"Hasya ..." Gadis cantik berkacamata itu mendongak.
"Melamar?" Ia mengangguk.
"Lalu?" Kali ini, ia menggeleng.
"Serumit itu?" Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam.
"Sangat rumit, dan lebih rumit lagi di saat saya telat menyadari bahwa ... selama ini semua itu hanyalah omong kosong."
_____
Jumat sore, dimana semua kegiatan asrama di liburkan dan benda legend bernama handphone milik santri putra dan putri di bagikan, setelah tiga minggu lamanya di kumpulkan pada pihak keamanan.
Tadi, setelah ba'da ashar seluruh penghuni Al-hajj baru saja selesai ziarah serta membaca Al-Qur'an dari Maqom almarhum pun Abi sang Kiyai besar pimpinan pondok pesantren Al-hajj yang beberapa bulan lalu pergi kepada pangkuan Tuhan.
Berbekal hati yang ikhlas, gadis berjilbab merah muda itu terlihat masih berada di dalam maqom. Tanpa merasa bosan dan letih Hasya terus membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Sedangkan santri-santri yang lain, terlihat berhamburan keluar saat jam dinding sudah berputar pada pukul lima sore. Dan kini, manusia-manusia itu terlihat sedang duduk di depan kantor putri untuk mengambil ponsel mereka secara bergiliran.
"Sya, ayok ambil hp. Kamu masih lama ngajinya?" Tari menghampiri Hasya yang tengah bersimpuh duduk sembari membaca Al-Qur'an begitu khidmat.
"Duluan aja, Tar. Nanti Hasya nyusul, ini sebentar lagi," jawabnya, Tari mengangguk.
"Aku ambilin hp kamu ya, Sya. Abis dari sini, langsung ke kamar aja." Tari beranjak.
"Makasih Tar."
"Sama-sama!"
Setelah Tari kembali berlalu, Hasya kembali sibuk menggebu dengan kalam-kalam Allah yang mampu menentramkan kalbu. Tepat jarum jam menunjukkan pukul tujuh belas lima puluh, Hasya mengakhiri aktivitasnya dengan membaca Shodaqallahuladzim. Lalu berjalan keluar, menuju kamar mandi.
Mencuci muka serta memperbarui wudhu. Lalu bergegas menaiki tangga untuk mengganti pakaian dengan mukena untuk melaksanakan salat berjamaah maghrib.
Ceklek.
Pintu kamar terbuka, terlihat di sana, penghuni kamar tengah asik pada ponselnya masing-masing. Bahkan, tidak ada satupun yang beranjak untuk segera bergegas ke aula.
"Tar, buruan wudhu gih. Bentar lagi maghrib," tutur Hasya sembari berjalan ke arah lemari coklatnya.
"Eh, kamu udah wudhu Sya?" Hasya mengangguk, membuka jilbab lalu membenarkan ikatan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Ke aulanya bareng ya, Sya. Tungguin!" Tari berlari, di ikuti oleh Yaya dan empat teman kamar yang lainnya.
Setelah mengganti mukena, Hasya melihat ponselnya tergeletak di atas lemari. Lengan lentiknya perlahan meraih benda pipih itu, lalu menekan tombol daya.
Hasya tersenyum, kala ponselnya menyala dan teringat akan seseorang. Perlahan, Hasya menggeser tombol menu pada aplikasi WhatsApp. Melihat kembali percakapannya dengan Alif mungkin satu bulan yang lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
U S T A D Z I'm here!
Teen Fiction®True story® "Sampai kapan kamu akan menundukkan kepalamu, Hasya? Lihat saya sebentar, saya tahu saya salah. Tapi tolong jangan seperti ini." Hasya bergeming, tetap setia dengan posisinya, gadis itu tetap enggan mengangkat kepalanya meski hanya seb...