Memulai

1.3K 126 62
                                    

Hari ini seharusnya Nesya bisa santai dirumah Mamanya. Namun, dia harus terdampar sejak pagi dirumah yang sebenarnya dia hindari beberapa hari terakhir.

"Nes, kamu pulang aja. Aku udah gak apa-apa kok." Nendra melihat tangan kanannya yang dibebat.

"Nggak apa-apa gimana? Wajah lebam, tangan di bungkus-bungkus gitu, belum lagi ini, kaki kamu lecet semua." Nesya menunjuk beberapa luka yang didapat Nendra pagi tadi.

Niat jogging dipagi buta malah berujung petaka. Entah Nendra atau pengendara motor yang ceroboh, tapi luka ditubuhnya akibat kecelakaan yang mereka alami tanpa sengaja. Kejadiaannya persis ditaman komplek dekat rumah Nesya.

Nesya yang saat itu sedang memulai perjalanan dengan Hendri ke rumah Mama Indri, langsung berhenti ketika melihat seseorang yang tergeletak di taman dengan posisi tengkurap sementara tangan kanan berada diatas trotoar taman, sedangkan seorang lagi sudah duduk bersandar pada pohon dengan motor yang sudah pecah di beberapa bagian.

Dengan segera mereka turun dari mobil untuk membantu orang-orang tersebut. Keadaan masih lumayan sepi mengingat ini bukan hari libur seperti biasa. Hendri mendekati pria yang tergeletak, dapat Nesya dengar ringisan orang itu menahan sakit. Sementara Nesya menghampiri Ibu yang sudah terduduk dibawah pohon.

"Ibu, apa perlu kita ke Rumah Sakit? Biar Ibu diobati lukanya." Nesya meringis melihat baju si Ibu yang sobek pada bagian lutut dan siku.

"Saya nggak apa-apa Mbak. Minta tolong teleponin suami saya saja biar cepat kemari. Masnya itu lebih butuh pertolongan. Tadi saya nggak sengaja nabrak dia dari belakang, saya belum terbiasa pakai motor matic." Si Ibu yang masih terlihat syok berusaha menjelaskan kronologis singkatnya.

"Mbak Sya! Cepetan ke sini!" belum sempat Nesya meminta nomor untuk menghubingi keluarga si Ibu, Hendri mengejutkannya.

"Kenapa?" Nesya bertanya tanpa beranjak dengan tangan yang masih memegang ponsel untuk menghubungi suami si Ibu.

"Sini Mbak! Ini beneran bukan?" Hendri memberi kode agar Nesya mendekat. Namun Nesya mengangkat telapak tangan kirinya memberi kode agar Hendri menunggu. Setelah selesai mengabari Suami dari si Ibu, dia beranjak mendekati Hendri.

"Coba Mbak lihat," Hendri menunjuk pada seseorang didepannnya, "Ini Mas Nendra bukan?"

Begitu nama Nendra didengar, dia langsung fokus pada wajah orang di depannya.

Deg

"Nendra?? Ya ampun!" Nesya terkejut beberapa saat, "ayo bawa dia ke Rumah Sakit,Hen!" Nesya berlari membuka pintu penumpang belakang, kemudian kembali membantu Hendri memapah tubuh Nendra masuk.

Mereka pergi setelah memastikan suami si Ibu yang menabrak Nendra tadi datang.

Setelah mendapatkan pengobatan di IGD Rumah Sakit, Nendra diijinkan pulang. Namun, yang menjadi ganjalan selanjutnya adalah saat Nendra ternyata hanya dirumah sendiri untuk beberapa hari kedepan. Bunda sedang berada diluar kota untuk merawat Neneknya yang sedang sakit.

***
Tidak yakin dengan ucapan Nendra yang menyebut kata baik-baik saja, Nesya meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Mbak Sis, bisa ke rumah Nendra nggak?" Nesya berusaha menghubungi Siska untuk meminta bantuan.

"Kenapa, Nes? Ini aku lagi dirumah calon mertua buat ngurus persiapan acara bulan depan."

"Nendra kecelakaan tadi pagi, Bunda nggak di rumah. Tadi sudah dari Rumah Sakit buat diobati sih, Tapi yang paling parah tangan kanannya terkilir. Ini gimana?" Nesya melirik pada Nendra yang melihatnya.

"Ya Ampun! Gimana nih Nes? Aku udah terlanjur janjian buat nyoba gaun pengantin hari ini." Hening sesaat, "Atau aku titip jagain Nendra, setelah selesai aku akan ke sana. Tolong ya Nes. Please."

"Huuh, Baiklah." Nesya tak punya pilihan lain sekarang. Namun masih beruntung ada Hendri yang menemaninya menjaga Nendra disini.

"Kita tunggu sampai Mbak Siska datang buat gantiin jagain kamu."

Nesya berjalan keluar tanpa melihat pada Nendra. Dia butuh sarapan setelah kehebohan yang ia lewati pagi tadi.

***

"Kok malem sih Mbak datangnya?" Belum sampai Siska masuk rumah, Nesya lebih dulu menodongnya dengan pertanyaan.

"Jarak butik ke sini lumayan jauh Nes, mana Nendra?"

"Ada dikamarnya, Mbak." Nesya menunjuk kamar disebelahnya berdiri.

Setelah Siska masuk kedalam, Nesya kembali menyiapkan makan malam untuk mereka. Setelah ini dia berencana pulang.

"Ndra, makan dulu terus minum obatnya." Nesya meletakkan nampan berisi makan malam serta air untuk meminum obat di dekat Nendra.

"Mana bisa dia makan sendiri, Nes? Kamu tolong suapin dia ya. Mbak mau jawab telepon dulu ini." Siska berucap sambil menunjukkan layar ponselnya yang menyala tanda panggilan masuk.

Dengan telaten Nesya menyuapi dan membantu Nendra meminum obatnya. Setelah Nendra tidur, Nesya keluar untuk meletakkan nampan kembali di dapur kemudian makan malam. Jangan tanyakan kemana Hendri, dia hanya menemani dan sekarang malah tertidur pulas di karpet depan televisi.

"Nes, Sorry. Aku nggak bisa nginep buat jagain Nendra, mendadak besok pagi-pagi sekali Pak Tristan minta berangkat ke Yogyakarta untuk meninjau kantor cabang yang bermasalah, jadi aku harus ikut." Siska menunjukkan wajah menyesal karena tidak bisa menggantikan Nesya menjaga Nendra malam ini.

"Kok mendadak banget sih, Mbak. Terus gimana ini? Aku juga mesti pulang, ini udah terlalu malam. Nggak enak sama tetangga." Nesya melirik pada jam tangan yang melingkar di tangannya.

"Terpaksa kamu nginep disini ya Nes. Please. Cuma kamu yang bisa diharapkan buat jaga Nendra. Arika lagi hamil besar nggak mungkin melakukan perjalanan jauh kesini. Atau... Nendra dibawa ke rumah kamu aja. Lagian kalian juga nggak cuma berdua, ada Hendri juga. Siapa tau kamu sama Nendra habis ini ada perkembangan, Nendra beneran move on misalnya." Siska memelas namun masih bisa menggoda Nesya diakhir ucapannya.

"Mbak?" Nesya mengernyit mendengar ucapan Siska.

"Ini kesempatan kamu buat memulai semuanya untuk dapetin cinta Nendra, buat dia benar-benar move on dari masa lalunya. Kamu wanita yang tepat buat dia, Nes. Aku tahu kamu sudah lama punya rasa sama dia." Siska menepuk pelan pundak Nesya.

"Mbak Siska kenapa bisa bilang gitu?" Nesya semakin penasaran kenapa Siska bisa tahu.

Hanya dengan mengikuti arah lirikan mata Siska, Nesya tahu siapa yang membeberkan rahasianya.

"Mbak pulang dulu ya. Semangat! Semoga berhasil." Siska berlalu setelah menepuk pelan sekali lagi pundak Nesya.

Nesya melihat Siska menghilangbdibalik pintu, dia mendesah pelan.

Apakah ini saatnya aku menunjukkan perasaanku yang sebenarnya pada Nendra? Batin Nesya.

...

Cinta Tanpa Syarat (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang