RUMAHKU hari ini sangat sepi. Tidak ada orang. Ke mana perginya mereka. Seharusnya mereka ada di rumah ketika aku pulang dari bekerja. Ketika aku membuka pintu yang tidak terkunci--sial, bahkan pintu pun tidak terkunci, jangan salah kan maling jika mengambil semua barang di dalam rumah kalau pintu saja tidak terkunci--mataku menelusuri ruangan yang berantakan.
Apa-apaan ini?
Kenapa rumahku kotor?
Aku yakin ini bukan perbuatan ibuku, beliau sangat menjunjung tinggi kebersihan. Lantas, siapa?!
Tuk. Tuk. Tuk.
Terdengar suara benda tajam bergesekan dengan meja yang berasal dari dapur. Aku berjalan mengendap-ngendap, penasaran siapa yang berada di dapur. Aku mengintip, menyembulkan kepalanya di tembok yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang keluarga.
Rumahku yang tidak cukup besar membuat segalanya terasa sempit. Terlebih keluargaku cukup banyak. Sangat menjengkelkan jika sudah berkumpul di ruang makan yang penuh sesak.
Bisa kulihat punggung ringkih dan kurus. Rambut berubannya tergulung ke atas. Bajunya seperti baju kuno yang sering dipakai pembantu pada masa kerajaan. Aku pikir dia adalah seorang nenek-nenek yang pasti bukan nenekku karena beliau sudakh meninggal lima tahun lalu.
"Siapa Anda?" Aku mengucapkannya dengan takut pasalnya nenek itu sedang memegang pisau. Entah apa yang dia iris mungkin wortel atau jari-jarinya. Aku ini bicara apa sih, ini bukan cerita horor.
Tidak ada jawaban.
Perlahan aku mulai mendekatinya, tanganku menjadikan meja makan sebagai tumpuan. Aku benar-benar tidak memiliki tenaga, sekadar berdiri saja susah. Tidak sengaja tanganku menyentuh sebuah benda, aku melihatnya, buku?
Buku apa ini?
Buku berwarna biru dengan sampul polos kini menarik perhatianku. Aku menoleh sekilas ke arah nenek-nenek tadi demi memastikan keberadaannya sebelum mengecek buku apa yang berada di meja makan. Namun aku dikagetkan dengan kehadiran nenek itu yang berdiri di depanku sambil melototkan matanya.
"Maaf, a-apa ini buku punya Anda?"
"Bukan. Itu buku milikmu."
Heh?
Sejak kapan aku memiliki buku seperti ini?
"Ini bukan buku milik saya."
"Tapi, saat ini buku itu menjadi milikmu. Aku memberikannya untukmu sebagai hadiah dari rasa sakit yang kamu derita selama ini."
Nenek tua ini ngomong apaan, sih. Gue jadi bingung sendiri.
"Hadiah? Maaf, tapi saya tidak bisa menerima hadiah yang Nenek berikan. Oh, ya, Nenek kenapa bisa ada di sini? Apa Nenek yang membuat rumah berantakan?" tanyaku.
Nenek tua itu menggeleng pelan dan kaku. "Kamu harus menerimanya karena buku ini adalah takdir yang bisa kamu tuliskan."
Nenek ini sepertinya lama-kelamaan mulai berbicara tidak jelas. Daripada mendengarkan ocehannya yang tidak jelas lebih baik aku menerima buku pemberiannya dan memintanya pergi.
"Baik, Nek. Saya akan menerima hadiah dari Nenek. Sekarang Nenek bisa pergi, apa perlu saya antar pulang ini sudah malam, Nek?"
Nenek itu hanya tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya. Dia pergi tanpa banyak kata. Aku hendak mengantarkan sampai ke depan rumah, namun perhatianku teralih oleh sebuah kertas yang tersobek-sobek di atas talenan.
Aku mengambilnya dan menyatukan bagian-bagian yang terpotong. Ketika disatukan sebuah kata tercipta di atas kata itu.
ILUSI
Dahiku mengerut. Ilusi? Apa maksudnya?
Aku mengambil kertas itu dan membuangnya ke tong sampah. Ada-ada saja kelakuan nenek tua itu.
Aku mengambil buku pemberian nenek tua itu, membolak-baliknya, apaan ini?! Cuma buku biasa saja tidak ada isinya apa-apa!
***
Setelah membersihkan rumah yang kotor, aku berjalan ke kamarku. Tidur sepertinya menjadi pilihan yang tepat. Tapi, tunggu dulu, aku belum mandi, kenapa bisa-bisanya aku memilih tidur dulu sedangkan aroma tubuh seperti belum mandi dari kemarin.
Aku mengambil handuk dan segera ke kamar mandi. Dari dalam kamar mandi aku mendengar suara berisik dari luar, seperti sebuah pensil yang bergesekan dengan kertas, atau katakanlah seperti seseorang yang sedang menulis. Buru-buru aku menyiram tubuhku, melilitnya dengan handuk dan keluar untuk melihat apa yang terjadi di luar sana.
Tidak ada siapa-siapa.
Huft.
Sialan. Hari ini banyak sekali kejadian aneh.
Aku memakai baju tidurku. Mungkin ini efek mengantuk kali, ya, jadi pikiranku ke mana-mana. Memikirkan hal yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.
Sebelum beranjak ke kasur, mataku tidak sengaja melihat buku pemberian nenek tadi. Aku mengambilnya, membuka lembar pertama. Bola mataku melotot mendapati tulisan yang sama seperti di kertas yang aku buang tadi. Perasaan tadi tidak ada tulisan apa-apa di dalamnya.
Ah, mungkin sebenarnya tadi ada aku saja yang tidak melihatnya.
Aku mengambil pulpen, membawa buku berwarna biru itu ke tempat tidurku. Meski rasa mengantuk menghampiriku, aku tetap saja ingin menulis sesuatu di buku itu.
[Semoga besok hari-hari gue berjalan dengan baik.]
Hanya kalimat itu yang terpikiran olehku. Kemudian aku menulis kalimat terakhir, kalimat yang sejujurnya hanya iseng saja.
[Dan... gue pengin pizza gratisan hahaha.]
Namun, aku tidak menyangka, apa yang aku tulis menjadi kenyataan.
***
I-NOTE (Illusionary Note) adalah sebuah buku catatan yang bisa mengubah jalan hidup sesuai yang diinginkan penulis.
Apa pun yang penulis ingin akan menjadi kenyataan.
Buku ini tidak bisa digunakan untuk mencelakai orang lain atau membalaskan dendam orang lain.
***
Semoga kalian menikmati cerita I-NOTE.
Jangan lupa vote dan komentar.
Cerita ini akan dipublish satu minggu sekali.
Sampai ketemu minggu depan. Bye-bye:*
LANJUT BAGIAN SATU
[geser ke atas]
YOU ARE READING
I-NOTE (On Going)
FantasyDi umurku ke dua puluh tahun, aku mengalami banyak masalah dalam hidupku. Mulai dari melepaskan mimpi, bekerja untuk keluargaku, dan sejak aku lahir, aku tidak pernah menjalin kasih dengan laki-laki. Aku selalu merasa sendiri. Tak seorang pun bisa m...
