Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

Prolog

142K 8.2K 551
                                    

Setelah berhasil mem-blow rambut panjangnya yang sudah jauh melewati bahu tanpa telat ke kantor, Sairish keluar dari kamarnya. Make-up sudah rapi, walaupun di kantor ia akan kembali memeriksanya. Blus sewarna avocado dan rok A-line hitam menjadi pilihannya hari ini.

Satu tangannya menjinjing tas sementara tangan yang lain menenteng sepatu. Ia melirik ke arah pintu di sebelah kamarnya yang juga baru saja terbuka, menampakkan sesosok pria yang melangkah keluar dari sana, sudah rapi dengan kemeja putih serta jas dan tas kerja yang dijinjing di tangan kanan, lengkap dengan sepatunya yang hitam mengilat.

Akala, pria itu memang punya jadwal kegiatan pagi yang lebih teratur dibandingkan dengan Sairish.

Keduanya sempat bertukar tatap sebelum Akala menuruni anak tangga, berlalu begitu saja, meninggalkan Sairish yang kini tengah duduk di sofa ruang televisi sembari mengenakan sepatunya.

"Pagi." Akala sampai di meja makan lebih dulu dan menyapa Sima yang tengah disuapi nasi goreng oleh Mbak Laras, pengasuhnya.

"Pagi, Handa," balas Sima. Gadis kecil berusia enam tahun yang sudah siap dengan seragam sekolahnya itu menyengir sampai matanya hampir hilang ketika melihat Akala duduk di hadapannya. "Handa mau sarapan? Nasi goreng bikinan Bude Yun enak lho, Ima sampai nambah."

Sairish menyusul kemudian, mencium singkat pelipis Sima sebelum ikut duduk di sisinya. "Pagi, Sayang," sapanya. Sementara, ia hanya menatap pria yang duduk di seberangnya. Pria yang kini tengah menatap serius layar i-Pad di tangan, dengan rambut belah samping yang rapi. Rahang tegasnya sesekali bergerak, dengan alis tebal yang agak mengerut, ia mendekatkan layar i-Pad-nya saat menemukan—mungkin—sesuatu yang serius menyangkut pekerjaannya.

"Pagi, Bun." Sima kembali menyengir. Rambut sebahunya yang ikal bergerak-gerak saat menyambut Sairish di sisinya. "Bun, Handa mau sarapan sama kita. Iya kan, Nda?" tanyanya.

Akala yang masih sibuk dengan i-Pad-nya hanya menggeleng. "Nggak, Ima," gumamnya kemudian. "Handa ada meeting pagi ini." Pria itu menyimpan i-Pad-nya ke dalam tas kerja, lalu bangkit dari kursi, meminum segelas air putih yang disediakan oleh Bude Yun untuknya.

"Tapi, Handa, Ima mau kasih lihat gambar, sebentar aja."

"Nanti malam. Oke? Handa berangkat." Pria itu menghampiri Sima, mencium keningnya. Memberikan senyum singkat yang menampakkan lesung pipinya. Lalu pergi.

Tanpa pamit pada Sairish? Tentu saja. Seperti biasa.

Memangnya, sikap apa yang diharapkan dari sepasang suami istri yang sudah pisah kamar selama hampir dua tahun? Mencium kening di pagi hari sebelum pamit berangkat ke kantor? Menggelikan sekali. Mereka melakukan hal itu terakhir kali ... sekitar tiga tahun yang lalu.

Bahkan, orang yang dinamakan pasangan hidup itu, tak ayal berubah menjadi orang asing untuk saat ini. Selain tentang Sima—anak perempuan mereka yang baru saja masuk sekolah dasar, keduanya tidak punya urusan apa-apa lagi.

***

7th AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang