"Sebenernya, 2 bulan itu lama," kata gue.

"Kak Sunny nyesel aku ajak kesini?"

"Ih, kapan aku bilang?"

"Kesannya.." Haechan natap gue manyun.

"Nggak, ah. Jangan sembarangan nyimpulin sesuatu gitu," kata gue.

"Hmmm.. iya, dah."

"Maksudnya, kita bisa main lain waktu," kata gue setelah beberapa lama berjeda.

"Tapi aku takut kalo Kak Sunny dibawa ke Surabaya," sahut Haechan. Gue nengok dia gak ngerti.

"Kak Sunny dulu bilang mau diajak ke Surabaya pas liburan sama Pak Taemin," terangnya.

"Ohh.." Gue ketawa garing. "Itu dulu kayaknya karena Ayah lagi kesel, makanya aku disuruh ikut —"

"Kesel kenapa?" potong Haechan.

"Y-ya kesel karena aku minta ijin buat ikut ke sini."

"Kak Sunny dimarahin?"

"Nggak sih, cuma cekcok dikit."

Haechan menghela nafas panjang, pas gue tengok dia mandang gue melas.

"Gara-gara aku, ya?"

"..."

"Pak Taemin beneran se-enggak suka itu ya Kak sama aku?"

Gue nelan ludah gue kasar. Bingung gimana ngomongnya anjir, masa gue langsung bilang "iya" aja kaga liat haluan??

"Nggak gitu, Chan, dia bukannya gak suka sama kamu," kata gue.

"Tapi kok sampe segitunya sama Kak Sunny? Sampe mau dibawa ke Surabaya, kayak seolah gak boleh banget gitu main sama aku?"

Gue menghela nafas. Setelah beberapa saat gue mikir-mikir, akhirnya gue ngomong —dan kayaknya dia emang harus tau.

"Ayah aku itu orangnya enakan sebenernya, Chan. Aku sama Kak Jungwoo gak pernah dikekang buat temenan sama siapa aja, termasuk kamu," ujar gue. "Tapi kamu tau kan, kadang seorang ayah itu suka over protektif sama anak perempuannya, apalagi kondisi keluargaku sekarang —ya, Ayah sama Mama aku udah gak bareng-bareng lagi sejak aku SMP."

"Pak Taemin sama Tante Naeun? Pisah?"

Gue ngangguk dengan senyum getir. Ah, fuck, jadi sedih gue ingetnya.

"Sorry, Kak, aku gak tau.." sesal Haechan.

Gue ngangguk. Emang gak banyak yang tau soal ini, bahkan tetangga gue. Mereka taunya cuma karena Mama adalah seorang model yang kerjanya photoshot sambil travelling, makanya jarang pulang ke rumah. Lagian Ayah juga jarang pulang karena sibuk kerja jadi dosen di kampus luar kota, jadi masalah ini bener-bener gak ada yang sadar —kecuali mereka-mereka yang emang deket sama Ayah atau Mama.

Dan pas kenyataan ini mulai ketahuan, rame banget. Gue sampe gak mau keluar rumah semingguan, bolos sekolah dan sampe dicariin guru. Itu karena setiap gue ketemu sama orang pasti ditanyain, "orang tua kamu cerai?", "kenapa?", "kayaknya kemarin adem-ayem aja, deh?"

Mungkin niat orang pengen bersimpati, tapi tanpa mereka sadar, gue yang terluka jadi makin sakit.

I needed some air to breathe, some space to take a rest, tapi gimana gue bisa istirahat kalo gue terus diseret buat menghadapi kenyataan itu lagi dan lagi?

Ya, setiap orang emang selalu dituntut buat jadi kuat, tapi kita tetep aja manusia. We have heart, we have feeling, yang gak mungkin gak pernah terluka. Dan kalo sampe sakit, gak ada obat lain selain ketenangan.

[1] Ineffable ✔Where stories live. Discover now