20. Tidak Masalah

152K 10.5K 1.1K
                                    

Hmmm... Gak tega kalo harus up abis lebaran 😂.

Selingan aja ya. Biar gak kangen-kangen amat sama Authornya.
Eh 🤣
____________

Bara dan Greysia jadi lebih santai setelah makan siang. Bahkan bisa bercanda seperti dulu lagi saat kembali ke hotel.

"Bohong sih kalo bilang gak ada yang mau sama kamu," kata Bara saat Greysia bilang alasannya belum menikah sampai sekarang adalah karena tidak ada yang mau dengannya.

"Laki-laki beristri aja mungkin mau ninggalin istrinya demi kamu Grey," tambah Bara.

"Apa sih," kekeh Greysia mendorong pelan pundak laki-laki di sampingnya. Berjalan keluar dari lift diikuti Bara.

Greysia berhenti di depan pintu kamarnya dan berbalik.

"Selamat istirahat Pak Bara," katanya formal.

Bara berdecak tak senang, Greysia sengaja melakukannya. "Kamu juga," jawab Bara. "Kebiasaan, kalo ngerjain tugas suka lupa makan."

Greysia terpesona melengkungkan senyum. "Kamu masih inget aja sih Bar," katanya.

"Gak ada secuil pun, dari kamu yang aku lupain Grey."

Greysia menghela nafas panjang tersenyum masam. Baru mau menjawab saat Bara sudah kembali menyela.

"Ok, sampai jumpa makan malam nanti. Kita makan malem bareng. Aku mau pastiin kamu gak lupa makan." Tak menunggu jawaban, Bara berjalan menuju pintu kamarnya. Langsung masuk tanpa lagi menyapa Greysia.

**

Selesai membersihkan diri Bara mengecek ponselnya. Ia pikir akan ada beberapa pesan dari istrinya setelah kejadian tadi siang. Setelah ia gusar gara-gara Rania tak ada kabar. Namun nyatanya tak satu pun pesan Rania kirimkan. Tidak satu pun panggilan Rania lakukan. Tidak satu pun.

"Seriously?" tanya Bara tak bisa percaya. "Masa iya dia nyari kain dari tadi gak kelar-kelar?" Bara menatap jam menunjukkan pukul enam petang.

Sambil mengetuki sisi handphone, Bara tatapi wajah istrinya. Terpampang di foto profil Rania. Bara tengah menimang, akan menelfon atau tidak. Mengingat kejadian tadi siang, ia rasa itu cukup memalukan. Rania mungkin saja menertawakannya.

Padahal kalau dipikir-pikir, Rania juga salah. Paginya Bara sudah bilang kalau akan menelfon di jam makan siang bukan? Jadi wajar-wajar saja kalau tadi ia marah. Kalau sudah begitu, bukankah harusnya Rania yang menghubungi lebih dulu untuk meminta maaf? Lantas apa-apaan ini? Tak satu pun pesan Rania kirimkan. Apa wanita itu tidak merasa bersalah sedikit pun?

Bara terdiam beberapa lama. Ia jadi kesal memikirkan itu tapi bagaimanapun juga ia ingin menelfon istrinya. Bukan karena rindu tentu saja. Astaga, tentu saja bukan.

"Gak mungkin lah," gumam Bara tertawa pelan sambil menggelengkan kepala.

Jelas bukan. Ia hanya ingin memastikan wanita itu tidak sedang jalan dengan selingkuhannya. Itu saja. Ya, itu saja.

Jadi, haruskah ia menelfon? Apa tidak masalah kalau menelfonnya duluan?

Bara terdiam lagi, serius menatapi layarnya. Terkejut saat tiba-tiba ada satu panggilan masuk dan wajah Rania yang muncul di sana.

Bara mengerjap belum mengangkat telfonnya. Tiba-tiba jarinya beku tak mau bergerak. Cukup lama Bara menatapi foto profil Rania. Hingga kemudian itu menghilang, terlalu lama dan panggilan dibatalkan dari sana.

Bara menghembuskan nafas yang entah sejak kapan ia tahan tanpa sengaja. Tidak masalah 'kan kalau ia tidak mengangkatnya? Ia tidak rugi, tidak kehilangan apa pun. Iya, kan?

Kesempatan Kedua [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang