⚠️15+ Area! Bullying - mental disorders - harsh words - blood - some crimes are here - please be smart !
____________
Tentang Zivana dan Samahita-si pencinta teh dan si mantan mafia yang doyan nyimpen susu cokelat dalam botol amer-dua orang dengan p...
Oke sesuai janji bakal up lagi. Seharusnya dr kmren udh bisa up, cuma aku mager banget ngecek. Ini klo ga diteror aing bolos up lagi nih.
Oke siapkan hatii kalian ...
Jangan lupa vote dan komen yah yorobundil
~ selamat membaca ~
Chap 19| Tengah Malam dan Candaan Semesta
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Semesta kalau bercanda suka tidak tahu diri. Apalagi soal kasih kejutan. Dia jago dari yang paling jago. Lega dibiarkan mampir sebentar, khawatir dibirkan menetap. Lagian salah saya juga.” —Samahita
1 jam yang lalu ...
Semesta coba kasih konspirasi yang membuat Samahita jengah setengah mati. Sumpah, dia tidak ingin bertemu Naraya. Tapi dalam perjalanan pulang ke rumah, dia menangkap sosok Naraya yang terkulai lesu di pinggir trotoar—habis mengalami kecelakaan ringan.
Naraya menolak dibawa ke rumah sakit sehingga dia meminta Samahita mengantarnya ke apartemen dan iya, dengan sisa sayangnya pada Naraya berhasil menurunkan egonya untuk mengiyakan permintaan Naraya.
“Saya pulang.” Setelah mengobati dan menunggu Naraya bangun berjam-jam di kamarnya.
Naraya meraih tangan Samahita. Dia menggeleng lemah. Meminta Samahita untuk tidak pergi dan tetap menemaninya.
“Saya sudah punya istri. Apa cincin ini masih kurang jelas?”
“Iya aku tahu, lagian itu cuma cincin. Yang penting—” Naraya menunjuk dada Samahita.“Ini, hati kamu. Tidak ada cinta untuk gadis itu, kan?”
Samahita memejam dan menghembuskan napas lelah. “Apa Ben mencampakkanmu?”
“Tidak, Sam Aku dan Ben—”
“Dua orang dewasa, di dalam apartemen. Alkohol. Semalaman. Berkali-kali,” potong Samahita. Mengeja momen menyakitkan itu membuat perasaannya kembali dijalari rasa pedih.
“Sam, tidak ada yang terjadi. Aku dan Ben tidak ada—”
“Sampai kapan terus berkilah? Saya tahu. Semuanya. Ben juga sudah mengakui.” Samahita tergelak sebentar.
“Berbulan-bulan suntuk saya memikirkan kenapa kamu mengkhianati saya, menjalin hubungan dengan abang saya sendiri—” Samahita menggantung ucapannya, sebenarnya dia malas mengatakan ini karena itu sama saja dengan dia membuka perekat luka yang susah payah dia pasang.
“Kamu, mencari sesuatu yang tidak kamu dapatkan dari saya. Iya, kan? Katakan pada saya, apa yang tidak bisa kamu dapatkan dari saya tapi kamu temukan pada Bennedict? Tidur bersamanya?” lanjut Samahita dengan wajah pias. Dia benci mengatakan ini, sungguh.