"sej, kakak pelayan yang tadi itu ... pacar gelapmu, ya."
"ngaco aja terus kerjaannya."
"habis! tiap kita ke sini dia menghampirimu sambil ketawa-ketiwi malu. lalu kalian tatap-tatapan seperti dunia hanya milik berdua. ya wajar kalau kupikir kamu udah mencampakkan wooseok demi dia."
"first of all, youn ... wooseok bukan pacarku. udah dibilang berkali-kali juga, kapan kamu mau denger." sejin menggeleng-gelengkan kepala, sementara seungyoun sudah tergelak sampai hampir mengeluarkan air mata.
seungyoun tahu kok, sejin dan wooseok cuma teman biasa, yang kadang kepergok bertingkah seperti pasangan baru menikah. hehe. ia sudah mengenal mereka selama enam tahun, sejak masih sama-sama mengambil kelas dasar desain sampai kini meniti jalan yang berbeda-beda. dulu saat seungyoun masih menjadi mahasiswa yang ambisius dan berjiwa kompetitif, ia menganggap wooseok sebagai saingan - dalam berkarya, mengejar indeks nilai tertinggi tiap semester, memperluas koneksi, sampai merebut perhatian massa di pameran yang berbeda-beda. tapi seiring waktu, mereka akhirnya jadi teman main. terima kasih pada sejin yang tak bosan-bosannya mengajak seungyoun dan wooseok makan-makan dan melepas penat bersama. seungyoun belakangan juga jadi tahu kalau perasaannya pada wooseok 100% bertepuk sebelah tangan ("aku selalu melihatmu sebagai rival." "eh, iya kah? sejak kapan?") - kan malu. untung semua sudah berlalu.
sekarang saja mestinya mereka berkumpul bertiga di kafe langganan sejin beberapa bulan terakhir, tapi sepertinya wooseok masih ada urusan. entah ia tidak jadi datang, atau menyusul di belakang.
"kamu itu cuma dua kali kuajakin ke sini, omong-omong. kok asal bilang aku dan kakak pelayannya ada apa-apa."
"canda sej, nggak usah dimasukin hatiii." seungyoun bergerak maju untuk menepuk-nepuk kepala sejin, yang tentu makin membuat kawan baiknya itu merengut sebal. untung saja percakapan mereka tak sampai berujung adu mulut; karena berikutnya, paket makanan dan minuman datang, mengambil alih perhatian mereka seutuhnya. kebetulan yang mengantarkan bukan kakak pelayan yang disebut-sebut seungyoun tadi, melainkan seorang gadis berambut pendek ... yang anehnya juga melempar tatapan penuh arti pada sejin. apa semua pegawai di kafe ini mengenal sejin? make sense, sih. dia kan minimal seminggu sekali berkunjung kemari, entah buat makan atau numpang wifi sambil garap kerjaan. ditambah lagi, sejin adalah tipikal yang supel dan perhatian terhadap sekeliling, tidak mungkin ia cuek pada orang yang ia temui secara rutin. setidaknya tahu namanya lah, atau saling bertukar sapa.
"salam ke kak seungsik, ya seo."
"o-oh iya. orangnya lagi gak di sini sih, mungkin baru mampir sore nanti."
tuh kan.
"yang barusan tuh siapa, sej?" tanya seungyoun begitu gadis pengantar pesanan mereka beranjak ke meja lain. sejin yang sedang asyik menyeruput jusnya langsung berhenti, lalu menaikkan alisnya.
"kenapa? mau pdkt? kamu bukan tipenya."
"haish, bukan ... tadi kamu nanya ... kak sik? kak minsik?"
"seungsik."
"nah, ya. itu."
sejin sok-sok memalingkan muka. "hih kepo."
"ya udah ..." seungyoun mengedikkan bahu. ia tidak pernah memaksa sejin buat cerita, kok. meski situ suka mendorong dirinya buat cerita kalau ada sesuatu yang terlalu lama dipendam dalam benak. hehe, nggak, seungyoun tahu niat sejin baik.
"itu yang punya kafe ini, youn. yang sedang berusaha aku pepetin."
"hah ... HAH?" sejin ujungnya menjelaskan juga, dan membuat seungyoun terkesiap. "sejak kapan seleramu jadi om-om?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Fairy.
Fanfiction[ han seungwoo , cho seungyoun ] seumur-umur, candu seungwoo hanya ada tiga: buku, drama romantis, dan masak-memasak. tapi sejak seungyoun melangkah masuk dalam hidupnya - ia baru sadar, ternyata senyum orang lain bisa jadi candu yang (sangat, sang...