Bunda

1.5K 145 42
                                    

"Bunda," Nendra menghampiri Bundanya setelah sebelumnya mengucap salam.

"Eh, kok udah pulang? Udah selesai memangnya Ndra? Katanya tadi mau bantuin tetangga baru yang pindahan?" Kening Bunda berkerut setelah melihat anaknya pulang membawa orang lain dibelakangnya.

"Belum sih, Bun. Bunda kenalin ini tetangga baru kita, Bunda inget nggak dia siapa?" Nendra menggeser badannya agar sang Bunda melihat siapa yang berada dibelakangnya.

Hening beberapa saat, Bunda Nendra berusaha mengenali orang didepannya. Setelah teringat sesuatu, senyum sumringah nampak terbit di wajahnya.

"Ini.... Nesya bukan? Temen Nendra waktu SMA yang dulu sering banget kesini rame-rame sama Erika?" Erika adalah sepupu Nendra yang juga teman sekelas mereka. Letak sekolah yang paling dekat dengan rumah Nendra, membuat mereka sering berada disana jika ada tugas kelompok yang mesti dikerjakan.

"Iya, Tante. Ini Nesya. Tante apa kabar?" Nesya menyalami dan mencium punggung tangan Bunda sebagai tanda hormat, kemudian tersenyum canggung, pasalnya dulu dia tidak pernah datang sendiri seperti sekarang, meskipun ada Hendri. Erika yang selalu membuat suasana hangat ketika mereka sedang berkumpul dirumah Nendra.

"Masyaa Allah, lama nggak ketemu kamu tambah cantik ya Nes. Panggil Bunda aja, nggak usah sungkan, lagian tempat tinggal kita kan deket jadi kita bisa sering ketemu. Trus itu siapa? Suami kamu?" Bunda beralih menatap Hendri, sedang yang dilihat hanya melongo mendengar perkataan Bunda yang mengira dia suami Nesya. Setua itukah wajahnya?

"Hai, Tante. Perkenalkan saya Hendri, sepupu Mbak Sya. Eh, lebih tepatnya sepupu tersayang sih." Hendri menyalami serta mencium tangan Bunda sama seperti yang dilakukan Nesya.

"Owalah! maaf ya Nak, Bunda kira suami Nesya. Terus suaminya Nesya mana, kok nggak ikut sekalian?" Bunda seperti mencari keberadaan orang lain, namun tak menemukan apa-apa selain mereka.

"Mbak Sya belum punya suami, Tante. Masih jomblo dia." Hendri mendahului menjawab sebelum sempat Nesya bersuara. Hal itu membuatnya langsung mendapat pelototan mata dari Nesya.

"Bunda kira kamu udah nikah, Nes. Ternyata masih single, sama kayak si Nendra. Masih betah sendiri dia, Bunda jodohkan, tapi ditolak terus sama dia." Bunda melirik ke arah Nendra.

"Kok malah jadi bahas Nendra sih, Bun? Dari tadi Nendra diam aja loh."

"Karena kamu diam, makanya Bunda bilang sama Nesya. Siapa tahu kalian berjodoh." Bunda beralih menatap Nesya dan tersenyum.

"Nanti Bunda, kalau udah waktunya pasti Nendra nikah kok. Bunda doain aja." Nendra berbalik mendahului berjalan menuju dapur.

"Ayo kita makan siang dulu, nanti disambung lagi ngobrolnya. Ayo Nes,  nak Hendri." Bunda mengajak Nesya dan Hendri menuju ruang makan.

Siang itu mereka habiskan untuk makan siang dan bercengkrama mengenang masa lalu. Suasana yang semula nampak canggung mulai memcair bahkan menghangat.

***

"Nendra, makasih banyak sudah repot bantuin nyusun barang. Mana sampai dianterin makan malam sama Bunda kamu juga. Aku jadi nggak enak," ucap Nesya saat mengantarkan Nendra sampai depan pintu. 

"Nggak apa-apa. Aku seneng kok, apalagi ketemu temen lama yang ternyata malah jadi tetangga. Kapan-kapan main ke rumah kalau luang.  Bunda pasti seneng kamu main ke rumah. Si Erika sejak menikah udah jarang main lagi soalnya."

"Iya, nanti aku main ke rumah Bunda.  Salam untuk Bunda ya, sampaikan ucapan terimakasih dan maaf dariku karena Bunda jadi repot bawain makan malam," ujar Nesya seraya tersenyum tulus.

"Okey kalau begitu, aku pulang dulu.  Kalau ada apa-apa hubungi saja aku.  Masih kamu save nomorku kan?" Nendra bertanya dan hanya mendapatkan anggukan dari Nesya sebagai jawaban. 

Setelah memastikan Nendra kembali ke rumahnya, Nesya berbalik dan mengunci pintu. Dilihatnya Hendri sudah meringkuk tertidur pulas di sofa, mungkin karena terlalu lelah.

Ting!

Notifikasi pesan masuk terdengar,  Nesya yang semula ingin membangunkan Hendri, berbalik menuju kamar dimana ponselnya berada.

From : Ganendra
Tidur, Nes. Lanjutkan besok lagi, tenang aja pasti akan aku bantu.

Sebuah pesan singkat biasa, tapi membuat perasaan Nesya jungkir balik ketika membacanya.

"Kalau kamu seperti ini, aku takut perasaanku akan semakin dalam. Dan nyatanya sulit bagiku untuk mengungkapkannya Ndra," batin Nesya mulai bimbang.

To:Ganendra
Ya

Hanya jawaban singkat yang Nesya berikan pada Nendra. Setelah terdiam beberapa saat, Nesya keluar untuk menyuruh Hendri berpindah dalam kamar sebelahnya.

***

"Pagi," sapa Nendra yang sudah berada dimeja makan menyiapkan sarapan yang dia bawa dari rumah.

"Eh? Pagi. Udah sampai sini aja sih Ndra." Nesya yang kaget melihat kedatangan Nendra, berusaha menormalkan detak jantungnya agar terlihat biasa didepan Nendra.

"Tadi Bunda nyuruh anter sarapan kesini. Kebetulan Hendri buka pintu depan, jadi nggak perlu ketok pintu." Nendra menjelaskan sambil menuang air putih kedalam gelas lalu menengok kembali pada Nesya, "Ayo, sarapan."

"Iya, makasih. Kenapa Bunda jadi repot-repot gini sih? Aku jadi nggak enak." Nesya mengamati makanan yang tersaji didepannya. 

Nendra hanya mengendikkan bahu sebagai jawaban, kemudian menarik kursi disebelah Hendri. 

"Udah Mbak Sya, makan aja.  Nggak baik menolak rejeki," ucap Hendri yang dengan santai mulai menyendokkan makanan dalam mulut.

Mereka makan dengan tenang, sebelum tiba-tiba Nendra membuka suara,

"Nes, Sore nanti kamu ada acara nggak? Bisa temenin aku keluar?"

"Ha?  Oh.. Hari ini free, emang mau kemana?" Nesya sedikit penasaran kemana Nendra mengajaknya.

"Aku mau mengajakmu untuk bertemu seseorang yang... Yaah, kamu nanti akan tahu siapa dia, tapi sebelum berangkat nanti temenin aku cari kado spesial dulu ya?" ucap Nendra.

"Mmm...  Baiklah," Jawab Nesya setelah sejenak berpikir.

"Sepertinya orang yang mau kamu temui sangat berarti, apa masih ada kesempatan untukku dan cintaku Ndra?" batin Nesya yang kemudian memejamkan mata berusaha menghalau rasa yang mulai berkecamuk dalam batinnya.

...

Cinta Tanpa Syarat (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang