⚠️15+ Area! Bullying - mental disorders - harsh words - blood - some crimes are here - please be smart !
____________
Tentang Zivana dan Samahita-si pencinta teh dan si mantan mafia yang doyan nyimpen susu cokelat dalam botol amer-dua orang dengan p...
⚠️⚠️⚠️ Hola, aku menyapa di awal saja. Part ini sangat panjang, penting, jadi cermati banget yahh.
Btw untuk update selanjutnya akan aku umumkan di ig, jadi bagi kalian yang belum follow yuk di follow dulu.
Catatan.radiobodol
Di sana aku sering spill teori-teori yang berkaitan dengan cerita ini. Buat yang bingung, penasaran, dan pengin tahu makanya follow.
Jangan lupa vote, komen, dan share yah.
Selamat membaca ....
Chap 11| Duka Dari Abinawa
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Abinawa, pengusaha terkaya se Asia ditemukan tewas dalam pesawat saat melakukan perjalanan bisnis pulang ke Indonesia. Tewasnya Abinawa diduga karena serangan jantung. Polisi masih menyelidiki penyebab pasti kematian Abinawa.
Berita terkini kasus kematian Abinawa; Berdasarkan hasil otopsi ditemukan sejumlah kecil sianida. Abinawa diduga menjadi korban pembunuhan berencana. Polisi masih menyelidiki sejumlah saksi terkait kasus pembunuhan Abinawa.
Asisten Abinawa ditetapkan sebagai tersangka setelah menyerahkan diri ke kantor polisi.
Setelah membaca berteret artikel dalam ponselnya, Samahita melempar benda pipih itu ke sembarang arah.
Prank ...
Pecah berderai ke atas lantai. Korelasi dengan apa yang terasa pada soonggok hatinya saat ini—hancur berkeping-keping. Rahangnya mengeras dengan wajah berangsur merah.
Maret berduka ...
Maret tahun ini kembali menyerukan berita kematian yang datang dari ayahnya—Abinawa—satu-satunya orang yang dia benci setengah mati sekaligus dia sayangi sepenuh hati—kenyataan pahit yang langsung menambatkan luka maha dahsyat dalam hatinya.
Dia pikir kehilangan Abinawa tidak akan menyiksa perasaannya sehebat ini. Ternyata salah, sama seperti kematian ibunya dan Nan Akash bertahun silam, di bulan yang sama. Sakitnya pun sama.
Samahita terus memukul dadanya yang memikul sesak begitu banyak. Sesak itu enggan tumpah, justru tersumbat sampai rasanya sulit bernapas. Seberunjung kenang manis yang dia tabung semasa kecil bersama ayahnya terputar otomatis dalam kepala.
Samahita duduk meringkuk di sudut kamar yang sedikit gelap—hanya digenangi oleh sisa cahaya matahari siang menuju petang yang menyusup dari sela tirai jendelanya—dia masih mengenakan setelan jas hitam di mana dalaman kemejanya dijejaki tanah merah—sehabis menghantarkan ayahnya ke peristirahatan terakhir.
Samahita cukup terkejut mendapati pemakaman ayahnya dihadiri banyak orang termasuk anak-anak pesantren, panti asuhan, pedagang kaki lima, pesapon jalan, ojol sampai ibu-ibu panti jompo, namun rasa terkejut bercampur heran itu langsung menemukan jawabannya. Semasa hidupnya Abinawa banyak melarikan uangnya untuk membangun masjid, pesantren, yayasan sekolah, panti asuhan, dan kegiatan amal lainnya—tak heran jika kematiannya dirayakan oleh orang-orang baik.