perjumpaan dan perpisahan

Start from the beginning
                                    

Pada saat itu pula Bara menjadi pelengkap hariku, sekali lagi kukatakan kita dilerai jarak tapi doa kita tak pernah terlerai oleh apapun. Aku menyayangimu dan kaupun begitu hari-hari lebih baik semenjak ia hadir, pagiku, siangku, malamku tak pernah sepi oleh pesan dan candaanya. Ia yang selalu memanggilku mungil dikarnakan badanku yang memang mungil, dan badan ia yang sedikit bengkak menjadikan kita seperti angka 10. Aku selalu suka caranya bersandiwara ada saja ulahnya.

Ia selalu suka senyumku. "Nara, jangan senyum terus nanti aku diabetes." Ujar candanya.

"gomballll.. malesiin, haha" balasanku yang mungkin buat ia tesenyum.

"Nara, bulan depan aku bakalan nemuin kamu kesana. Memulangkan rindu pada rumahnya" pesan yang ia kirim dan aku baca ketika matamu kembali terbangun

Aku sontak dibuat kaget dan tak percaya, ya Tuhan apakah benar ia akan datang sesuai apa yang dibicarakannya? Atau hanya sebatas janji tanpa harapan semu?

"kamu serius?" aku menanyakan balik hal itu kepadanya, padahal rasanya hatiku sangat sumeringah dibuatnya

"Kenapa engga? Liat saja nanti pada waktunya aku akan datang. Percayalah Nara."

Pertengahan januari

"Nara, lusa aku akan datang menumui kamu."

Lagi-lagi aku dibuatnya kaget, ada rasa bahagia yang membuat hatiku rasanya bercampur aduk antata percaya atau tidak, tetapi ia menunjukan bukti tiket kereta yang sudah dipesannya. Artinya ia akan benar datang menemuiku.

"Aku tunggu kamu di sini, Bara." Balasku yang diikuti emoji peluk.

Aku benar-benar menunggu ia datang, waktu dijam tanganku tak letih kulihat, tetapi entah mengapa waktu tak seperti biasanya, melambat. Aku sangat senang bahwa Bara akan menemuiku secepat ini, tak pernah terbayang akan seperti ini, kukira kita akan bertemu beberapa bulan setelah hari jadi kita.

Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 waktunya aku terlelap merebahkan badan yang sudah lelah akibat aktivitas hari ini. Di luar itu aku ingin lekas menyambut pagi, menemui seorang sosok yang kini ada dalam hatiku, dialah Bara seseorang yang jujur untuk mengatakan tidak tentang hal apapun yang dirasa tidak nyaman dibuatnya. Aku awalnya kesal dengan sikap ia seperti itu, tapi lambat laun aku mulai mengerti tentangnya bahwa; ia hanya ingin kebersamaan ini dinikmati oleh berdua saja, hanya kita karena semua ini tentang kita bukan orang lain, katanya.

Puji syukur mataku pagi ini kembali terbuka, masih diberikan nikmat yang tak terhingga. Kini waktu sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. Setelah sholat aku menanyakan keberadaan Bara.

"Kamu sudah sampai mana?"

Hingga satu jam aku menunggu balasnya, tak juga hinggap dikolom chatku. Mungkin ia tertidur dikarnakan perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan.

"Sabar, sebentar lagi aku sampai Nara."

Akhirnya aku mendapatkan balasan, entah mengapa ada rasa deg-degan yang hinggap, mungkin karena ini pertemuan pertama dengannya. Pukul 08.00 aku pamit kepada ibu. Aku lekas pergi karena perjalanan dari rumah menuju stasiun cukup jauh bisa satu jam lewat kalau macet, sedangkan Bara sampai di stasiun pukul 07.30 pagi.

"Tunggu aku Bara, sebentar lagi kita akan saling menatap." Gumamku dalam hati yang kini mulai merasakan bahagia.

Di stasiun

­"Bara, kamu di mana? Aku sudah di stasiun. Aku tunggu kamu di depan ya." Aku memberi persan padanya, tetapi ia hanya membaca tanpa membalas. 15 menit aku menunggunya tapi ia tak kunjung datang.

"Haii, Nara."

Ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang, astaga itu siapa? Apakah Bara? Aku =sampai tak berani melihat kebelakang.

"Naraaaaaa."

Suara itu kembali memanggilku, akhirnya aku memutuskan untuk melihat. Dan ternyata dia adalah Baraku, seseorang yang memperlihatkan jungnya untukku. Ia benar-benar datang dan nyata ada di depanku. Sontak aku begitu kaget dibuatnya, mata kami saling menatap, jantung kita membalap dan peluklah yang aku dapat.

"Terimakasih telah datang untukku, untuk menunjukkan bahwa kau bukan seorang lelaki pengumbar janji." Kembali aku berbicara pada hatiku.

"Nara, aku begitu senang bisa bertemu denganmu. Bertemu seseorang yang sedang kuperjuangkan, aku mencintaimu."

"Lelahku sudah terhempas oleh temu ini." Ucapnya

Beberapa hari ini sepertinya akan menjadi milik kami, ia memulangkan rindu kepada rumahnya. Kita bercerita tentang banyak hal salah satunya kita ingin membuat satu buah karya yaitu buku yang diberi judul "ruang kenagan". Kau menyetujui dan kita akan membuatnya satu bulan kedepan ini.

Kali ini rasanya berbeda, Bara seorang yang cuek tapi kadang ia pandai untuk mengejek ataupun bercanda. Ia selalu suka memandang wajahku. Katanya "Kelak, wajahmu akan aku lihat selalu ketika Tuhan kembali memberikan waktu untukku hidup. Wajahmu yang ingin aku lihat ketika matahari mulai menyapa jiwa-jiwa yang masih tertidur"

Aku kembali dibuat senyum olehnya.

"Satu lagi, aku ingin membuat sebuah video di mana kita saling menatap dan di depan kita ada hamparan senja yang menguning, indah bukan?"

Kali ini hatiku dibuat terbunga-bunga dan sulit diungkapkan.

"Bara semoga tentang kita tak hanya sampai disini. Berjuanglah jangan sampai kalah oleh siapapun, ya!." Aku menyemangatinya untuk membuat ia tegar dan sabar.

Pada akhirnya waktu memisahkan kita kembali, kembali jarak yang menyekat antara kita membuat celengan yang di isi dengan rindu, dan temu sebagai obanya.

"Nara, aku pamit. Nanti aku akan membawa keluargaku menemui orangtuamu, doakan tahun ini ya, aamiin."

Kata-kata perpisahan yang membuatku bahagia, akan aku aaminnkan sebagai doa yang kembali ter aamiini oleh Tuhan dan semestanya.

"Nara, ini cincin aku berikan untukmu sebagai tanda baikku untukmu. Tahun ini akan aku ganti, doakan ya. Dan ini ada surat untukmu, nanti baca yah."

"Aku selalu mendoakan kamu, keluargamu. Semoga ingin kita sejalan dengan ingin Tuhan."

Bara memelukku, mencium keningku dan meninggalkan kenangan yang tak pernah habis termakan usia. Yang terlihat hanyalah punggung yang lebih menjauh menandakan pertemuan kita kali ini berakhir. Semoga akan ada hari yang lain untuk kita kelak.

Aku melihat kereta yang ditumpangi Bara sudah berlalu pergi. Aku memutuskan pulang ingin membaca surat yang ia buat.











Surat untuk Nara

Kepada Nara.

Ingin sekali menjadi pendamping hidupmu

Dari pilihan yag sudah ditetapkan

Dari takdir-takdir yang telah tertulis

Doa dari doa-doa yang telah dipanjatkan

Namun tetap saja ketakutan menyelimuti diri, hingga melepas senyumpun sulit. Maka sederet peristiwa dihadirkan untuk menelaah dan menilai. Tentang siapa yang lebih pantas, tentang siapa yang mengikhlaskan kepergian, tentang restu yang selalu menjadi ketakutan yang lebih buas dari apapun. Dari situ terdapat keputusan bahwa; untuk berserah kita tak selalu harus pasrah. Hanya saja untuk menjadi pilihan yang terbaik perlu juang yang tak kenal lelah dan tepat mencari arah. Hingga tak ada lagi jiwa yang terasa terasingkan oleh pilihan itu sendiri.

"Bara bukan inginku seperti ini, tetapi aku tak punya pilihan lain. Semoga kita kembali dipertemukan dalam garis yang sudah Tuhan tentukan, percayalah."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 08, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bara & NaraWhere stories live. Discover now