Alle pun mengangguk mengiyakan. "Boleh, tapi gak gratis." jawab Alle enteng.

Arland seketika berdecih. "Mau apa lo?"

"Selama jam pelajaran berlangsung sampai akhir lo gak boleh bolos. Sekalipun itu izin, lo gak boleh." ujar Alle tersenyum seraya bersedekap.

"Lo gila?!" gertak Arland menggeretakkan giginya.

"Itu penawaran, atau mau diganti hukuman aja?" ujar Alle mengetuk-ngetukan jarinya ke dagu.

"Buka!" bentak Arland

Alle pun mengangguk dan membukakan pagar itu. Dan seketika juga Arland masuk menyelonong. Laki-laki itu membiarkan mobilnya terparkir disana, nanti juga ada yang memasukannya ke dalam parkiran.

"Hukuman atau penawaran gue? Lo tinggal pilih." kata Alle menghalangi jalan Arland.

Jika bukan karna Bu Murti yang meminta ia juga tidak mau. Arland memang sudah kebal dengan segala hukuman, maka kali ini ia ditugaskan untuk memberikan hukuman yang lebih baik dari sebelumnya. Yaitu, mengikuti semua jam pelajaran. Dan, itupun Ayahnya Arland yang meminta kepada Bu Murti sendiri.

"Lo kayanya dendam banget ya sama gue? Atau gegara gue ngusir lo kemarin?" ujar Arland melipat tangan didada.

Alle melotot seketika. "Ini gak ada hubungannya sama kemarin!" sergah Alle langsung. Jika mengingat ulang, ia memang kesal. Dan, dengan cara ini ia bisa sekaligus membalaskan kekesalannya.

"Terus kenapa lo ngotot pengen hukum gue?"

Alle sontak saja tertawa geli. "Lo salah bego! Udah telat, pake mau nyogok satpam lagi dan itu udah jadi kesalahan fatal buat lo!" kata Alle mencecar.

"Bodo! Gue gak--

"Silahkan kalau gak mau. Surat panggilan akan melayang sekarang juga." ancam Alle serius.

Arland seketika menahan esmosinya yang sudah membuncah sampai ke ubun-ubun. "Licik!" geram Arland tertahan. Ia masih ingat perkataan sang ayah. Jika sekali lagi ia membuat masalah dan dengan adanya surat panggilan dari sekolah, ia tidak segan-segan dipindahkan ke Jerman detik itu juga.

"Lo yang mulai semuanya." kata Alle menyahut santai.

Arland maju, merunduk menjajarkan wajahnya ke depan gadis yang menurutnya paling menyebalkan dari yang lainnya. "Kalau gue bisa turutin semuanya, lo bisa apa?" bisik Arland dengan geraman yang tertahan.

Alle berusaha menahan diri agar tidak gugup. Sial, namun badannya malah bereaksi berlebihan. "Apapun," jawab Alle refleks. Setidaknya, ia bisa membuktikan ke guru bk bahwa ia berhasil menangani cowok menyebalkan ini untuk tidak berbuat masalah lagi.

Arland mengangguk paham. Ia sama sekali tidak menarik wajahnya sehingga masih sejajar dengan Alle. "Oke, gue tunggu saat gue panggil lo kapan aja," kata Arland sinis kemudian menarik wajahnya. Barulah Alle bisa bernafas lega.

"Maksud lo? Gue jadi babu lo, gitu?" cecar Alle tidak terima.

Laki-laki itu malah menyunggikan senyum miringnya. "Itukan yang lo mau? Gue nurut, lo juga harus nurut sama gue." ujar Arland menatap Alle santai. Ini, kali pertamanya ia berhasil berdebat dengan ketua osis paling menyebalkan itu.

"Gak!"

"Yaudah gue bolos aja," sahut Arland berniat berjalan ke belakang sekolah.

"Kok lo ngancem?!" ketus Alle menahan rasa kesalnya.

"Yang ngancem duluan kan lo, gue cuma minta hadiah dari hukuman gue selama pembelajaran. Salah?" kata Arland dengan santainya.

Alle mati-matian agar tidak mengeluarkan umpatan-umpatan mutiara yang tertahan ditenggorokannya. "Fine! Tapi inget, satu jam pelajaran aja lo bolos, semuanya batal!"

My BadBoy In Sweet ✔️[SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now