Norman and his Dog from the East

3.8K 240 0
                                    

Norman mengubur anjingnya di halaman belakang rumah ibunya. Ia membaca puisi Because I Could Not Stop for Death yang ditulis oleh Emily Dickinson di dekat kuburan anjingnya. Itu adalah puisi kesukaan ibunya yang sudah tiada. Ia pikir dengan ia membaca puisi ia bisa menghitung berapa kali anjingnya berkata. Berapa kali anjingnya berjalan sebelum akhirnya ia tiada. Dan ia bisa membacanya lewat puisi-puisi itu sambil menangis. Seminggu lalu ibunya meninggal dan ia mengikuti acara pembakarannya bersama keluarganya yang lain. Melihat kaki ibunya bersama tumpukan kayu bakar dan dibungkus oleh kain satin. Norman tidak memiliki banyak uang, ia hanya memesan kayu bakar itu secukupnya. Ketika ia melihat ibunya terbakar rasanya ia ingin mati dan dibuang ke laut. Terakhir Norman meletakkan bunga mawar di lumpur yang diisi dengan mawar, melati, dan tulang-tulang hangus yang berada di bawah panggung pembakaran dan pulang dan berjanji untuk tidak lagi melihat tempat itu.

Anjingnya adalah jenis anjing West Higland Terrier-ia mati saat Norman sedang mengangkut lasagna di oven seminggu setelah kematian ibunya dan Norman tidak pernah membawanya ke klinik hewan. Ia bahkan tidak tahu penyakit apa yang diderita anjingnya. Itu adalah tepat saat Norman sedang merayakan Thanksgiving bersama beberapa temannya di apartemen hingga akhirnya ia memilih untuk pulang ke rumah ibunya lagi dan menguburkan anjingnya di sana. Norman jarang menangis, ia hanya menangis saat anjingnya mati dan sekarang. Ia bahkan tidak menangis saat ibunya mati. Dibacakannya lagi beberapa puisi hingga akhirnya suaranya berhenti. Ia tidak mau anjingnya menangis di dalam tanah. Bahkan Norman masih memakaikannya kalung merah di leher anjingnya saat dikubur. Ia pikir itu adalah hal yang terbaik yang pernah ia lakukan. Ia tidak mau mengenang benda peninggalan anjingnya seperti saat ia mengenang ibunya lewat puisi-puisi Emily Dickinson.

Puisi tidak bisa mati-dibaca atau tidak, ia akan tetap ada di kepala dan abadi. Norman pernah berkata begitu di suatu sore saat ibunya mati. Ibunya meninggalkan beberapa benda kesayangannya yang Norman pikir akan lebih bagus jika ibunya tidak mewariskan semua itu padanya hanya karena ia anak satu-satunya. Tidak, Norman tidak akan memberikannya kepada siapa pun bahkan jika ayahnya sesekali datang dan memaksanya. Ayahnya tidak pernah peduli karena ia hanya sibuk bekerja dan kadang Norman lihat ayahnya sedang berjalan dengan wanita lain dan yang ia ketahui ayahnya tidak pernah pulang ke rumah. Ia hanya datang ketika istrinya meninggal dan ia langsung menghilang.

Norman sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya Emily Dickinson bicarakan dalam puisinya itu. Ia tidak suka puisi. Norman pikir anjingnya akan menyukainya walaupun ia tidak akan merasa aman di sana. Dapurnya mungkin sudah diisi dengan suara-suara anjingnya, yang membuat Norman seperti terkutuk. Ia percaya bahwa ia akan hidup berdua dengan seseorang selain anjingnya, tentu saja. Setidaknya untuk sekarang tidak ada siapa-siapa dan ayahnya anggaplah sudah mati dan tidak akan kembali. Tapi ia pikir ia masih bisa bersama ibunya di rumah. Bersama dengan puisi-puisi yang ditinggalkannya walaupun ia tidak mengerti puisi. Dan bersama dengan barang-barang yang berserakannya.

Ia sudah memutuskan untuk tidak kembali ke apartemen dalam waktu seminggu. Tidak mungkin ia berada di sini dalam waktu yang lama karena tadinya ia tidak pernah merencanakan untuk tinggal di rumah ibunya lagi. Ketika ia masuk ke dalam rumah ia melihat anjingnya berlari-larian di kursi. Ia bermain dengan anjingnya sambil tersenyum walaupun ia tahu bahwa anjingnya sudah mati. Dan ia memutuskan untuk mengurung diri di rumah berhari-hari. Walaupun pintu rumahnya diketuk beberapa kali karena biasanya tetangga-tetangga ibunya suka datang apalagi saat Norman di rumah dan ibunya meninggal. Norman selalu mengabaikan mereka.

Di dalam rumah Norman hanya sibuk tertidur di sofa dan menonton acara-acara TV. Ia juga membuat banyak lasagna karena bahan-bahannya yang masih banyak dan dibawanya dari apartemen karena ia tidak memiliki uang lagi. Ia bahkan belum menandatangi hak waris dari ibunya. Sesekali ia tertawa dan diketuknya pintu rumah oleh beberapa tetangganya hingga akhirnya meninggalkan keheningan dan menyisakan suara-suara orang di dalam layar yang sibuk bercengkrama membuat Norman kelelahan setiap waktu. Ia pikir dengan ia yang menyibukkan diri di rumah ia bisa sedikit melupakan anjingnya. Bahkan saat teman di apartemen menelponnya Norman hanya menjawab bahwa ia sedang sibuk mengurusi barang-barang ibunya.

"Tidak ada yang perlu dilakukan. Bahkan puisi tidak melakukan apa pun dan ia tidak pernah mati dan tetap dibaca orang berkali-kali." Norman masih menyimpan kertas berisi puisi Emily Dickison itu walaupun kertasnya sudah dipenuhi tanah dan remahan kudapan yang dimakannya. Terlipat bercampur kotoran debu seperti tinja dan terbakar ujungnya karena api dari pemantik rokok miliknya.

Ibunya pernah bercerita tentang seorang anak lelaki di dalam rumah, yang terus menerus di dalam rumah walaupun ia tahu bahwa ia bisa keluar kapan saja dan bertemu dengan seseorang. Sampai akhirnya Norman ketakutan karena ia tidak mau seperti itu hingga akhirnya ia memilih untuk memiliki beberapa teman di apartemennya walaupun tidak terlalu dekat. Ditambah ia juga memiliki tetangga yang baik hati. Ia tidak mau hidup sendirian seperti apa yang ibunya katakan. Bahkan ibunya menambahkan bahwa lelaki itu hanya berdiam diri di rumah bersama ayahnya. Lelaki itu hanya memakai baju yang itu-itu saja dan tidak pernah dicuci. Hingga akhirnya Norman merasa ibunya tidak berbohong. Ia pikir ibunya mencintainya seperti ketika mencintai puisi-puisi Emily Dickinson.

Mengingat cerita itu, ia langsung berganti baju dan bercukur. Ia memakai baju ayahnya yang ibunya simpan di lemari. Sebuah baju berwarna abu-abu berbulu yang Norman sukai. Walaupun ia tidak pernah melihat ayahnya memakai baju itu. Ibunya bilang itu adalah baju ayahnya saat ayahnya bekerja di sebuah pabrik yang sering dipakainya dan menjadi baju kesukaannya dan baju yang dipakai ayahnya saat pertama kali bertemu ibunya. Dan Norman pikir itu akan tetap muat di tubuhnya karena Norman pikir ukuran tubuhnya dan ayahnya sama.

Norman akhirnya memilih untuk menulis puisi untuk dibacakan pada anjingnya nanti. (Dan itu adalah pertama kalinya Norman menulis puisi.) Sekarang, kepalanya terantuk-antuk dan dipenuhi suara-suara ibunya yang masih ia ingat saat ibunya bercerita tentang suaminya dan baju yang dipakai Norman sekarang. Ia terus menulis walaupun ia tidak tahu apa yang ditulisnya. Puisinya berputar-putar antara halaman belakang dan anjingnya dan ibunya.

Norman pernah membawa anjingnya ke timur sampai anjingnya berlari-larian dan menghilang. Sampai Norman mencarinya dan bertanya pada orang-orang yang bahkan tidak dikenalnya. Sampai akhirnya ia benar-benar menemukan anjingnya dari timur.

hidup ini adalah tentang anjingmu yang kedinginanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang