Radio #11: Kita Kala Itu

227 86 9
                                    

Kepada gadis tiga pagi, aku undang kau menikmati sunyi
Menikmati malam sepi dari sudut jarum sembilan sekali lagi
Ini bukan lagi tentang suram yang kau kenal akrab selama ini
Namun tentang setitik warna yang akan kuberi
Untuk menyudahi segala semu yang kau sebut sepi

103, 1 Romanseu FM

"Kopi paling istimewa untuk Adek bohongan tercantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kopi paling istimewa untuk Adek bohongan tercantik."

Saffa dan Arya masih terjebak dalam kebisuan ketika Jeff datang dengan secangkir kopi juga teh chamomile yang mengepulkan asap tipis. Jeff mengernyit ketika tidak ada satupun dari mereka yang menjawab ucapannya, "ini...kalian mau quality time atau gue boleh duduk sini juga?"

"Boleh kok kak, duduk aja."

"Ouhhh...makasih, sweety." Jeff meletakkan dua cangkir yang dia bawa di atas meja, dekat dengan lengan Saffa, sebelum kemudian menarik kursi.

"Bedanya sama kopi biasa apa?"

"Kafeinnya lebih banyak."

"Yah, salah waktu dong kak. Harusnya ini itu diminumnya pas sore atau malam-malam. Siang bolong begini nggak asik dong." Saffa mencibir. "Gue nggak butuh asupan kafein lebih, soalnya emang lagi nggak niat ngalong malam ini."

"Ini nih yang lo nggak ngerti. Kafein itu bukan hanya buat bantu orang begadang, tapi juga-"

"Membakar lemak, anti depresi, meningkatkan daya ingat dan kewaspadaan. Perut bawah lo kelebihan lemak, cocok kalau minum gituan." Bukan Jeff, tapi Arya yang bilang begitu sambil mengarahkan telunjuknya pada perut Saffa.

"Enak aja! Tau dari mana kalau gue kelebihan lemak?!"

"Baju tidur tosca yang lo pakai tadi celananya lumayan ketat, dan entah apa maksut lo masukin baju kedalam celana sampai mirip Jojon kayak tadi, tapi yang jelas, bodi lo kelihatan banget. Untungnya gue cowok baik-baik." Arya menjawab enteng.

"W-wah..., ngena banget kata-kata lo. But, itu nggak begitu penting buat gue." Jeff mengalihkan pandangannya pada Saffa yang tengah menyeruput pelan kopinya. "Ada satu lagi yang beda dari kopi ini."

"Apa?"

"Harganya dua kali lipat harga yang biasa."

Saffa, yang baru saja menyesap kopinya sedikit sontak langsung tersedak. Harga kopi biasa di Eirene saja sudah mampu membuat Saffa mengelus dada, apalagi yang dua kali lipat? Memang harga kopi di kafe Jeff tidak semahal itu, at least tidak semahal kopi di Starbucks, tapi tetap saja mahal bagi mahasiswa dengan uang yang hanya cair sebulan sekali. Saffa mungkin bisa dihitung sebagai anak sultan, tapi tetap saja papinya memperlakukan Saffa layaknya anak-anak biasa. Uang bulanan nya standart, tidak ada kendaraan pribadi, atau antar jemput sopir. Jadi sudah jelas, pengakuan Jeff barusan langsung berhasil membikin Saffa terkejut.

"Saf! Kena baju gue kan!!"

"Gampang, tinggal di cuci."

"Baju gue yang ini itu beda Katsaffaaa...ini tuh dibeliin mantan waktu masih di LA!"

Radio RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang