⚠️15+ Area! Bullying - mental disorders - harsh words - blood - some crimes are here - please be smart !
____________
Tentang Zivana dan Samahita-si pencinta teh dan si mantan mafia yang doyan nyimpen susu cokelat dalam botol amer-dua orang dengan p...
Makasih sudah memilih cerita ini untuk dibaca sampai akhir.
Yang blm baca chap 25 segera baca yah, itu penting juga. Apalagi buat yang sedang patah hati sama hidupnya.
Btw, aku lagi sedih paraahh ending snowdrop bikin patah hati. Nangis kejer sesenggukan, mata sembab. Tragis banget elaaaah. Dahlah jahat bangett yg nulis ceritanya.
Btw aing baik kok
Sad end sabi kali yah ni cerita?? *ketawajahat
Oghey, jangan lupa orenin bintang yaaahh.
~ Selamat membaca ~
Chap 27 | Hujan Bulan Desember
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Sesungguhnya jatuh cinta hanya untuk mereka yang berani terluka.” —Tentang Kita; Yuanfen
“Sorry to say that. Tapi Istri lo bekas gue pake. Hahaha ....”
“Istri lo itu pe.la.cur.”
Alih-alih bereaksi lebih, Samahita hanya menatap tajam lukas dengan obsidian mengkilapnya—di sana sebentuk api dan kebencian membara. Jika Lukas sensitif, tentu lelaki keparat super bangsat itu tahu kalau Samahita sedang memberi peringatan kedua, “Jangan macam-macam, melenyapkan nyawamu bukan perkara sulit. Diam dan tutup mulutmu keparat!”
Lukas, apa yang kau cari? Kemarahan Samahita? Kau ingin menghancurkan reputasinya karena kau pikir ucapanmu yang serupa detonator itu akan meledakan emosinya di depan semua orang-orang penting di pesta ini? Tidak anjing! Dia masih berotak ketimbang mulut busukmu yang miskin akhlak.
Setelah melempar tatapan, dia kembali menggenggam tangan Zivana untuk menjauh pergi dengan gejolak perasaan pedih. Ada banyak hal yang bercokol dalam dada serta kepala, menjelma gulungan kaset yang kusut ke mana-mana. Coba terangkan, bagaimana agar benang itu bisa digulung rapi tanpa ada luka di hati?
Langkah keduanya gamang menyusuri bentala. Angin malam mendayu-dayu seolah menjadi nada-nada minor untuk bersorak merayakan hati mereka yang terkoyak.
Aliran luka dalam dada Zivana sungguh tenang, serupa sungai, dia dalam. Karena jika dangkal sudah pasti beriak. Dia terus menunduk, pada ujung-ujung heels juga kerikil yang berserak. Diantara deru anila pertengahan September itu, suara Lukas tiba-tiba melesak membuatnya menggigil.
“Istri lo itu pe.la.cur.”
Diantara perayaan luka, suara bernada lirih dari Zivana merobek keheningan, “Yang orang itu bilang—”