Surat 3 Untuk Ibu

12 2 0
                                    

Agustus 2019

Selamat sore

Surat ini aku tulis sewaktu perjalanan pulang. Di atas kapal laut penyeberangan antar pulau. Kali ini aku tidak sendiri, aku pulang ditemani teman dan suasana laut yang ternyata begitu damai. Oh iya surat ini tidak akanku kirim, tapi akan aku ANTAR bersama dengan surat undangan wisudaku.

Setelah 2 tahun pergi dan tidak pulang, sekarang mungkin aku sedang pulang. Mmmm, sebenar-benarnya pulang, mungkin. Ternyata pergi sendirian itu mendewasakan, Terimakasih sudah memberikan izin. Banyak hal yang mengubah dan sekarang aku sadar ternyata setiap orang punya caranya sendiri untuk berkasih sayang.

Jika diingat kembali ternyata banyak hal yang ibu korbankan. Seperti kayu bakar yang merelakan dirinya untuk membuat kehangatan di tengah gelapnya malam. Mungkin itu adalah metafora yang dapat menggambarkan sosok Ibu. Ibu yang rela mengorbankan kepentingan pribadi untuk kebahagiaan anak-anaknya. Berusaha menjadi tempat ternyaman untuk anaknya bercerita tentang keluh kesah. Padahal jika dibandingkan beban sang anak jauh lebih ringan dari pada yang ibu pikul. Perhatian tulus yang diberikan yang kadang ditanggapi tak elok oleh sang anak tapi tetap berlapang dada.

Ibu berusaha mengasihi dengan caramu, walau berbeda dengan biasanya. Maaf karena aku terlambat menyadarinya. Sekarang aku sudah melewati sedikit dari fase kehidupan, setidaknya sekarang aku sedikit lebih dewasa dalam menilai. Ohh iya jangan lupa datang di acara wisudaku nanti tanggal 28 september 2019. Kalau ibu bisa datang aku akan senang, tapi kalaupun tidak bisa karena keadaan aku juga akan tetap senang.

Maaf juga atas jarak yang sekarang aku buat ini, pergi merantau ke tempat yang jauh dan tidak pulang lebih dari 2 tahun yang sengaja aku buat untuk aku belajar tentang arti rasa rindu dan memupuk rasa sayang.

Aku akhiri surat ini dengan ucapan

Terimakasih dan maaf untuk semuanya.

Dari anak kedua

Kotak SuratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang