Bagian 9 - Jam Gadang

817 62 5
                                    

Kamu itu bener-bener beda dari yang lain, makanya aku suka.

---


Setelah menempuh waktu sekitar 3 jam, akhirnya kami sampai di Jam Gadang, Bukittinggi. Matahari sudah menghilang dari bumi dan kini saatnya digantikan dengan cahaya terang dari rembulan dan lampu-lampu kota Bukittinggi.

Damara memarkir mobilnya di tempat parkir. Setelah itu, kami berdua keluar dari mobil dan berjalan menuju Jam Gadang yang tinggi nan besar itu. Aku terpaku melihat keindahan Jam Gadang itu dan Damara yang ada di sampingku nampak bangga karena dia terlahir di Sumatera Barat sebagai "Urang Awak".

"Keren banget..." gumamku. Pandanganku gak bisa lepas dari Jam Gadang itu seolah aku udah terhipnotis karenanya.


"Aku mah udah sering kesini jadi biasa aja," kata Damara.


"Kalo aku jadi Orang Minang, aku bakal kesini tiap hari!" kataku menggebu.


"Makanya nikah sama aku aja. Nanti aku ajak ke sini terus deh, janji." Damara bercanda.


"Gombalnya bikin merinding!" Aku memalingkan mukaku ke Damara dengan tatapan jijik.


"Aku serius!"


"Sekolah dulu yang bener malah mikir nikah!"


"Gak, lah. Aku cuman mikirin nikahnya sama kamu doang, kok, gak sama yang lain." Damara berusaha menahan tawanya.


"Emang akunya mau sama kamu?"


"Maulah. Kan, katamu waktu di Danau Talang tadi, aku ganteng dan imOetz." Aku speechless. Ternyata Damara bisa juga ngebales ledekanku ketika di Danau Talang tadi. Gak ada yang bisa ku jawab lagi selain memukul bahunya dengan tanganku agar dia berhenti buat bilang omong kosong.

"Aw! cakit tw!" kata Damara sok kesakitan dengan suara yang dilebay-lebaykan membuatku lebih merinding dari pada pas dia yang ngegombal tadi.


"DAMAR JIJIK!" kataku mengusap-ngusap kulit tanganku yang rambutnya tiba-tiba tegak sendiri karena merinding mendengar itu. Damara lalu lari sambil tertawa seolah puas dengan ledekannya dan tentu saja aku mengejarnya. Mungkin pukulanku tadi kurang keras atau aku mesti memukul mulutnya saja agar Damara berhenti mengeluarkan sesuatu yang bikin merinding semua orang yang mendengarnya.


"Jangan dikejar lagi, dong, capek nih Kak Damarnya, Dek." Damara kemudian berhenti.


"Oh gitu, Qaq," kataku mendekatinya. Setelah dekat, ku cubit mulutnya itu dan berbisik, "Qaqa Damar, jangan ngucapin sesuatu yang bikin merinding lagi, ya. Adeq merinding bingits tw," kataku dengan suara sok dilebay-lebaykan juga kayak yang dilakuin Damara tadi, "jangan lagi, ya? Nanti gak Adeq lepas ni cubitan di mulutnya sampe mulutnya jadi kayak Donal Duck!" tambahku lagi.


"Hm!" Damara mengangguk. Aku akhirnya ngelepas cubitan tanganku di mulutnya itu. Ketika dilepas Damara malah ketawa sambil ngos-ngosan.

"Seh-ru ju-ga, huh.. gangguin kamu!" Damara lalu mencari tempat duduk dan duduk disana disusul olehku. Aku kembali memandangi Jam Gadang itu. Aku ngerasa gak pernah puas dan selalu ingin memandangi Jam Gadang. Mungkin karena faktor aku yang baru pertama kali ke sana.

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang