23. Pertama Kalinya

5.8K 274 9
                                    

Bagian 23
Selamat Membaca

Jangan di tanya bagaimana sakitnya ketika ekspetasimu sendiri yang menghancurkan hatimu.

Berkali-kali Key menghela napas panjangnya. Ia duduk di sebuah kursi yang ada di sudut café sendirian, di tambah hujan di luuar sana yang tak kunjung berhenti. Lengkap  sudah suasana yang tercipta bak suasana hatinya saat ini.

Matanya menatap kearah jendela di sampingnya. Menatap orang-orang yang berlalu lalang menghindari  guyuran hujan kota sore ini.

Namun, pikirannya tak bersamanya saat ini. Entahlah, saat ini pikirannya berkelana kemana-mana.

Beberapa saat sibuk dengan pikirannya sendiri, akhirnya Key tersadar dari lamunannya. Ia melirik jam tangannya yang kini menunjukkan pukul enam sore.

Sudah hampir malam. Sepertinya Key harus segera pulang meskipun hujan belum juga reda.

Key menelepon Pak Toni agar menjemputnya, namun sayangnya Pak Toni sedang menunggui Nayla yang sedang latihan untuk persiapan pentas seni nya.

Mau tak mau, Key memesan taksi online. Berharap masih ada taksi yang mau menjemputnya di tengah-tengah hujan deras seperti ini.

Sepertinya sia-sia juga Key memesan taksi online. Karena sama sekali tidak ada yang menerima orderannya.

Key menghembuskan napasnya gusar. Kali ini ia benar-benar menyesal karena memilih pergi  sendirian dari pada di mintai Nayla untuk menemaninya latihan.

Tak lama kemudian, ponsel Key bergetar. Sebuah panggilan suara terpampang di layar ponselnya.

Lo dimana? Gue di rumah lo tapi katanya lo keluar.” Tanya seseorang di seberang sana.

“Iya gue lagi keluar.” Jawab Key.

Di mana? Sama siapa?” tanya seseorang itu dengan nada tegas.

“Sendirian. Di café biasanya.” Jawabnya.

“Udah deh, dari pada lo ngomel-ngomel nggak jelas. Mendingan lo jemput gue sekarang. Oke?” ucap Key yang malas mendengar ocehan Reno.

Yaudah, gue kesana sekarang. Jangan kemana-mana lu.” Ucap Reno lalu memutus sambungan telepon tersebut.

Key mendegus kesal. Sebenarnya wajar juga sih kalau Reno sebegitu khawatir dengannya. Mengingat hari yang hampir malam dan di tambah hujan yang cukup deras seperti saat ini.

Key kembali duduk di kursinya. Tapi, ternyata di depannya sudah ada seorang laki-laki yang duduk di sana.

“Lo?” ucap Key menunjuk laki-laki di depannya.

Sorry, gue ikut gabung disini. Nggak ada tempat lagi soalnya.” Ucap Seam.

Key melihat sekelilingnya yang ternyata memang tidak ada meja kosong lagi.

“Ah, iya nggak apa.” Ucap Key tidak keberatan membiarkan Seam ikut duduk dengannya.

Seam menganggukkan kepalanya lalu mulai menyesap secangkir kopi yang dibawanya.

“Lo ngapain hujan-hujan kesini?” tanya Seam memecah keheningan diantara keduanya.

Key yang awalnya  sibuk dengan ponselnya kini beralih menatap Seam. “Nggak ngapa-ngapain. Cuma pengen keluar aja tadinya.” Jawab Key asal.

Seam mengangguk saja mengiyakan jawaban Key. Padahal dari sorot mata Key pun dapat terlihat kalau ia tidak sedang baik-baik aja.

“Kayaknya lo sering banget ya kesini? Kalau di ingat-ingat kita sering banget ketemu disini.” Ucap Key mengalihkan pembicaraan.

My KeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang