⚠️15+ Area! Bullying - mental disorders - harsh words - blood - some crimes are here - please be smart !
____________
Tentang Zivana dan Samahita-si pencinta teh dan si mantan mafia yang doyan nyimpen susu cokelat dalam botol amer-dua orang dengan p...
Hola yorobundil ... Hiya hiya, siapa yang kuangen angkat tangan.
Aku masih nggak ngerti kenapa kalian susah tekan ikon bintang buat ngehargai penulis. Mungkin karena kalian keasyikan baca kali ya. Nggak tahu juga.
Aku kasih bonus part 23, di ig. Baca deh, mleyott mleyot dah hati klen!
Dah, selamat membaca.
Chap 24 | Rekat Lalu Patah
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Di dunia ini, ada luka-luka yang tidak pernah selesai. Seumpama dendam, mereka tak pernah melupakanmu. Tidak raib dari ujung mata. Tidak juga lerai dari ubun-ubun. Jangan dimaki, cukup jadi lebih besar dari luka itu sendiri.” —Tentang Kita; Yuanfen
Di depan pintu, Samahita berdiri sambil bersedekap tangan. Wajahnya dingin, lebih dingin dari udara malam ini. Mata elangnya mengkilap membuat tenggorokan Zivana dilanda kemarau mendadak.
Sambil menapak langkah, Zivana menyusun banyak alasan di kepalanya. Alasan yang paling tepat agar pulangnya yang selarut ini tidak mematik kemarahan Samahita. Suara gemerisik daun diterpa angin menelusup ke rongga telinganya, ketika itu dia merasa semesta berbisik, “Siapkan hatimu wahai remaja gulana. Salah siapa pulang malam? Salah siapa ke bar? Salah siapa yang bolos kelas?”
“Saya suruh kamu tunggu William di kampus, bukan di bar! Kamu minum sama merokok ya?” Samahita menuding sakarstik.
Nah kan.
Tidak, Zivana tidak minum tidak juga merokok. Tapi karena perasaan kesalnya pada Samahita, mulutnya merapal sebuah kebohongan, “Iyalah! Mas Ama, kan suka minum dan merokok. Biar Mas Ama berhenti, aku juga harus minum dan ngerokok. Raja mati-matian jaga paru-parunya, Mas Ama malah mati-matian ngerusak paru-parunya.”
Hening.
Samahita mengambil beberapa detik untuk memejam dan mengisi rongga dadanya dengan udara. Ada rasa takut yang meremasnya begitu erat, rekat, lekat, pekat sampai dia tersesat. Sikap Zivana yang seperti ini mengingatkannya pada Nan Akash. Persis.
Masih terikat kuat dalam kepala, momen di mana dia kehilangan sosok Nan Akash yang polos dan lemah lembut. Lelaki periang itu berubah menjadi sosok beringas; merokok, minum, bahkan menjadi pecandu narkoba hanya untuk membuat Samahita lepas dari pekerjaan kotornya. Katakan bagaimana caranya Samahita bisa memaafkan dirinya setelah caranya melindungi justru memporak-porandakan kehidupan adiknya? Lalu sekarang Zivana mau begitu?
“Happy kamu setelah menghabiskan waktu bolos di bar sama laki-laki sampai selarut ini? Kalau bukan murahan terus namanya apa?” geram Samahita.
Mengabaikan dadanya yang kebas setelah dikatai murahan oleh Samahita dia menjawab sambil melempar tatapan nyalang. “Mas Ama sendiri, happy setelah ketemuan sama mbak Ara? Kalo bukan selingkuh terus namanya apa?”