04 - Aqira Aghna

162K 18.2K 926
                                    

Aqira Aghna, nama yang diberi orang tua kandungnya dulu, setidaknya itulah peninggalan dari orang tua kandungnya sebelum membuangnya ke panti asuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aqira Aghna, nama yang diberi orang tua kandungnya dulu, setidaknya itulah peninggalan dari orang tua kandungnya sebelum membuangnya ke panti asuhan.

Dulu, umur Aqira masih menginjak empat tahun. Aqira ingat dengan jelas kejadian tiga belas tahun lalu. Hari itu, hujan deras di malam hari. Aqira tidak memakai payung, ia dan ibunya berjalan tergesa menyusuri jalan gang pemukiman yang tampak sepi. Kaki mungil Aqira bahkan kehilangan salah satu sandalnya. Tapi ibu Aqira tak peduli akan hal itu, wanita yang ia sebut ibu itu hanya menuntunnya menerobos hujan. Tubuh Aqira menggigil hebat, tangannya bergetar dan mengeriput, ia tidak tahu kenapa ibunya menyeretnya tanpa henti. Ibu yang saat ini ia lupakan wajahnya.

"Bu, Aqila capek," ujar Aqira pelan. Bibir bergetarnya berusaha untuk bersuara.

"Diam kamu! Kita sebentar lagi mau sampai,"

"Aqila lapel,"

"Tahan, sampai sana ibu kasih permen. Kalau kamu masih cerewet, ibu nggak jadi kasih kamu permen!"

Aqira bungkam saat itu juga. Gadis kecil itu berjalan terseok-seok menyamai langkah ibunya. Ia tidak ingin ibunya marah lagi. Meski tubuh mungilnya sudah lelah. Aqira kecil ingin sekali minta gendong, tapi ia kasihan kepada ibunya, ia juga takut ibunya lelah.

Hebatnya, Aqira tak menangis. Ya, ia tidak boleh menangis. Ia tidak ingin melihat ibunya sedih. Anak sekecil itu sudah paham betul hal merepotkan apa yang biasa dilakukan anak sebayanya. Jadi, Aqira tahan isakan keluar dari bibir bergetar menahan dingin itu.

Tak lama, keduanya sampai di depan sebuah bangunan kecil, namun luas. Dulu Aqira masih tidak bisa membaca, ia belum tahu bahwa bangunan itu adalah panti asuhan.

Ibu Aqira mendudukkan Aqira di depan gerbang, cukup untuk Aqira berteduh karena gerbang panti dibangun dengan gapura kecil.

Ibu Aqira membuka tasnya, ia mengambil permen lolipop besar dan coklat dari dalam tasnya. Ia memberikannya kepada Aqira. Sejenak, Aqira tertawa girang, ia senang dengan pemberian ibunya itu.

"Aqira, dengerin ibu."

Mata bulat Aqira menatap lurus mata ibunya. "Aqira tunggu sini, Aqira makan permennya dulu aja ya? Nanti ibu balik setelah ibu beli makan untuk Aqira."

"Beli makan?"

"Iya, Aqira laper kan? Dari pagi belum makan?"

"Iya, Bu. Aqila lapel."

"Makanya tunggu sini, inget ya Aqira, kamu nggak boleh lemah! Anak ibu harus kuat. Kamu harus bertahan ya? Kita sama-sama bertahan."

"Iya Bu, Aqila kuat! Aqila bisa beltahan kok. Aqila bakal nungguin ibu beli makan. Aqila masih bisa tahan."

Ibu Aqira mengusap pelipis putrinya itu. Ia mencium puncak kepala Aqira, tersenyum kemudian. Air mata wanita itu jatuh, Aqira terkejut bukan main. Buru-buru tangan mungilnya mengusap air mata yang bercampur dengan air hujan, "Ibu ndak boleh nangis, kalo Aqila bisa tahan, ibu halus bisa tahan."

Potrait [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang