Chap 06| Rahasia Raja

11.6K 1K 207
                                    

Perlu disematkan di awal kayaknya wkwk. Jangan lupa vomen yah guys.

Sejauh ini gimana sih menurut klen ceritanya? Jan silent ae dund, aku jadi makin overthinking nich.

Untuk update selanjutnya mungkin akan selow yah guys.

Selamat membaca ^^

Now playing-Ini Aku-Devano Danendra (pas sama part ini)

Chap 06| Rahasia Raja

Sesuai ramalan cuaca, malam ini hujan bercurah deras kembali mengguyur Cangkareng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai ramalan cuaca, malam ini hujan bercurah deras kembali mengguyur Cangkareng. Dalam sepetak ruang sempit-yang beberapa bagian dindingnya dilahap jamur karena lembab—dan di bawah temaram lampu kamar yang redup, Zivana memukul dadanya kuat-kuat. Hujan pertama di Maret pertengahan tahun ini kembali membawa potongan-potongan dari peristiwa menyakitkan yang dialaminya saat kepergian ayahnya.

“Sakit!” rancaunya sambil terus memukul dada dan kepala berkali-kali seperti orang yang hilang atmanya.

“Ayah tolong aku!!!” pekiknya tertahan.

“Jangan, tolong!!! Ampun!!!”

Potongan peristiwa itu berputar acak dalam tempo cepat. Pening langsung mendera kepalanya yang penuh. Dia terus menjerit tertahan. Memejamkan mata dan menutup telinga agar suara hujan yang ribut berhenti mengecap rongga telinganya.

Lima belas menit dia bertahan dengan posisi seperti ini; merancau, memukul kepala berkali-kali, meringkuk sambil menutup telinga dengan wajah pucat pasi serta air mata yang tumpah ruah.

Hujan mulai mereda, menyisakan gerimis yang membawa petrikor menyusup masuk dari sela jendela kamarnya. Zivana perlahan membuka mata. Pandangannya masih mengabur sebab selaput air mata masih bertengger di sana. Dia mengisi paru-parunya dengan udara—berusaha menetralisir debaran jantung yang bekerja tak normal. Saat dadanya mengempis, dia kembali tersentak kala suara ketukan pintu bergaung nyaring.

Sebelum beranjak untuk melihat siapa tamu yang bertandang malam-malam begini, Zivana menyeka sisa air matanya dengan punggung telapak tangan kanan. Kakinya masih terasa lemas sebab sisa-sisa traumanya pada hujan belum beringsut sepenuhnya.

Seusai dia membuka kunci dan menarik tuas pintu, pemandangan Raja dengan rambut basah dan penampilan yang kacau menyambut netra cokelat madunya—ada sobekan kecil di pelipis kiri dan sudut bibir yang dialiri cairan eritrosit. Zivana menurunkan pandangan ke bawah, ke arah tangan mulus Raja yang terbungkus darah—sudah sedikit membeku.

“Raja! Apa yang terjadi?!”

Alih-alih menjawab, lelaki berkemeja kotak-kotak itu malah menangkup kedua pipi Zivana yang masih dijejaki air mata. “Sakit banget yah Praya pas turun hujan? Maaf gue terlambat datang,” katanya lalu memeluk Zivana seerat mungkin—seolah itu adalah pelukan terakhir yang bisa dia rasakan.

Tentang Kita; Yuanfen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang