Chapter 19 - Give Up

Bắt đầu từ đầu
                                    

"Wae?" Tanya Hoshi tidak mengerti.

"Orang-orang selalu menatap aneh kepadaku. Ditambah lagi setelah memiliki mata biru ini, aku jadi bisa melihat orang-orang yang sudah mati. Mereka selalu menggangguku. Memintaku melakukan ini itu. Aku tidak suka."

Hoshi hanya diam dan mendengarkan dengan seksama apa yang sedang diceritakan oleh Wonwoo mengenai perasaannya. Ia tidak ingin menyela. Sepertinya Wonwoo merasa sangat tertekan dengan keadaannya saat ini. Ya, Hoshi bisa mengerti itu. Sangat mengerti. Karena pada awalnya Hoshi juga tidak bisa menerima dengan mudah apa yang sedang terjadi dengan dirinya.

Siapa yang tahu, nyatanya Hoshi pun pernah merasakan putus asa juga. Saat pertama kali rohnya keluar dari raganya, dan ketika ia melihat tubuhnya terbaring tidak berdaya dengan alat-alat kedokteran yang menempel. Hoshi merasa ia sudah mati sejak saat itu. Karena tidak ada yang menyadari keberadaannya dan tidak ada yang bisa melihatnya. Termasuk ibunya sendiri. Orang-orang hanya melihat Hoshi alias Soon Young yang terbaring koma akibat kecelakaan.

Namun, Hoshi mulai merasakan kembali adanya sebuah harapan setelah pertemuan pertamanya dengan Wonwoo beberapa waktu lalu. Wonwoo yang saat itu baru saja bangun dari koma, mengajaknya berbicara tanpa tahu bahwa Hoshi adalah roh. Ya, sejak saat itu lah Hoshi kembali memiliki harapan. Ia merasa Wonwoo dengan mata biru istimewanya itu, akan bisa membantu dan merubah takdirnya saat ini.

"Jadi, kau tidak suka bertemu denganku, ya?"

Wonwoo tersentak. Ia langsung bangkit ketika telinganya mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Hoshi itu. Menatap Hoshi dengan ekspresi yang menunjukkan bahwa ia tidak ada maksud untuk menyinggungnya. Hoshi yang mengerti arti tatapan itu pun tersenyum. Kemudian ia ikut bangun dari posisinya.

"Hoshi-ya, aku–"

"Aku mengerti, Wonwoo-ya. Aku tahu apa yang akan kau katakan. Kau pun tidak perlu meminta maaf, karena aku yang seharusnya melakukan itu. Maafkan aku jika kehadiranku membuatmu tidak nyaman." Hoshi mengatakan itu sembari menunduk. Membuat Wonwoo semakin tidak enak hati.

"Hoshi..."

"Aku hanya merasa kesepian. Saat tahu bahwa kau bisa melihatku, bahkan kau juga berbicara denganku, aku merasa sangat senang. Kau tahu? Aku merasa bahwa aku tidak sendirian lagi." Kata Hoshi yang tersenyum ke arah Wonwoo.

Wonwoo terdiam. Ia menangkap kesedihan mendalam yang kembali terpancar dari raut wajah tampan itu, meskipun Hoshi berbicara dengan bibir yang menyunggingkan senyum. Mata Wonwoo kembali berkilat, dan setetes air terjatuh dari pelupuk matanya.

"Maaf karena aku tidak bisa mengerti perasaanmu, Hoshi-ya. Aku–"

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu yang diketuk membuat Wonwoo tidak melanjutkan kalimatnya. Wonwoo dan Hoshi menoleh bersamaan ke arah pintu ketika terdengar suara Bibi Cha yang memanggil nama Wonwoo dari luar ruangan tersebut.

"Wonwoo-ya? Kau baik-baik saja, kan?"

Wonwoo menatap Hoshi, seolah sedang meminta izin untuk menjawab panggilan Bibi Cha. Hoshi yang ditatap seperti itu pun merasa tidak nyaman, ia mengatakan agar Wonwoo tidak menatapnya seperti itu dan memintanya untuk segera menjawab Bibi Cha.

Tanpa menunggu lama lagi, Wonwoo segera berjalan menuju pintu kamarnya. Terlihat jelas ketika pintu sudah terbuka dengan sempurna, Bibi Cha yang tampak begitu khawatir dengan keadaan Wonwoo.

"Jinjja gwaenchana, Wonwoo-ya?" Tanya Bibi Cha menarik kedua tangan Wonwoo dan menggenggamnya erat.

"Ne." Jawab Wonwoo mantap. Berharap Bibi Cha tidak khawatir lagi padanya.

"Hya, jangan membuat Bibi takut. Tiba-tiba diam dan murung. Jika ada apa-apa, langsung ceritakan saja. Arachi?" Bibi Cha mengusap puncak kepala pemuda yang jauh lebih tinggi darinya itu.

"Joesonghamnida. Maaf selalu membuat Bibi khawatir." Wonwoo langsung memeluk Bibi Cha. Mengeratkan pelukan itu untuk membuktikan bahwa ia sudah dalam keadaan baik-baik saja sekarang.

Sementara itu, di belakang Wonwoo dan Bibi Cha yang masih berpelukan, Hoshi tengah menatap mereka berdua dengan perasaan yang campur aduk. Marah, cemburu, sedih, kecewa. Semuanya berkecamuk di hati pemuda bernama belakang Kwon tersebut.

Perlahan, dengan langkah yang terlihat berat, Hoshi berangsur mundur. Seolah tidak ingin menganggu waktu bersama dari kedua orang yang ada di depannya saat ini. Seiring dengan langkah kakinya tersebut, samar-samar Hoshi pun perlahan menghilang. Hingga pada akhirnya, roh tersebut benar-benar lenyap dari ruangan itu tanpa ada yang mengetahuinya.








•••








Wonwoo sedang melamun di atas ayunan malam itu. Seolah seperti tidak merasakan samar-samar angin yang terasa dingin saat itu, Wonwoo tetap berdiam diri di sana. Otaknya tengah berkecamuk memikirkan berbagai macam hal. Berulang kali terdengar ia mendesah frustrasi.

"Hya, jika ibuku tahu kau di luar seperti ini, pasti dia akan memarahimu." Celetuk Hoshi yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Wonwoo. Ia lalu berjalan dan kemudian duduk bersila di tanah bersandar pada batang pohon besar, di mana ayunan yang digunakan Wonwoo saat ini tergantung di pohon yang sama.

Wonwoo hanya melirik sekilas pada Hoshi, menghembuskan napas berat lalu kembali menatap kosong ke arah depan. Tidak seperti biasanya, lagi-lagi Hoshi dibuat heran dengan sikap Wonwoo akhir-akhir ini yang terlihat sangat tidak bersemangat.

"Tumben kau tidak mengomel saat aku datang?" tanya Hoshi.

"Ya, mungkin karena sudah terbiasa." Jawab Wonwoo terdengar sangat malas untuk membuka mulutnya.

"Kali ini apalagi? Ceritakan saja. Aku mungkin memang tidak bisa membantumu, tapi aku bisa menjadi pendengar yang baik." Wonwoo langsung menatap Hoshi. Wajah tampan itu tampak begitu lusuh, mungkin karena terlalu banyak berpikir seorang diri. Setelah melihat Hoshi yang mengangguk kepadanya, Wonwoo langsung turun dari ayunan dan ikut duduk bersila di hadapan Hoshi.

"Hoshi-ya, bagaimana menurutmu jika aku pergi menemui ayahku?"































To be Continued!
20 Agustus 2020

The Gift || SEVENTEEN [COMPLETE]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ