Bertemu (lagi)

2.1K 185 111
                                    


.
.
.

Sabtu pagi ini cerah, namun hati Nesya diselimuti kegalauan sejak semalam. Setelah selesai mandi dan berpakaian, Nesya duduk terdiam di depan meja rias. Sisir yang digenggam sedari tadi hanya berhenti ditangannya tanpa pergerakan, sedang sang pemilik hanya menerawang menatap kosong cermin di depannya.

Ganendra Mahardika, sebuah nama yang memiliki efek luar biasa dihati Nesya. Setelah pertemuan tanpa sengaja mereka semalam, yang berakhir dengan Nesya yang diantar pulang oleh Nendra. Hati Nesya mendadak tak karuan, satu sisi dia senang bisa bertemu kembali dengan cinta pertamanya, sedang sisi lain dia galau, apakah bisa dia mendapatkan cinta pertamanya itu? Atau Nendra masih menganggapnya seperti beberapa tahun silam, sebagai teman. Ah, bukankah kita tidak akan pernah tahu jika tak mencobanya. 

"Mbak Sya!!!" Suara diluar kamar membuat Nesya tersadar dari lamunannya. 

Tok!!  Tok!! Tok!!

Bunyi ketukan, ah lebih tepatnya suara pintu yang digedor tak sabar dari luar membuat Nesya tahu siapa orang di luar kamarnya.

Bergegas Nesya menyisir rambutnya yang ternyata telah mengering dengan sendiri, kemudian setelahnya berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"Ish! Apaan sih Hen?? Kebiasaan kamu tuh!  Nggak bisa banget tenang dikit pagi-pagi." Nesya keluar dengan memasang muka masam, sedang Hendri hanya menunjukkan cengiran sebagai jawaban.

Nesya turun ke lantai bawah untuk sarapan, diikuti Hendri dibelakangnya. 

"Kenapa Sya, pagi-pagi udah asem gitu mukanya?" Mama Indri bertanya dengan tersenyum geli, dia tahu alasan anaknya seperti itu. 

"Ini nih, bocah tengil. Nggak bisa tenang dikit apa dia kalau kesini. Nggak usah kasih dia makan, Ma. Biar tau rasa." Nesya menarik kursi lalu duduk disebelah mamanya.

"Yee, kok gitu sih Mbak? Yaudah, Mbak Sya jalan sendiri aja survei rumahnya." Hendri membuat nada merajuk namun tetap duduk lalu mengambil nasi dan lauk didepannya.

"Halah, ngambek. Bilangnya yaudah tapi ambil nasi segitu banyaknya. Ngalem kamu." Nesya memulai sarpannya.

***

"Bener ini tempatnya, Hen? Kok sepi gini sih?" Nesya mengamati rumah didepannya serta menengok sekeliling melalui kaca mobil.

"Iya, bener kok Mbak. Dulu aku pernah kesini buat konsultasi sebelum Pak Edo pindah," Hendri bersiap turun dari mobil,"Ayo turun, Mbak."

Nesya ikut turun dari mobil mengikuti Hendra menuju pekarangan rumah lama Pak Edo. Mereka berjalan sambil melihat sekitar rumah yang masih nampak asri dan terawat.

"Tetangganya mana nih? Kamu nggak minta kontak tetangganya Pak Edo buat dihubungin kemarin Hen?" Nesya bertanya namun matanya asyik melihat sekumpulan mawar di depannya. Cantik.

"Hehehe, lupa Mbak. Pak Edo juga ini nggak bisa dihubungin. Gimana donk??" Hendri melihat keluar gerbang untuk melihat apakah tetangga yang dimaksud sang dosen sudah muncul.

Tak selang berapa lama, muncul sosok di depan Hendri kemudian tersenyum.

"Permisi, Mas. Ini Mas Hendri ya? Yang mau survei rumahnya Pak Edo?"

"Ah, iya Mas. Panggil Hendri saja. Itu, kakak saya yang mau survei rumah." Hendri menunjuk ke arah Nesya yang masih berjongkok di depan pot-pot mawar yang tertata rapi, membuat pria tersebut mengerutkan kening sebentar.

"Oh, baik Hen. Ayo kita masuk ke dalam sekarang." Pria itu melangkah mendahului Hendri menuju ke arah pintu.

Hendri yang melihat Nesya tak menyadari kedatangan orang lain diantara mereka mendekati Nesya terlebih dahulu setelah melibat orang tadi membuka pintu.

"Mbak Sya, Ayo. Udah kebuka tuh pintunya." Nesya menengok ke arah pintu yang telah terbuka kemudian berdiri dan mengikuti Hendri masuk.

"Nah, ini bagian dalam rumah. Bisa dilihat-lihat dulu," Pria tersebut bicara sambil berbalik menatap orang dibelakangnya.

Setelah berbalik sempurna, baik pria tersebut maupun Nesya sama-sama terkejut.

"Nesya?"

"Nendra?"

Mereka bahkan hampir bersamaan menyebut nama orang dihadapannya.

Dunia ternyata sempit, dari sekian banyak tempat, mereka dipertemukan kembali disini. Yang artinya Nendra akan menjadi tetangga baru Nesya ketika sudah pindah ke rumah ini. Entah kebetulan atau pertanda tak ada yang tahu akan hal itu. 

"Ya ampun, Nes. Nggak nyangka kita ketemu lagi." Nendra tertawa menyadari ketidak sengajaan dia bertemu kembali dengan Nesya.

"Eh, iya. Aku juga nggak nyangka. Dunia sempit ya kalau kayak gini." Nesya tersenyum melihat ke arah Nendra.

"Ekhm?!" Hendri berdehem agar orang didepannya menyadari keberadaanya.

"Apaan Hen? Nih, kenalin. Nendra, temen SMA aku yang ternyata tetangganya Pak Edo." Nesya memberi kode agar Hendri memperkenalkan diri.

"Udah kenalan tadi didepan, Mbak. Makanya jangan ngelamun aja. Eh, tapi seriusan temen Mbak Sya waktu SMA? Tumben temen Mbak ada yang keren." Hendri menggoda Nesya setelah dari tadi mengamati cara pandang Nesya pada Nendra.

"Sembarangan kamu. Kamu masih lurus kan Hen?" Nesya mengangkat sebelah alis memandang curiga pada Hendri.

"Astaghfirullah! Aku masih suka yang cantik mulus ya Mbak, bukan yang kekar apalagi brewokan." Hendri bersungut menjawab pertanyaan Nesya.

"Hahaha... Gitu aja pakai sewot jawabnya. Biasa aja dong kalo emang nggak." Nesya tertawa sambil menepuk pundak Hendri saat menanggapi sepupunya ini.

"Cantik.. "

Sebuah gumaman namun masih bisa terdengar ditelinga Nesya, membuat Nesya terpaku dan menatap pada si pemilik suara. Dia yakin tadi tidak salah dengar, Nendra mengatakan kata cantik. Nendra yang tanpa sadar mengucapkan kata tersebut langsung salah tingkah memalingkan wajah dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika Nesya berhenti tertawa dan melihat kearahnya.

♥️♥️♥️

Cinta Tanpa Syarat (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang