04# Wadimor, Sastra dan Lee Taeyong

470K 62.5K 39.9K
                                    

Bukalah matamu selebar dunia ini
Dan rasakan banyak orang yang perduli
Jangan ingat lagi jangan kau sesali
Ada aku disini...

- DHYO HAW -

○○○●●●   》♤♤♤《  ●●●○○○

Di saat Jaya cekikikan melihat ekspresi sekarat Sastra, Kak Ros justru mati-matian menahan diri agar tidak melemparkan adik keduanya itu ke laut mati. Dari kecil, Sastra itu susah sekali diberitahu. Makin besar, bukannya berubah malah menjadi-jadi. Sebenarnya sepele, ini perkara sarung Wadimor Sastra dan Lee Taeyong. Setelah hampir dua jam, akhirnya Jovan dan Cetta berhasil membujuk Sastra untuk di bawa ke dokter. Tapi di luar dugaan, menjelang isya gerimis turun tipis-tipis. Diantara anak-anak pas Suyadi, hanya Bang Tama, Kak Ros dan Mas Jovan yang bisa menyetir mobil. Tapi berhubung Bang Tama tidak di rumah dan Mas Jovan tidak punya SIM A, mau tidak mau Kak Ros yang akan mengantarkan Sastra ke dokter.

Tapi masalahnya sarung Wadimor itu!

Entah sudah keberapa kalinya Eros menarik napas dalam-dalam.

"Sastra!"

Sementara yang dipanggil malah tidak menggubris. Sastra kelihatan menggigil saat di bantu Cetta menuruni tangga. Tidak lupa dibungkus sarung Wadimor yang katanya sama seperti punya Lee Taeyong.

"Lu yang bener aja mau ke klinik pake sarung gitu. Malu-maluin!"

"Tiris pisan ih! Lagian Kak Ros nggak tahu trend ya? Ini tuh sarung sama kayak yang dipake Taeyong pas di bandara." Lalu Sastra terbatuk-batuk.

"Teyang Teyong Teyang Teyong! Nggak mau tahu. Ganti pake jaket aja." Eros jadi sewot. Pokoknya dia anti kalau mengantar Sastra ke klinik tapi Sastranya malah bungkusan sarung kayak gitu.

Masalahnya ini klinik! Bukan tempat ronda.

Jaya dan Nana yang sejak awal tidak mau repot mengurusi kepala batunya Sastra hanya cekikak-cekikik melihat perdebatan antara Kak Ros dan Sastra. Nana sudah menduga perdebatan semacam ini akan terjadi, makanya dia lebih memilih membantu Jaya menggambar peta Indonesia di ruang tengah. Sastra itu kolotnya minta ampun, Nana sungguh tidak sanggup kalau harus meladeninya. Apalagi disaat Sastra sakit seperti ini. Lihat sendiri kan? Kak Ros saja sampai sewot begitu.

"Bang Sastra pakai paddingnya adek aja ya? Mama ambilin."

Mama sudah siap bangkit dari duduknya, tapi Sastra sudah lebih dulu menggeleng. Dalam hati berteriak, pokoknya sekali sarung ya tetep sarung!

"Nggak mau ah. Jaya bongsor gitu, yang ada aku kelelep pake padding dia. Udahlah Kak Ros, sarung aja kenapa sih?" Ternyata lain di mulut, lain di hati. Lagian, mana berani Sastra ngegas sama Mama. Nanti yang ada nama dia di tipe-x dari KK sama Kak Ros.

Pada akhirnya Eros menyerah. Kalau sampai dia tetap mempermasalahkan sarung itu, bisa-bisa klinik sudah lebih dulu tutup sebelum dia dan Sastra sampai di sana.

"Tck, yaudah ayo cepetan. Dari tadi ngapain aja sih? Heran, tinggal berangkat aja lama." Rasanya nggak enak kalau Kak Ros nggak sewot-sewot begini.

Habisnya salah Sastra juga sih. Siapa suruh makan sembarangan? Kalau sudah begini yang bakalan repot bukannya Sahara, tapi Mama dan saudara-saudaranya yang lain. Bukan, ini bukannya Eros malas mengurus Sastra. Kalau Eros malas, ngapain dulu dia mau-mau aja gantiin popoknya Sastra pas masih bayi? Ngapain dia mau mandiin Sastra waktu Mama sama Bapak lagi tidak di rumah? Ngapain Eros mau repot-repot nganterin Sastra rias karnaval waktu masih SD?

Justru Eros sewot begini karena dia sayang sama Sastra. Keluarganya aja mati-matian menjaga bocah tengik itu, Sahara yang cuma pacar aja kok gampang banget bikin Sastra sampai sakit begini.

Tulisan Sastra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang