Cinta dalam wudhu part 1

164 27 32
                                    

CERPEN.

Karya. Ayyana Haoren.

Judul cinta dalam wudhu Bab 1.

Sore itu cuaca begitu gelap, mungkin karna hari akan hujan, mengingat waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah enam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu cuaca begitu gelap, mungkin karna hari akan hujan, mengingat waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah enam. Aku yang saat itu pergi dalam keadaan terburu-buru, itu semua karna memang akan menghadiri acara pernikahan sahabat terbaikku. Berhubung sahabat-sahabatku yang lainnya sudah lebih dulu ke lokasi alhasil aku harus pergi sendiri dengan menggunakan Taxi. Karna memang aku tidak memiliki kendaraan saat itu, sehari-hari kerja hanya menggunakan transportasi umum seadanya.

Di perjalanan tiba-tiba saja Taxi yang ku tumpangi mogok tanpa sebab dan itu sedikit membuatku kesal, rasanya hari ini begitu tidak mendukungku. Dalam keadaan lelah seperti inipun malah ketiban sial.

Sungguh miris rasanya.

Dengan sedikit rasa kecewa akhirnya akup turun dan mencoba mencari kembali Taxi yang lewat, dan ternyata Taxi kosong itu jarang di kawasan sini, kebanyakan sudah berpenumpang. Bagaimana bisa aku pesan taxi online atau ojol, sedangkan ponselku saja mati total saat itu. haripun kian gelap tak lama Adzan magrib berkumandang dengan begitu jelas, itu artinya Masjid tak jauh dari tempat aku berdiri.

"Apa sebaiknya aku jalan saja sampai ke masjid yang berada di ujung jalan itu," kataku sedikit ragu.
Namun tiba-tiba saja terdengar suara kendaraan bermotor klasik yang berhenti tepat dihadapanku. Seorang lelaki dengan menggenakan jaket kulit berwarna moca dan memakai bawahan chino, namun sayang sekali wajahnya tertutup helm full face , sehingga aku tidak bisa mengenali wajah tersebut.

"Permisi mba, apa mba butuh tumpangan?" Tanya lelaki tersebut dengan membuka sedikit kaca helmnya

Meski aku tidak melihat wajahnya dengan jelas tapi entah kenapa hatiku berkata kalo dia orang baik.

"Iya mas," jawabku ragu.

"Mba emang mau kemana?"

"Sa_saya butuh tumpangan untuk mencapai masjid di ujung jalan sana," ucapku dengan menoleh ke ujung jalan

"Naiklah, biar saya antar," ucapnya menawarkan tumpangan.

Awalnya sedikit ragu, tapi entah kenapa hati saya mengiyakan ajakan lelaki itu, apa karna saya kepepet, entahlah yang jelas memang saya butuh tumpangan saat itu.

"Bismillah, semoga Allah melindungiku," batinku saat menaiki motor tersebut.

**

"Mas, terimakasih banyak sebelumnya, sebaiknya saya turun disini saja," pintaku saat kendaraannya sudah berada tepat di pintu masuk Masjid.

"Biar sampe masuk saja mba, sekalian saya juga akan Sholat magrib,"ucapnya tanpa menghentikan laju motonya.

Mendengar ucapannya akupun tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dan mungkin orang tersebut memang mau Sholat.

Kini motornyapun mulai terparkir di parkiran tempat motor-motor berjejer. Akupun langsung turun dan mengucap terimakasih pada orang yang tak kulihat wajahnya itu secara jelas.

Kubuka sandal, dan kuletakan di tempat yang semestinya berada. Ku hampiri tempat berwudhu yang besebrangan dengan tempat wudhu para kaum adam.

Begitu sejuk rasanya ketika aku berwudhu seperti ribuan cahaya menghampiriku, bahkan rasa lelah yang tadi bersemayam di kepala dan tubuhku terasa berguguran seketika itu juga. entah kenapa aku tidak takut makeup yang lumayan mahal untuk kalanganku itu harus luntur terbawa air wudhu, yang aku tau, akan ada cahaya menggantikan polesan makeup yang kubeli.
Entahlah, tapi aku merasakan hal seperti itu selalu terjadi ketika aku sudah berwudhu.

Apa hanya aku? Atau orang lain juga, entahlah.

Setelah selesai berwudhu, kupasangkan kembali hijab pashminaku seadanya, karna memang aku biasa merapihkannya setelah Sholat.

Saat langkah kakiku hendak masuk kedalam mesjid, tiba-tiba saja langkahku terbentur oleh langkah seseorang pemuda. Hampir saja aku jatuh saat itu, untungnya tiang yang tak jauh dari tempatku berdiri mampu menahan tubuhku.

Lelaki dengan postur tegak dan tinggi, bahkan wajahnya begitu bercahaya.

"Mba gak kenapa-napa?" tanya pemuda tersebut mampu memecahkan lamunanku sejenak, sampai aku mengucap kata istighfar berulang kali.

Bagaimana bisa aku begitu terpesona dengan seorang lelaki pada pandangan pertama, ini sulit di percaya.

"Mba, bukannya mba itu wanita yang tadi ikut bersamaku?" Tanya nya membuatku semakin terpaku.

Maksudnya dia itu lelaki yang tadi memberikan tumpangannya padaku, ya Robb ... aku fikir lelaki itu bapak-bapak atau sejenisnya, ternyata aku salah.

"Mba...!"panggilnya kembali memecahkan lamunannku yang membuatku meringis malu dibuatnya.

"Iya kayanya, mas," jawabku tak yakin dengan wajah yang sedikit kutekuk.

"Yasudah mba, kalo gtu saya permisi dulu, kayanya saya harus wudhu lagi," katanya dengan melemparkan senyuman paling indah, yah paling indah untuku tentunya, karna aku tidak pernah memuji ketampanan lelaki seperti ini sebelumnya.

Rasanya hari ini aku sudah berdosa, dengan menatap lelaki yang jelas-jelas bukan mahromnya.

***

"Mba....!"

Suara tersebut mampu mengalihkan pandanganku dengan mencari asal suara tersebut.

Yah, lelaki yang telah mengantarku tadi ketempat ini, aku hanya diam dari jarak yang tidak jauh darinya, kira-kira enam, atau tujuh langkah dari tempat dia sekarang berdiri.

"Mba mau pergi kemana?" Tanya dirinya yang membuatku mati kutu dalam seketika.

"Maksudnya mas?" tanyaku ragu.

"Iya, siapa tau tujuan kita searah, lagi pula disini cari taxi lumayan susah," jawabnya santun.

Yah, ucapan dia memang ada benarnya, cukup lama tadi aku menunggu taxi, sampai akhirnya dia memberiku tumpangan ketempat ini.

Sebenarnya aku mau banget, tapi aku juga harus jaga image, jangan sampai aku seperti wanita gampangan.

"Mba.... insya Allah aman, saya bukan orang jahat, kalo gak percaya mba bisa tulis flat no kendaraan saya, atau foto saya, atau bahkan bisa juga mba foto Ktp saya," katanya mencoba mengeluarkan dompet yang berada di dalam saku celana.

"Jangan mas, saya percaya," kataku mencoba menghentikannya.
"Saya mau ke jalan Anggrek gedung MTC," kataku tak yakin, pasalnya jaraknya masih terlalu jauh, kira-kira setengah jam dari sini.

"Yasudah kalo begitu ayo!"ajaknya tanpa mengurangi keramahan dalam wajah lelaki itu.

Sekali lagi aku dibuat kagum olehnya, bahkan bisa di bilang itu cukup berlebih.

Bersambung.....

KUMPULAN CERPEN @AYYANA HAORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang