia kembali tersenyum saat gue memasang ekspresi ketakutan. Dia menyentuh dagu gue agar melihat wajah brengseknya.

"Imut" katanya sambil tersenyum. Gue melepaskan sentuhannya pada dagu gue secara kasar namun itu tidak membuat dia putus asa. Dia semakin mendekatkan wajahnya ke arah gue hingga bisa gue liat bentuk bibirnya yang terlihat menjijikkan.

Dia mendekatkan bibirnya ke bibir gue, tubuh gue memanas seketika membayangkan apa yang akan terjadi. Akhirnya dia berhasil merebut firts kiss gue di kamar mandi. Dia melumat bibir gue pelan sambil mengisapnya. Mata gue melotot saat tersadar bibirnya udah nyentuh bibir gue. Gue hanya bisa diam gak membalas lumatannya ataupun mencoba menikmatinya-

"TINE!"

Gue membuyarkan lamunan gue akan Sarawat saat seseorang menyebut nama gue dengan kenceng. Dia adalah Sarawat yang tengah duduk berhadapan dengan gue.

"Hah? Apaan?" tanya gue saat dia menatap gue dengan heran. Gue gelagapan kek orang ga waras setelah membayangkan hal yang nggak-nggak dengan Sarawat. Astaga, gue udah gila. Gue menggeleng-gelengkan kepala gue kuat untuk menghilangkan pikiran kotor di otak gue.

Sarawat semakin menatap heran ke arah gue dan sesaat kemudian dia tersenyum. Kali ini bukan senyum menakutkan namun senyum manis gue rasa?

"Lo habis ngelamunin apaan?" tanyanya. Gue masih menundukkan kepala gue karena malu, gue mengangkat kepala gue sedikit.

"Gak ada" bales gue. Mata gue melirik ke segala arah. Sial! Gue jadi salting sendiri.

"Jangan bo'ong! Atau jangan-jangan lo bayangin yang nggak-nggak tentang gue!" katanya lagi. Gue menundukkan kepala gue lagi dan secara gak sengaja muka gue memerah dan memanas.

VACHIRAWIT - BRIGHTWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang