PART 11

955 92 9
                                    

Author Pov.

"Sungguh sebuah kejutan."

Suara bariton terdengar dekat di belakang Zayya, Zayya berbalik dan betapa terkejutnya ia saat wajahnya nyaris membentur dada bidang yang basah dan telanjang. Tunggu, telanjang? Zayya mengerjap meyakinkan penglihatanya setelah yakin Zayya mundur dengan cepat. Tatapan Zayya naik ke wajah Owen yang juga basah.

"Di..dimana bajumu?" Gumam Zayya, ia tidak berani melihat ke bagian bawah tubuh Owen, takut bagian bawah tubuh pria itu sama seperti bagian atasnya.

Owen tersenyum miring, di tanganya ada handuk kecil lalu ia gunakan untuk menggosok rambut basahnya.

"Aku baru saja mandi," Sahut Owen dan melempar handuk ke ranjang. Ia menatap intens Zayya.

"Tenang Sayang, aku tidak telanjang." Owen berkata benar, tapi ia hanya mengenakan handuk berwarna putih yang menggantung rendah di pinggulnya.

Zayya berdeham, ia tersenyum kikuk.

"Jadi saat turun tadi kau belum mandi?"

Owen menyeringai.

"Sudah. Aku mandi lagi karena gerah melihatmu bersama duda itu."

Zayya tersentak, duda itu pasti Matthew. Oh kenapa Owen sangat jujur tentang keadaannya saat ini?. Benak Zayya bertanya-tanya.

Owen melangkah ke arah ranjang, di sana tergeletakan pakaianya.

"Kenapa kau kemari?"

Zayya meringis pelan mendengar nada ketus Owen, pria itu pasti kesal.

"Membujukmu untuk sarapan."

Owen membawa bajunya ke hadapan Zayya, masih dengan bertelanjang dada ia tersenyum.

"Manis sekali dirimu,"

"Hans memintaku untuk menemuimu."

Erangan tertahan terdengar kemudian.

"Ya Tuhan! Setiap kali kau menemuiku selalu atas permintaan Hans. Kenapa kau selalu mendengarkan Hans? Kapan kau akan mendengarkan dirimu sendiri untuk menemuiku?" Keluh Owen.

"Aku--"

Owen melempar bajunya kembali ke ranjang kemudian menghampiri Zayya, mencengkram kedua lengan gadis itu.

"Dengar Sayang, tadinya aku sangat senang kau kemari tapi sekarang aku kesal! Kau selalu mendengarkan Hans, meski pun aku senang karena itu membuatmu menemuiku tapi aku ingin kau datang padaku karena keinginanmu sendiri!"

Jarak sudah tidak Owen pedulikan lagi saat ini. Sementara Zayya berusaha tenang, mereka sangat dekat.

"Tapi aku tidak pernah menolak untuk menemuimu." Cicit Zayya. Mimik wajah Owen melembut, tanganya beralih menangkup wajah Zayya.

"Kau benar tapi aku tidak akan turun sebelum duda itu pergi!"

Keberadaan tangan Owen di wajah Zayya membuat Zayya diserang perasaanya nyaman dan gugup. Nyaman karena tangkupan itu begitu lembut penuh kasih sayang dan gugup karena ia tidak pernah di perlakukan seperti itu oleh seorang pria. Zayya menyentuh kedua tangan Owen di wajahnya, menurunkanya pelan seraya tersenyum.

"Kau tidak bisa seperti itu,"

Owen menunduk hampir membiarkan puncak hidung mereka bersentuhan.

"Kenapa tidak? Kau harus tahu sejak malam itu aku muak melihatnya. Dia menyentuhmu, aku tidak senang melihat apa yang ku sukai di sentuh orang lain."

Ya Zayya tahu dan malam itu Owen pun mengungkapkannya. Tapi Zayya tidak ingin membahas itu, bukan itu maksud kedatangan Zayya. Owen boleh saja menyukainya tapi Zayya bingung apa yang membuat pria seperti Owen menyukai wanita seperti dirinya? Sejauh ini Zayya merasa dirinya tidak pernah bertingkah menggoda Owen tapi pria itu tergoda padanya. Memikirkan itu membuat Zayya menggelang pelan, gerakan itu membuat puncak hidung mereka bergesekan.

Zayya terkejut dan menarik kepalanya tapi Owen meletakan tanganya di belakang kepala Zayya, menahan Zayya tetap dekat dengannya.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Owen pelan.

Tenggorokan Zayya sakit karena menelan salivanya yang getir. Hawa tubuh Owen panas di sekeliling Zayya, nafas pria itu membagi ke mulut Zayya.

"Katakan Sayang atau ku cium kau sampai menyerah." Itu adalah kalimat pelan yang mengancam.

"Aku..." Zayya tidak mungkin jujur, ia masih belum siap menentukan bagaimana perasaanya sendiri kepada Owen sedangkan pria itu sudah mengakuinya.

Zayya menunduk pelan membiarkan bibir Owen terseret dari tulang hidungnya sampai ke keningnya. Owen tidak lagi menahan kepalanya, nafas hangat Owen berhembus di atas kepalanya.

"Aku memikirkan bagaimana caranya agar kau turun dan sarapan."

Ya Tuhan. Owen mengerang pelan, tadi ia nyaris saja mencium Zayya dan saat ini karena gerakan Zayya posisi bibirnya ada di kening gadis itu. Manis sekali posisi mereka saat ini, jika Owen ingin lebih ia pasti bisa mendapatkannya. Tapi ia tahu bagaimana kondisi Zayya saat ini, tubuh gadis itu memang meresponnya tapi tidak dengan pikirannya.

"Aku akan turun," Owen memilih kalah, ia mengecup kening Zayya.

Zayya tersenyum, mendongak menatap Owen.

"Terima kasih, ayo." Zayya berjalan mengambil pakaian Owen dan menyerahkanya.

"Tunggu Zayya." Owen menggenggam tangan Zayya ketika Zayya akan berajak darinya. Zayya menatap bingung.

"Aku serius dengan ucapanku di malam pesta itu dan beberapa menit tadi. Aku menyukaimu."

Zayya tersenyum, ia mengusap tangan Owen yang menggenggam tangannya.

"Aku tidak keberatan kau menyukaiku tapi kita akan membahasnya nanti, kau harus makan sebelum perutmu berdemo. Pakai bajumu."

Owen mengerang gemas.

"Kau hanya perlu mengatakan kau juga menyukaiku!"

"Itu tidak akan cukup." Zayya menarik tangannya dan berjalan keluar melewati pintu kamar Owen. Owen tersenyum kecil, yeah benar, tidak akan cukup. Sambil terkekeh menyadari ia yang konyol dan Zayya yang mulai misterius, Owen mengikuti Zayya sampai ia berhasil berjalan di sisi Zayya. Mereka menuruni tangga bersama, Owen melihat kursi miliknya kosong dan Matthew berdiri di antara anak-anaknya yang nampak cerewet. Owen menyeringai, ketika sampai di meja makan Owen segera menyingkirkan piring Matthew dan dengan santai Owen duduk tanpa mempedulikan tatapan heran Matthew padanya. Tatapan membunuh Becca pun tidak ia pedulikan sementara Hans menatapnya dengan tatapan mendukung. Zayya di sisinya tidak bisa berbuat apa-apa, gadis itu hanya menatap tidak percaya padanya.

"Aku lapar dan ini tempat dudukku."

Becca mengerang.

"Tapi Matthew sudah lebih dulu duduk---"

"Kau lihat? Dia tidak akan duduk lagi anak-anaknya membutuhkan dirinya." Sergah Owen santai.

"Kau--"

Usapan lembut Hans di pundak Becca membuat Becca terdiam. Ia menarik nafas dan menghembuskanya tajam seraya menatap tidak bersahabat kepada Owen. Owen tersenyum tampan seraya mengangkat gelas dan mengedipkan sebelah matanya.

******************************

UP!!!!

Semoga sukaaaa jangan lupa vomenttt.

See u 😙😘😚

VANILLA TWILIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang