20-a

46K 6.4K 903
                                    

"Boleh pinjem hp kamu gak?"

Walaupun dari luarnya Nela tak peduli dengan ucapan Opie, tetap saja dia terus kepikiran. Sudah dibilang bukan, perasaannya menjadi aneh kalau membayangkan Bram sedang didekati oleh cewek kenalannya. Ia ingin positive thinking saja, namun setelah bertemu Bram yang menjemputnya kuliah sore ini, Nela pun berubah goyah.

Sejak kapan ya Bram jadi kelihatan ganteng banget di matanya? Padahal dulu Bram nyebelin parah, lihat mukanya aja rasanya pengen nampol. Tapi sekarang, entah di mana lubuk hatinya berdesir meski hanya menatap wajah tampan itu.

"Buat apa, Yang?" tanya Bram sembari mengendalikan setir dan menoleh ke arah Nela. Dia bingung mendengar Nela yang bertanya terlebih dahulu untuk meminjam ponsel.

Padahal kemarin, Nela langsung saja memakai ponselnya tanpa minta izin terlebih dahulu. Bram merasa kalau hubungan mereka kembali berjarak saat Nela memperlakukannya sebagai orang asing. Salah satunya dengan cara, Nela memakai barang miliknya seperti punya dia sendiri.

"Mau main, hp aku lowbat nih. Tapi kalo gak boleh ya gak apa-apa sih." Nela mengerucutkan bibir seraya melengos ke arah kaca mobil. Tetapi yang tidak dia sangka adalah Bram mencubit pipi kanannya dengan sedikit kuat—gemas lebih tepatnya.

"Siapa bilang gak boleh? Itu ambil sendiri di dalam tas," ujar Bram menunjuk tas selempang Giorgio Armani miliknya di jok belakang.

"Serius boleh nih?" tanya Nela tampak malu-malu, walau tangannya sudah bergerak lebih dulu untuk mengambil tas kulit tersebut. Ia tidak sadar kalau Bram sedang menahan tawa karena suka melihat tingkah tsundere-nya itu.

"Iya boleh, Sayang. Pake aja kok sampe puas. Kalo kurang puas, mainin aku aja," goda Bram dengan kerlingan mata genit. Namun setelah itu, ia meringis kesakitan sebab Nela memukul lengannya.

"Itu mah maunya kamu!"

"Iya memang." Bram tertawa.

Nela mencibir kesal ke arah pria itu sembari melancarkan aksinya membuka media sosial kepunyaan Facebook itu dan segera mengecek isi dari direct message dalam akun Bram. Matanya sontak terbelalak melihat barisan pesan yang belum terbuka—hampir sembilan puluh persen pengirimnya adalah wanita.

Luar biasa. Bram seperti artis yang sering mendapat tawaran endorse. Kalau begini, Nela bisa meminta Bram untuk mempromosikan ceritanya di IG story.

Tanpa sepengetahuan Bram, Nela membuka beberapa pesan yang dikirimkan oleh akun yang juga berteman dengannya. Ada teman pas sekolahnya dulu, dan ada pula yang satu jurusan dengannya saat ini.

Hai kak, pacar Nela ya? Ganteng deh.

Hallo kak, boleh nanya gak? Kakak kerja di mana ya? Ada lowongan gak di sana?

Kakak ini yang nungguin depan gerbang kampus kan? Yg berdiri dekat gerobak somay? Aku tadi liat lho kak.

Kak, boleh folback? Aku satu fakultas sama Nela.

Namanya Bram ya kak? Salam kenal ya kak. Aku temen sekelas Nela waktu SMA.

Astagfirullah, batin Nela beristigfar. Ternyata benar kata Opie, banyak sekali ternyata dari kenalannnya yang sengaja modusin Bram. Tujuan mereka apa sih mengirimkan pesan seperti itu pada Bram? Mau kenalan? Aduh, caranya basi. Alesan pake nama dia lagi. Nela merasa kesal sampai rasanya ingin memukuli Bram.

"Kamu—" Nela menepuk bibirnya sendiri, mendadak sadar bahwa pertanyaan yang akan dia lontarkan nanti menjurus ke arah privasi. Dia tidak mau membuat Bram ge-er karena jiwa keponya yang meronta-ronta ini.

Playboy Insaf [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang