Dia Jumardi

92.7K 12.9K 852
                                    


Sepanjang hidupnya, Adel belum pernah menemukan seseorang yang tidak tahu malu melebihi pria dihadapannya itu. Padahal sudah jelas pria itu melakukan kesalahan dan sudah sangat jelas Adel dengan kasar memintanya untuk tidak lagi muncul di hadapannya apalagi ikut campur dalam kehidupannya. Mungkin Adel lupa sedang berurusan dengan siapa. Marchelino Feraz Harianto,  pewaris perusahaan sukses di Indonesia? Bukan.

Dia Jumardi.

Pria norak, keras kepala, dan tidak tahu malu. Sekeras apapun Adel memperlakukannya, pria itu akan tetap kembali dengan senyuman di bibir. Tak sedikitpun mengacuhkan sikap kasar Adel, pria itu tetap kembali.

Padahal Adel tidak main-main saat mengucapkan ancaman agar pria itu tidak lagi mengusiknya. Adel terlanjur kecewa dengan pria itu. Tentang kebohongannya dan semua hal yang membuat Adel sakit hati. Mengingat hal itu, Adel refleks melirik kedua tangan Jack yang masih bertengger di meja kerjanya. Adel tanpa sadar mendengus sinis.

Tidak ada cincin di sana.

Ternyata begini cara bermain mantan ojek onlinenya itu. Menutupi status hubungan dengan perempuan lain untuk mendekatinya. Tiba-tiba debaran yang semula mendominasi hatinya berubah memanas dan sesak. Ada kemarahan dan juga kecewa yang kembali bergejolak.

Adel menghembuskan nafas yang tanpa sadar ia tahan sejak tadi. Sesaat ia sempat melihat Bondan yang menatapnya khawatir. Adel tersenyum tipis memberikan tatapan bersalah padanya sebelum memberanikan diri mendongak. Tatapan Adel berubah tajam, sama sekali tidak ada senyuman di sana.  Adel sempat melihat Jack tertegun menyadari perubahan mimik wajahnya. Namun ternyata pria itu tidak cukup peka untuk menjauh atau pria itu sengaja berlagak tidak tahu dan tetap diam tak bergeming.

Melihat Jack balas menatapnya dalam tanpa berniat memutus kontak mata membuat emosi Adel tanpa sadar perlahan melunak. Tatapannya yang semula tajam dan berapi-api kini meneduh seolah terhipnotis iris kecokelatan yang menatapnya lembut sejak tadi. Tangan Adel meremas pelan rok sepan selututnya, berusaha keras menyadarkan dirinya untuk segera mengalihkan wajah. Namun yang terjadi justru sebaliknya, gadis itu hanya diam tanpa sedikitpun berniat melepas tatapannya.

Mungkin benar, Adel memang telah jatuh dalam permainan Jack. Bahkan pria itu berhasil meruntuhkan pertahanan Adel untuk tidak pernah bergantung pada seorang pria. Kenyataannya, Adel kembali lengah. Adel benar-benar merindukan pria itu. Pria yang dengan seenaknya datang kemudian pergi di saat Adel tahu hidupnya tidak akan pernah sama tanpa kehadiran pria itu.

Lebih parahnya lagi, pria itu kembali dengan membawa kenyataan bahwa ia telah bertunangan atau mungkin menikah. Adel tidak tahu jelas mana yang lebih membuatnya merasa kecewa. Kenyataan pria itu menyembunyikan latar belakangnya atau cincin yang melekat di jari manis seorang gadis cantik yang kala itu menggandeng tangannya mesra.

Mengingat itu Adel sontak mengalihkan wajah, memutus paksa kontak mata yang sempat membuatnya mabuk. Menahan diri untuk tidak meluapkan kembali perasaan aneh itu. Adel sudah bersikeras membunuhnya, ia tidak butuh perasaan itu. Adel tidak butuh cinta atau perasaan apapun yang berhubungan dengan itu.

Tapi gagal.
Bagaimana bisa Adel merasa sakit hati dan rindu disaat yang bersamaan?

"Saya bisa pulang sendiri," ucap Adel setelah berhasil mengendalikan diri meski masih belum berani balas menatap lawan bicaranya.

Walaupun tidak melihat secara langsung, Adel dapat merasakan pergerakan tubuh Jack yang kini berdiri tegak, memandanginya dalam diam.

Menyadari tidak ada tanggapan Adel lanjut berbicara, "Saya sudah cukup dewasa untuk mengurus diri sendiri. Bapak tidak perlu ikut campur."

Sesuai Titik, Ya?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang