Chap 07| Abinawa Junior Bersaudara

12.1K 986 349
                                    

Chap 07| Abinawa Junior Bersaudara

Per yang bersarang dalam badan sofa memekik nyaring lantaran menjadi tempat atas pergelutan sengit antara Abinawa junior—Rafael Bumantara Abinawa dan Cahyono Pramudya Abinawa—dua spesies makhluk hidup yang tidak pernah akur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Per yang bersarang dalam badan sofa memekik nyaring lantaran menjadi tempat atas pergelutan sengit antara Abinawa junior—Rafael Bumantara Abinawa dan Cahyono Pramudya Abinawa—dua spesies makhluk hidup yang tidak pernah akur.

kedua makhluk itu terus bergelut bak cacing kepanasan—yang satu sibuk menggelitiki bagian perut adiknya—yang adiknya sibuk misuh-misuh. Kegiatan itu terus berlangsung sampai salah satu diantaranya memilih untuk rehat sejenak.

“Goblok, nyokap kok di tanah. Itu nyokap apa ubi jalar! Hahaha ...,” cibir Rafael—lelaki berkulit tan dengan rambut sedikit ikal. Tawanya yang menyembur lantang lengkap dengan wajah jumawa sudah mengangkat penuh emosi Cahyo.

“Sadar dong babi! Nyokap lo itu juga udah ketanem di tanah! Sama-sama piatu kaga usah nyolot. Gue sentil burung lo pake garpu rumput mau?!” protes Cahyo naik pitam.

Kulit seputih tepung milik Cahyo langsung memerah bak kepiting rebus saos Padang—menahan emosi yang merangsek karena saudara se ayah beda ibu macam Rafael ini benar-benar bikin ngelus dada.

“Yeu, emak gue ditanem di tanah nggak pake gelar lounthe kayak emak lo yah Yono!” sahut Rafael tak mau kalah.

“Apa bedanya sama emak lo kroto?! Emak lo itu friend with benefitnya ayah. Asal lo tahu, lo itu berasal dari sperma yang khilaf kebentuk zigot. Lo itu nggak diinginkan. Gue yakin banget ayah sebenernya nggak prediksi kalo salah satu spermanya bakal bertahan senyolot itu buat jadi orok terus lahir ke dunia yang bikin susah sejagat raya!” cerocos Cahyo dengan ludah yang muncrat sana muncrat sini.

Dengan legowo Rafael mengenyahkan saliva cahyo yang menempel di wajah tampannya menggunakan ujung kaos Cahyo yang sontak membuat isi kaos tersebut debut—perut seksi yang dihiasi roti sobek berjumlah enam buah.

“Pentil nenen gue kelihatan jancuk! Aurat, dosa!!!” murka Cahyo sambil menarik ujung kaosnya dari tangan Rafael. Kalau saja dia lupa Rafael lebih tua darinya maka dia akan menenggelamkan Rafael ke bundaran HI detik ini juga.

“Bodo amat! Eh iya, emak gue mah cantik, bodinya bagus, wle!” Rafael masih melanjutkan.

“Emang lo udah lihat? Orang pas lo brojol emak lo langsung dipanggil Yang Maha Kuasa. Hahaha ....”

“Peradaban udah maju casper cabang Senopati! Emak gue pernah mengabadikan paras cantiknya lewat kamera. Gue nyimpen fotonya, temennya ngasih ke gue. Emangnya elo anak yang nggak dianggep. Harusnya lo terima kasih sama ayah, karena udah ngelarang emak lo aborsi.”

Percayalah semua dialog itu adalah bentuk jokes mereka, meski terdengar bergitu sarkas dan terlihat begitu gelap. Mereka tetap memiliki kasih sayang satu sama lain. Seperti semboyan yang Abinawa tanamkan pada ketujuh putranya tercinta, “Walaupun berbeda-beda rahim tetapi tetap satu jua.

Tentang Kita; Yuanfen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang