0.5 : backstory

63 9 0
                                    

"kamu ngajak orang asing ciuman?"

sejin memijat kening, hampir-hampir tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar dari mulut teman sekamarnya. tapi mengingat ini seungyoun - cho seungyoun yang sudah terverifikasi bakal bertingkah aneh-aneh saat mabuk, sejin harus menerima kenyataan meski dengan rasa khawatir bercampur kesal yang berkobar-kobar. "astaga, youn, gimana kalau kamu ketemu sama orang mesum? terus kamu diculik dan nggak balik-balik? aku bukan dukun yang bisa nerawang posisimu 24/7, gak bakal ada yang nolong kamu selain dirimu sendiri."

seungyoun hanya mengangguk-angguk setengah hati mendengar ceramah sejin tentang apa yang terjadi semalam, lebih sibuk memainkan game di ponsel pintarnya.

"kamu nggak ngasih kabar sehari sama mama cho aja aku sudah diteror, gimana kalau kamu hilang berhari-hari."

"kalau keganggu ya di-block aja toh nomernya. gampang."

"intinya bukan di situ, youn."

hmm. seungyoun melirik sejin sebentar. raut mukanya tak teduh dan dihiasi senyuman lembut seperti biasa. tiap kawannya satu itu memasang tampang datar dengan tangan terlipat di depan dada, ia terlihat sepuluh kali lebih menyeramkan. selamat, cho seungyoun. kamu sudah berhasil membuat kesabaran lee sejin yang seluas lautan itu menyusut dalam hitungan detik. padahal semalam ia sudah repot-repot menghubungimu, menjemputmu di lokasi antah-berantah dan membawamu kembali ke apartemen dalam kondisi sehat sejahtera, bisa-bisanya kamu ngajak dia bercanda dalam situasi serius seperti ini.

kalau ditanya apakah ia merasa bersalah? tentu saja. tidak sekali ini ia merepotkan orang lain - terutama sejin, dengan keputusan-keputusan jeleknya. seperti minum-minum sampai bablas, dan nekat pulang sendirian padahal tahu kebiasaannya saat mabuk tidak patut untuk dicontoh. ia mestinya juga ingat toleransi alkoholnya akhir-akhir ini semakin jelek; yang awalnya tahan dua botol jadi k.o hanya dengan beberapa teguk saja. mungkin dalam waktu dekat sejin akan menanyakan "kamu mau cari mati?", lantas mendiamkannya sampai ia selesai mengevaluasi diri.

"aku maklum kalau kamu minta pelukan orang asing. itu terjadi beberapa kali. tapi minta cium? lalu besok-besok kamu asal ngajak orang tidur bersama juga, gitu?"

"enggaklah sej, aku juga masih setengah sadar ..." elak seungyoun, walau sejujurnya ia cuma ingat samar-samar apa yang terjadi sebelum naik bus, saat ia meminta peluk cium lelaki yang duduk di sampingnya, dan turun di halte yang jelas masih jauh dari apartemen ini.

"kalau setengah sadar, nathan sama hyunggu nggak meneleponku dan bilang kalau kamu maksa naik bus buat pulang."

whoops. terbuka juga kedoknya. sebelum naik bus, ia sempat ditawari pulang bareng teman-teman mainnya. tapi ia malah marah-marah tanpa alasan yang jelas dan pergi meninggalkan mereka ... ha ha :)

"oke, sori aku semalam khilaf." seungyoun menghela napas panjang. kadang ia merasa sejin sudah seperti manajer bawel daripada sekedar teman sekamar atau teman kuliah sejak tahun pertama. tapi ia tahu sejin melakukan ini semua karena peduli, dan menyayanginya tanpa pamrih. bukan semata-mata karena ia yang sering jadi korban teror mami kalau seungyoun sedang kabur-kaburan dan tidak mau dihubungi. ia harusnya banyak-banyak bersyukur dikelilingi teman yang masih mencurahkan perhatian, tidak ingin dirinya merasa sakit secara fisik maupun batin. namun apa daya, seungyoun memang begini orangnya. ketika ditimpa masalah sedikit, sering bingung sendiri, tidak tahu kemana harus melangkah - selain melampiaskannya dengan senang-senang dan berkelana tanpa tujuan.

lama ia menunduk, merenungi dirinya yang lagi-lagi membuat orang lain kecewa, tiba-tiba sejin mendekat dan merengkuh wajahnya. mereka kini duduk berhadapan di atas sofa, dan sekalipun seungyoun bisa melihat perbandingan tinggi mereka yang sedikit timpang, ia merasa sangat-sangat kecil sekarang. ia ingin bersembunyi di balik balutan selimut, mengurung diri di dalam kamar agar tak ada siapapun yang berani menelanjangi isi pikiran dan perasaannya beberapa hari terakhir. namun tentu sudah terlambat. sejin tidak menjadi teman sekamarnya selama enam tahun terakhir untuk mengabaikan tanda-tanda bahwa dirinya tidak sedang baik-baik saja. bahwa ketika ia meminta peluk orang lain - sadar ataupun tidak sadar, adalah bentuk lain dari mencari pertolongan.

"kamu ada masalah lagi di kampus?" tanya sejin, kali ini dengan lebih pelan dan hati-hati.

"... bukan masalah kampus. nggak seberapa penting kok."

"nggak seberapa penting tapi sanggup bikin kamu ke bar sambil nangis-nangis?"

seungyoun mendecih. pasti nathan atau hyunggu lagi yang membeberkan ini. mereka, dan jimin juga, ngakunya sih tidak ingin terlalu ikut campur masalah pribadinya dan fokus menemaninya bermusik dan senang-senang. tapi nyatanya mereka juga peduli; sampai-sampai menghubungi sejin untuk memastikan lubang-lubang di hatinya sudah terobati. memastikan ia tidak terlalu lama berkubang dalam kepedihan yang suka muncul tanpa diundang.

"apa soal yibo?"

mata seungyoun membulat ketika sejin menyebutkan sebuah nama familiar. bukan, ini bukan soal adik tirinya. dia tidak salah apa-apa, tetap menjadi anak baik kebanggaan keluarga. anak yang tidak akan membuat orang lain menyumpahinya tidak berguna, atau dibilang cuma bisa tertawa ketika sedang ditimpa banyak beban.

"kok yibo sih, sej. kamu nyebut-nyebut namanya jadi bikin aku kangen."

"ah, bukan ya?" sejin meringis sambil menepuk-nepuk pipinya yang tidak gembul. "habisnya kamu sudah jarang cerita-cerita lagi. jadi aku asal tebak saja."

"kamunya sibuk sih. kalau nggak sibuk kerjaan, sibuk pacaran sama wooseok." ujar seungyoun sambil memonyongkan bibir. maksudnya membalik suasana percakapan mereka sekarang agar tidak jadi suram-suram amat.

"hmm kan." seungyoun langsung mendapat balasan berupa jitakan di dahi. namun tak lama kemudian, sejin menggenggam tangannya erat. "aku pernah bilang, kalau kamu nggak sanggup menyimpan - apapun yang ada dalam pikiranmu itu sendiri, jangan sungkan-sungkan mengajakku bercerita. mungkin aku cuma bisa dengar. mungkin aku nggak selalu bisa memberimu solusi, tapi seenggaknya, kamu ... kamu nggak ngerasa kesepian, youn."

kesepian, ya?

( seungyoun menutup mata sejenak. tidakkah itu juga yang ia katakan pada orang asing yang duduk si sebelahnya kemarin malam? yang memberinya sandaran selama perjalanan, padahal ia bisa saja mendorongnya hingga tergeletak di lantai bus? yang setuju-setuju saja memberinya peluk dan ciuman singkat - yang berhasil membuatnya tenang meski hanya sesaat?

mungkin benar. selama ini ia dikelilingi banyak orang, bergaul dengan tipe orang yang berbeda-beda tiap harinya. namun di saat yang sama, ia masih ... dihantui kehampaan tak kasat mata. )

Ending Fairy. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang