Part 22

80 6 2
                                    

“Pak! Ibu sudah sadar, Pak.”

Samar kudengar Bu Nur berbicara dengan seseorang. Ekor mataku menangkap bayang lelaki yang duduk di samping tempat tidur. “A…,” lirihku.

Kepalaku masih terasa berputar. Lelaki itu menjauhkan tangan dari wajahnya dan menatapku penuh khawatir.

“Sayang, apa yang sakit? Di mana sakitnya?”

Tangannya bergerak cepat menyentuh bagian tubuhku, berusaha menemukan apa saja yang membuatku tak sadarkan diri tadi.

Kuberikan senyum terbaik. Ingin aku berkata, ‘tak apa, Sayang,’ tapi lidah begitu kelu. Seolah semua otot-otot melemah semua. ‘Aku baik-baik saja, sesakit apa pun rasa yang kini hadir. Asalkan kau bersamaku.’

Nyatanya Reihan tetap bertanya, ia tak memahami isyaratku.

“Sayang, katakan pada A! Apa yang sakit?”

Manik matanya beradu denganku. Sekali lagi aku hanya mampu menarik segaris bibir ke samping.

“Sabar, Pak! Ibu masih sangat lemas. Biarkan ibu istirahat dulu. Lagi pula perjalanan kita masih jauh untuk sampai ke rumah sakit.” Bu Nur berusaha menenangkan Reihan.

Lelaki itu berkali-kali menunduk lalu menatapku lagi. Tangannya saling meremas satu sama lain.

Perut bagian bawahku teramat nyeri. Kadang kugigit bibir untuk mengurangi sakitnya. Aku juga tak bisa terlalu banyak bergerak, rasanya selangkangan dan kakiku begitu basah. Sesekali kurasakan ada yang merembes keluar dari alat vitalku.

Hatiku berdenyut. Sangat takut. Membayangkan sesuatu yang buruk terjadi pada janin dalam perutku. Sumber kebahagiaan yang baru saja mengisi waktuku dan Reihan.

Rasanya perjalanan ini sangat lama. Jalan berlubang dan berbatu mengguncang tubuhku berkali kali. Rasa tak nyaman semakin menyiksa. Bahkan sakitnya terus menerus menggerogoti.

Ya, Allah, apa yang harus aku lakukan? Sakit ini sungguh luar biasa.”

Hatiku kian berdesir dalam derita yang menyayat setiap persendian tubuh.

Entah berasal dari mana, bayangan tentang mama tiba-tiba hadir menemani rasa sakitku.

“Oh, Tuhan! Seperti inikah sakit mau melahirkan? Tapi, aku sama sekali belum sampai waktunya. Janin yang Kau titipkan belumlah sempurna usianya. Jika sakit melahirkan seperti ini, betapa aku selama ini begitu durhaka dengan mama. Wanita itu berjuang dengan nyawanya untuk mengeluarkanku. Merawatku hingga sembilan bulan lamanya dalam rahim. Merelakan tubuhnya menampung dan berbagi makanan denganku.”

“Oh, Tuhan, jika seorang ibu pun tak merawat anaknya, maka sungguh jasanya saat hamil dan melahirkan pun tak dapat terbayar.”

Tanpa kusadari airmataku menetes deras. Rasanya sakit pada perut dan kepalaku berganti nyeri teramat sangat di hati.

Aku rindu mama.

Wanita yang sengaja meninggalkanku tanpa menoleh sedikit pun. Tak pernah menjenguk walau hanya sekali.

Wanita yang bahkan aku merasakan benci saat mengingatnya. Tapi hari ini, entah apa yang membuat benci itu berganti rindu.

Meski ia tak merawat, tapi ia telah melahirkanku ke dunia dengan perjuangan yang luar biasa. Tak ada yang dapat menggantikan sakitnya. Sakit yang mempertaruhkan hidup dan mati.

Kurasakan tangan Reihan menggenggam erat tanganku. Dan entah yang ke berapa kali tangan itu kuremas kuat saat jalaran sakit luar biasa menyerikan perut.

Perjalanan yang terasa sangat panjang membuatku kembali tak sadarkan diri. Sungguh sakitnya begitu luar biasa. Sanggupkah aku? Ataukah ini adalah akhir dari segalanya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

END (Ever or Never Do)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang