Sadar atas keinginan tentang menghabiskan waktu bersama ternyata tidak akan pernah cukup untuk mempersatukan kita. Butuh keberanian yang besar. Tanpa keberanian, perasaan itu selamanya hanya akan menjadi rahasia yang menenggelamkan kita.
***
Diantara detak kalut setelah pengakuanku, rasa sesak merayap menusuk-nusuk relung dada. Payah. Rasanya air mataku sudah siap menjadi lautan. Seharusnya aku tidak perlu menangisinya untuk kesekian kali. Tapi siapa yang harus kusalahkan? Hati tidak pernah cukup cerdas untuk bisa mengendalikan luapan emosi.
"Hei. Jangan nangis kayak gini. Plis. Aku nggak bisa" kata bobby lembut.
Tidak peduli seberapa menyedihkan aku terdengar, aku memilih tetap menyembunyikan wajahku dibalik dadanya. Mencengkeram kemejanya seolah tidak mengizinkannya meninggalkanku barang sedetikpun atau bahkan dengan jarak satu milipun.
"Hei hei hei. Yaudah kita masuk aja ya" katanya lirih sambil menarikku masuk ke dalam apartmentnya.
Mendudukkanku di sofa bobby lalu beranjak berdiri. Tangannya tertahan. Aku yang menahannya. Kepalaku menggeleng enggan membiarkannya beranjak. Lalu bobby tertawa kecil. Sempat-sempatnya dia tertawa saat aku terlihat kacau seperti ini.
"Kamu ini kenapa sih? Katanya kangen sama aku. Udah ketemu kan? Jangan nangis kayak gini dong" bujuknya.
Saat ini bobby duduk tepat disebelahku. Menarik kepalaku untuk disandarkan di dadanya. Detik berikutnya dia mengelus pelan rambutku. Sial. Meskipun tidak ingin memelas akhirnya aku tetap terlihat jauh lebih buruk daripada itu.
"Ngomong dong. Kamu mau diem terus kayak gini?" Perintah bobby dengan tangannya yang masih setia mengelus rambutku.
Aku bukan tidak ingin mengatakan sesuatu. Begitu banyak yang ingin aku ungkapkan namun tidak ada satupun yang berhasil terangkai dengan baik dalam sebuah kata.
"Tuhkan diem aja. Kamu maunya gimana sih?"
"Nggak gimana-gimana B. Aku cuman mau kamu" tegasku.
Aneh. Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku. Sepertinya aku mulai pakar melakukan pengakuan. Tentu saja bobby tertawa mendengarnya. Sangat renyah. Sisi menyebalkannya tidak pernah hilang.
"Aku?" Tanyanya memastikan apa yang baru saja aku katakan.
Bobby mengambil jarak menangkupkan kedua tangannya di wajahku. Mengusap sisa lelehan dari mataku. Menangkap gelagat salah tingkah dari pipiku yang memerah.
"Aigooo ada apa dengan wajah merahmu" godanya.
"Yaaakk Kim Jiwon" teriakku
"Aish. Kamu kembali galak sedetik setelah mengatakan menginginkanku? Benar-benar tsundre" omelnya
"Jangan berlebihan. Itu lebih dari satu detik" protesku.
"Jadi bagaimana? Apa kamu tetap menginginkanku atau tidak?" Tanyanya dengan nada malas.
Tanpa menjawab aku hanya menganggukkan kepala. Memeluknya dengan antusias hingga membuatnya kehilangan keseimbangan dan ambruk.
"Aw. Astaga kepalaku yang berharga"keluhnya saat kepalanya mendarat di ujung sofa.
"Mianhae" kataku sambil menyusupkan bantal dikepalanya.
Aku menyandarkan kepalaku diatas dadanya. Lega sekali rasanya. Seperti melepas beban berat yang sudah begitu lama tersimpan.
"Aigoooo" katanya menepuk-nepuk pundakku "I miss you boo" bobby mengecup ringan puncak kepalaku.
Setelah itu kita berdiam diri. Membagi rasa rindu yang bercampur dengan segala macam kelelahan. Aku sendiri bisa menerjemahkannnya sekalipun tidak banyak kata yang dia ucapkan. Berbaring diatas tubuhnya seperti ini tentu lebih dari cukup untuk menggantikan penjelasan apapun. Aku sangat menyukainya.
YOU ARE READING
✔Create Some Why [END]
FanfictionPernah : #1 BobbyiKON #1 Bobsoo #1 Taste #6 Kawin Kontrak #2 Kimbobby #42 Hujan [Otw Rapiin Kalimat] 😂 Bagaimana aku harus mendeskripsikan bobby? Entahlah. Sisi misteriusnya menjadi jebakan Tuhan yang paling mengesankan. Namanya berulang kali datan...
![✔Create Some Why [END]](https://img.wattpad.com/cover/196926778-64-k478742.jpg)