Hana termangu menatap meja belajar yang sudah usang di gudang lama-nya, tertulis huruf 'Hate' sebanyak dua puluh enam kali memenuhi kayu jati itu. Bahkan Hana menemukan gambaran yang cukup Creepy bagi-nya tertanda nama N.J. Hana sudah menduga-nya ini milik Nata-kakak kandung Hana yang sebenar-nya. Hana tak pernah mendapatkan kabar dari Nata. Hana hanya mendengar bahwa Nata pernah di rawat di Rumah Sakit setelah memutuskan untuk keluar dari keluarga ayah-nya. Sangat melelahkan jujur hidup di keluarga ini, sampai ibu-nya juga jatuh sakit di kampung.
Hana membuka buku abstrak milik Nata. Dari tampilan-nya kurang mengenakan, apalagi saat Hana membuka lembar pertama Hana sudah hampir mengeluarkan isi perut-nya, Nata detail sekali menggambar orang kecelakaan di atas sana tertera tulisan yang membuat tubuh-nya meremang ketakutan.
hidup itu pilihan, mati adalah kewajiban. Membunuh adalah tugasku untuk mengirimkan mu ke neraka.
Siapa aku? iya, aku. Malaikat yang kapan saja berubah menjadi iblis.
Hana menatap lekat-lekat tulisan itu, malaikat bertanduk merah jangan bilang yang Hana lihat di atap kamar-nya itu, mana mungkin Nata mau melakukan sesuatu yang menyimpang dari ajaran. Hana tak bisa mencerna arti makna-nya, lalu Hana membuka lembar kedua kali ini nafas-nya terputus-putus, ini jauh lebih mengerikan gambaran yang dibuat Nata, kenapa harus sedetail itu Nata menggambar orang bersimbah darah dari ujung kepala sampai ujung kaki, keringat dingin bercucur di pelipis-nya tak kuat melihat lembar selanjut-nya.
Uang adalah segala-nya.
Harta adalah jantung-nya, dan penindas hanya untuk orang munafik.
Membunuh tikus menjijikan adalah pekerjaanku.
Hana melempar jauh-jauh buku tersebut. Tulisan kalimat itu semakin menyimpan makna yang mengerikan bagi-nya, siapapun yang membaca-nya akan terkena serangan jantung saat diberi gambaran dark itu. Hana mulai mencari sebagian barang milik Nata, tapi yang aneh Hana menemukan beberapa note diary milik Nata, Hana segera menyimpan benda itu di kantung-nya pura-pura membersihkan gudang-nya saat pintu-nya terbuka lebar.
Asidah-bibi-nya melempar sebuah plastik kearah Hana. Hana sudah tahu apa isi-nya Hana berdecak pelan melihat kelakuan yang sama sekali tak patut di tiru, seperti ini lah kehidupan Hana. Bekas makanan itu diberikan untuk-nya, bahkan mereka akan merasa rugi jika memberi makan Hana dengan makanan baru.
Hana menggeram ketika memori itu kembali menguak di permukaan, mengisi sebagian otak kanan-nya. Ini perih sekali mengingat moments di mana ibu tiri-nya pernah menghukum-nya menggunakan cambuk, dan mengurung-nya di kamar mandi seharian tanpa makan. Ini bukan disebut moment tapi sebagai mimpi buruk yang nyata. Kalau ada yang membenci manusia lain melebih rasa sayang mereka, artinya ada penyakit di hati mereka (iri/dengki), yang Hana dengar saat mendengar Umi Shina di masjid.
Hana mengela nafas-nya. Mulai membuka plastik dan kembali tertegun di tempat. Hana mengusap dada-nya mengucapkan kalimat 'Astagfirullah' melihat isi tulang-belulang ayam, dan nasi basi. Hana segera membuang-nya di tong sampah, mengusap air mata yang menetes. Sampai kapan Hana merasakan menderita seperti ini.
♪♪♪
Hana meringkuk di tempat tidur-nya. Nenek tua itu masih menghukum-nya karena insiden siram bunga tadi. Hana mendengus kalau di ingat-ingat memang Hana salah karena bersikap kurang ajar hampir melempar ember. Hana hanya ingin mengungkap kan rasa kesal-nya, di tambah Asidah-bibi yang dulu Hana anggap perhatian penuh kasih sayang itu, hanya bualan semata untuk mengelabui-nya.
Hana masih enggan menatap plafon atap kamar-nya yang berbunyi samar-samar. Hana tak mengindahkan suara itu, mengabaikan-nya dengan bermain ponsel menyelam di explore instagram-nya random. Suara jeritan itu terdengar dari luar kamar-nya, Hana mendesis memejamkan mata-nya merasa pusing mendengar keributan ini.
Hana segera keluar dari kamar-nya. Betapa terkejut-nya Hana melihat Asidah noda darah memenuhi baju putih-nya, Hana meringis melihat luka lebar di area mata-nya, luka tusukan akibat pisau lalu Hana terdiam. Buku yang Hana baca di gudang tadi milik Nata, tak mungkin kan bahwa ini ulah-nya. Gambaran Nata sedetail itu menggambarkan orang sedang menutup kedua mata-nya yang bersimbah darah sambil meraung kesakitan, persis seperi Asidah yang tak berdaya di depan pintu.
Bibir Hana keluh melihat rembesan darah semakin besar. Hana sekilas melihat seseorang berdiri di antara mobil menunjukkan minat pada Asidah masih menggenggam pisau berdarah, ia memakai pakaian serba hitam sudut bibir-nya terangkat melempar pisau itu sembarangan. Bodoh! Apa orang itu tak merasa ketakutan kalau saja pisau itu sebagai bukti penyerangan.
Langkah Hana terhenti ketika pundak-nya di tepuk dua kali. Padahal Hana ingin mengambil pisau-nya.
"jangan terlalu ikut campur,"
Tes
Tes
Hana merasakan hidung-nya berdarah, darah-nya membanjiri kedua tangan-nya yang bergetar tak kuasa menahan aliran yang semakin deras keluar dari hidung-nya, ini akibat-nya Hana memaksa diri bergadang untuk menyelesaikan tugas-tugas-nya apalagi akhir-akhir Hana mendapatkan Bullying di sekolah, bahkan tak ada sedikit guru yang peduli pada penderitaan-nya, semua orang tutup mata tentang persoalan ini.
Nyaris miris.
Hana tetap bertahan, walau sesekali Hana tak bisa menepis pikiran negatif-nya, Hana terlalu lelah bahkan untuk menangisi setiap penderitaan-nya tak akan menyelesaikan masalah apapun, semua orang tak bisa mengerti banyak kesusahan-nya, mereka hanya mengatakan dengan nada sok bijak itu, dan mengatakan. "ada banyak orang yang ngerasain ini lebih dari kamu, Harus-nya kamu banyak bersyukur!"
Setiap manusia punya titik jenuh masing-masing, maka dari itu Hana mengeluh ingin didengar atau direngkuh sebagai kekuatan-nya, tetap saja ada orang toxic positivity yang mengatasnamakan agama, ilmu, dan sosial padahal itu satu kesalahan yang fatal. Hana merasa depresi, Hana ingin beristirahat sejenak, penderitaan ini tak akan berakhir kalau saja Hana mengakhiri hidup-nya. Memang-nya siapa lagi yang mau peduli pada-nya, semua orang itu fake.
"aku lebih benci manusia yang ga bisa berkaca akan kesalahan-nya."[]
***
Toxic Positivity, saya bakalan jelasin secara gamblangnya. Contohnya, "Makanya bersyukur, elo tuh cuman ngeluh aja, gua aja kadang suka begini aja tetap selalu bersyukur, masa gitu aja lo udah mau bunuh diri aja, apa-apa self harm, gimana kan makin depresi lah, elo aja kadang ibadah setengah-setengah." Ayolah katanya orang terbuka dengan opini, masa ngelihat orang meniatkan bunuh diri kasih saran yang bikin down. Stop! Toxic positivity, itu ga baik, beda orang, beda juga masalah, jangan samakan mentalmu dengan mental temanmu, atau siapapun itu. Jangan bilang temanmu terlalu baper, padahal kamu pun kalau putus cinta kadang terlalu sensitif. Kalau ga bisa kasih saran mingkem aja mulutnya, cukup bilang kalau kamu jadi pendengar yang baik:)
YOU ARE READING
Outro : Singularity ✔
Teen FictionKisah ini menceritakan tentang mengenai 'Deja Vu gangguan depersonalisasi' yang dialami oleh seseorang yang bernama Joana. Mengalami kejadian yang tidak bisa membedakan realita dan mimpi. Kini Joana terjebak dalam halusinasi yang menghantuinya. Tra...
