Hari senin adalah hari dimana kebanyakan siswa mencari alasan untuk tidak melakukan upacara bendera. Ada beberapa siswi yang lolos karena alasan datang bulan, ada juga para siswa yang nekat bolos dan bersembunyi di toilet agar terhindar dari berdiam diri selama hampir 45 menit lebih di bawah paparan sinar matahari. Sayangnya, ada juga yang harus dan mau ikut upacara karena teman sekelasnya adalah Ketua MPK periode ini dan sangat tau detail kapan teman-temannya datang bulan.
"Gue datang bulannya kecepetan bulan ini Tar" salah satu teman sekelas Tari berbicara sambil memegang perutnya sendiri saat Tari baru saja masuk dan menaruh tasnya.
Tari tersenyum dan menepuk-nepuk pundak temannya yang bernama Rina itu. "Sayangku, lo mau voluntary ikut upacara apa mau cross check di kamar mandi sama gue?"
Rina mengerucut kesal tapi akhirnya tetap menurut dan pergi ke lapangan.
Danandra dan Nuna datang bersamaan, persis sebelum bel tanda upacara berbunyi. Mereka sudah siap dengan topi dan atribut wajib yang harus ditaati oleh semua siswa.
Sebenarnya memakai topi dan menggunakan atribut yang diwajibkan oleh sekolah adalah hal yang mudah tapi kadang dilupakan oleh banyak siswa atau sengaja dibuat salah oleh mereka.
Seperti rok sekolah. Banyak yang memilih membuatnya layaknya span yang ketat dan menjahitnya menjadi turun pinggang. Belum lagi baju seragam yang juga ketat.
Tari tidak pernah berkomentar. Ia bukan seksi kedisiplinan. Mereka sudah tau konsekuensinya sendiri. Tapi Tari memang mempertanyakan kenyamanan dari seragam seperti itu.
"Lo pake baju sama rok kaya gitu apa nggak susah jalannya?", Tanya Tari pada beberapa temannya di kantin saat mereka baru selesai kena razia beberapa bulan lalu.
Teman-teman Tari hanya menggeleng dan menjawab santai, "ini adalah aktualisasi diri dari tanda syukur kita karena badan kita bagus, Tar"
Tari hanya mengangguk paham.
Semua punya idealismenya sendiri. Dan bagi Tari, meskipun jabatannya adalah ketua MPK, dirinya tidak punya kuasa untuk memerintah mereka merubah idealisme mereka. Toh mereka senang-senang saja terkena hukuman dari sekolah.
Hal lain adalah dasi dan topi. 2 Hal yang sebenarnya bisa saja dibeli cadangannya di koperasi dan disimpan rapi di tas karena harganya setara dengan pulsa internet bulanan tapi banyak yang memilih lupa untuk tidak memakai.
Seperti manusia yang saat ini berlari dari ujung ruangan menuju ruangan XI IPS 1 ini.
"Dan! Pinjem to--" Farrel melakukan pengereman mendadak kemudian mundur satu langkah saat tubuhnya hampir menabrak Tari yang sedang berjalan sambil bermain handphonenya.
"Pasti lo mau pinjem topi kan?" Tari menyergah sambil menarik lurus bibirnya menatap Farrel yang tubuhnya menjulang cukup tinggi di depannya.
Farrel tersenyum ramah dan mengangguk. Kemudian kembali menatap Danan yang hanya menggeleng pertanda sahabat dan juga sepupunya itu tidak membawa cadangan Topi.
Raut muka Farrel terlihat kecewa, "Kok lo nggak bawa sih. Kan biasanya bawa."
Danan berdecak dan menunjuk tas Balenciaga nya, "Gue ganti tas. Lupa mindah barang-barang."
Farrel sudah akan pasrah dan siap untuk hukuman berdiri di samping lapangan yang sengaja diperuntukan untuk anak - anak yang ketauan tidak berpakaian rapi ketika Tari berbalik dan meminta Danan menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My First
Teen FictionFirst love introduced you to everything. It could be love that you loved, Love that loved you back, Love that hid well or Love that broke you perfectly.