Te Amo Ata | Devon takut kehilangan Darren

265 10 1
                                    

Penyesalan datang di akhir, tapi itu membantu untuk lebih baik kedepannya. Agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

















Devon memulai pembicaraan, wajah devon  menunduk seperti ia berat menceritakan ini. Seperti ia tidak mau menceritakan ini karena akan membuka luka devon, tapi ia harus menceritakannya karena ini amanah.

“Sebenarnya darren gak pernah berhenti berjuang demi loe ta.” Devon akhirnya bicara setelah agak lama altha menunggu.

“dia yakin gak akan lama loe bakal ingat dia.” Ucap devon. “dan itu emang bener” Devon tersenyum masam.

“tapi semua itu sudah terlambat.” Devon berhenti , ia kembali membuka luka lama nya.

Altha mengelus pundak devon, memang altha sangat benci dengan devon tapi ia juga tega dengannya.

Mereka sama-sama merasakan luka yang sama dan kehilangan seorang yang mereka sayangi.

“darren balik, dia harus nerusin kuliah nya. Di hari itu semua terasa biasa aja kayak hari-hari yang gue jalanin sama darren.” devon akhirnya melanjutkan penjelasannya.

“gue anterin dia ke bandara dan dia masih tersenyum bahagia walaupun gue tau dia gak rela ninggalin loe ta. Dia kayak fine fine aja sama keadaan ini.” Ucap devon.

“sorenya pas gue pulang gue dapet kabar dari mama sama papa darren kecelakaan.”

Sekarang altha lah yang menangis, butir-butir air mata altha tiba-tiba saja menetes membasahi pipinya. 

“darren kecelakaan mobil saat di mau balik ke apartemen nya dari bandara.”

Altha tidak bisa menahan air matanya, isakan nya semakin tidak bisa ditahan. Sekuat mungkin altha menahan tapi ini benar-benar menyakitkan.

Devon yang mendengar isakan mendongakkan wajahnya yang  tertunduk dari tadi. Ia melihat wajah altha sudah dipenuhi dengan air mata dengan tangan yang membungkam mulutnya.

“ta..” panggil devon.

Altha menahan tangisannya, ia harus tenang agar devon melanjutkan ceritanya.

“loe gakpapa kan.” Altha hanya mengangguk.

“waktu denger itu gue , mama sama papa langsung nyamperin darren kesana. Untung ada nenek sama kakek disana yang jagain darren.” devon melanjutkan penjelasannya.

“pas waktu gue tiba disana darren masih coma, terbaring dengan selang infus sialan itu.” Devon tersenyum masam, seperti dunia sedang mempermainkannya dengan orang yang ia sayang.

“lihat darren kayak gitu gue jadi inget davin kecil.” Kini devon sudah tidak bisa menahan air mata nya, ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri, ia sangat tidak pantas menjadi seorang abang.

Altha mengelus tangan devon, bukan dia saja yang merasakan sakit karena kehilangan orang yang ia sayangi. Di depannya ini pasti jauh lebih sakit merasakannya.

“gue nunggu, nunggu darren sadar. Sampai-sampai gue gak berani tidur, gue takut.” Ucapan devon terhenti.

“takut kehilangan adek gue untuk kedua kalinya.”

Altha sudah benar-benar tidak bisa menahan isakannya, semakin keras.

Napasnya  pun sudah tidak beraturan karena menahan sesak saat devon bercerita tadi. Kejadian kejadian yang diceritakan devon seperti tergambar dalam pikiran altha.

Devon melepaskan tangan altha yang membungkam mulut nya sendiri, ia merasakan apa yang dirasakan altha juga. “ta lepasin, jangan kamu pendem. Nangis ya nagis aja, kamu mau teriak. Teriak ta jangan ditahan jangan membuat ini semakin menggumpal di dalam hati kamu.”  Ucap devon.

Altha menuruti perkataan devon, altha semakin menumpahkan tangisannya. Tangisannya pecah dibarengi dengan teriakan altha.

“aaa…”altha teriak sekencang kencangnya setelah menyingkur dari hadapan devon.

“aaaa.. “ altha berteriak lagi saat merasa belum puas dengan tadi, seperti belum lepas.
Altha tertunduk masih dengan tangisannya.

Terasa sapuan halus di pundaknya, ya itu tangan devon. Devon mencoba menenangkan altha, bahkan dia sendiri juga ikut menangis.

“ta..” panggil devon. “gak aku lanjutin ya, aku takut kamu kenapa-napa.” Ucapan devon membuat altha menoleh kearahnya. 

Altha mengenggam tangan devon masih dengan wajah yang penuh dengan air mata.

“please lanjutin von.” Ucap altha sambil terisak.

“tap…” belum sempat devon menolaknya altha sudah menyela perkataan devon.

“gue mohon.” Mendengar permintaan altha devon jadi tidak tega, walaupun rasa  khawatirnya jauh lebih besar.

“oke.” keputusan devon pada akhirnya. “tapi gue minta sama loe, loe gak boleh lagi nahan tangisan. Kalau loe mau nangis ya nangis aja, teriak ya teriak aja. Luapin semua rasa yang bikin loe sesak.” Pinta devon dan dianggguki oleh altha.
Devon menghembuskan napasnya dan mulai cerita kembali.
































Yok comment 😊
Kasih pendapat kalian guys.
Gimana sih cerita ini?


Nanti author kasih kejutan di chapter paling akhir😚

Vote guys
Jangan jadi silent reader kesayangan author 😘

Ig : @bunganovella

Te Amo ata (Seri 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang