PROLOG

569 71 5
                                        

Kawashiri Ren terdiam.

Hanya berdiri tak bergerak, inginnya diam saja. Matanya memejam sesaat sebelum helaan napas keluar. Ia tak suka keramaian. Terlalu memusingkan bila harus bersentuhan dengan orang-orang itu. Maka ia mulai memikirkan pilihan solusi alternatif untuk bisa sampai ke tempat kerjanya tanpa berdesakan dengan orang-orang.

Ren hanya tak suka. Ia tak suka ketika satu persatu ingatan orang-orang yang tak sengaja disentuhnya muncul memenuhi kepalanya. Membuatnya pusing dan mual karena terlalu banyak melihat ingatan yang bahkan tak ia ketahui siapa pemiliknya. Kemampuan yang sangat menyebalkan baginya.

Ia tak ingat kapan tepatnya pertama kali dan bagaimana bisa ia memiliki kemampuan diluar nalar itu. Ia hanya ingat pernah menangis saat kecil dulu di kerumunan orang-orang karena sekelebat ingatan mengerikan tiba-tiba muncul di kepalanya. Ingatan mengerikan yang sampai sekarang tak ia ketahui siapa pemiliknya juga kenangan apa itu. Sudah terlalu banyak ingatan yang ia lihat sampai-sampai banyak pula yang telah ia lupakan.

Ren melirik ke arah arlojinya. Jika ia tidak beranjak juga sudah dipastikan dirinya akan terlambat, lalu Osawa Shunya sang pemilik café tempatnya bekerja paruh waktu akan mendramatisir segalanya. Memikirkannya saja Ren sudah bergidik.

"Baiklah, sakit kepala karena manusia-manusia ini atau sakit kepala karena Osawa Shunya, sepertinya lebih mengerikan yang kedua," gumamnya. Maka ia memasang kuda-kuda sebelum berlari menerobos kerumunan orang-orang.

Tubuhnya bertubrukan. Satu persatu ingatan orang yang menabraknya muncul dan tumpang tindih. Ren meringis. Kepalanya mendadak pusing dan isi perutnya benar-benar terasa ingin keluar.

"Anda baik-baik saja?"

Ren merasakan sentuhan di bahunya. Begitu lembut namun seketika menghapus segala memori tumpang tindih di kepalanya. Semuanya menghilang kemudian berganti ingatan tenang dari sosok berambut merah yang sedang duduk menatap langit. Tidak ada ingatan lain meski tubuhnya masih sesekali bersentuhan dengan orang-orang yang berlalu-lalang. Maka Ren memutuskan untuk mengangkat kepalanya, menoleh dengan gerakan halus pada sosok yang sedang menyentuh bahunya.

"Eum.. Anda baik-baik saja? Mau kubantu untuk mencari tempat istirahat terdekat?" Pemuda berambut merah itu bertanya lagi sembari menunjuk ke arah berlawanan. Kawashiri Ren hanya terdiam memperhatikan laki-laki di depannya yang sesekali berkedip karena belum mendapat respon.

"Di sana ada minimarket kalau kau mau—" sebelum pemuda berambut merah itu melanjutkan ucapannya, Ren menggapai jari jemari miliknya. Ia menatap pemilik jari di genggamannya.

"Bisakah kau terus menyentuhku?"

TouchWhere stories live. Discover now