5

10.5K 915 28
                                    

Seperti ucapan Malvis, pria itu menjemput Jessy di jam yang sudah dijanjikannya. Dan Jessy, wanita itu sudah siap dengan pakaian terbaik yang ia miliki. Jessy mengenakan pakaian rapi dan sopan, wajahnya ia rias dengan alat make up-nya yang seadanya. Rambutnya tertata rapi. Ia seperti seorang pelamar kerja yang hendak melakukan wawancara di sebuah perusahaan.

Wajah Jessy yang tegang membuat Malvis tergelitik ingin bicara. Jessy hanya akan bertemu pengacara, bukan malaikat maut atau sejenisnya.

"Santai, Jess. Kau tidak perlu setegang ini." Malvis akhirnya bicara.

Jessy menoleh ke arah Malvis yang sedang menyetir. "Apakah sangat terlihat?" tanyanya polos.

"Ya. Bahkan tertulis jelas di jidatmu."

Jessy memegangi jidatnya sekilas, kemudian mengatur napasnya agar ia bisa sedikit tenang. Jessy bukannya takut bertemu pengacara Earth, ia hanya belum siap menerima uang muka yang Earth janjikan. Takut-takut jikalau nanti ia pingsan karena melihat saldo tabungannya yang membengkak hebat.

Mobil Malvis berhenti di depan rumah berlantai dua bergaya modern.  Rumah itu memiliki dinding kaca pada bagian depannya. Jessy melongo, akhir-akhir ini ia mengunjungi rumah-rumah mewah yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Ayo, Jess." Malvis turun dari mobilnya.

"Ah, ya." Jessy menyusul. Wanita itu masih takjub pada bangunan di depannya.

"Jess, pengacara Earth ada di dalam, bukan di luar sini." Malvis menggerakan kepalanya mengisyaratkan agar Jessy segera melangkah.

Jessy segera bergerak mengikuti Malvis. Pintu kaca bergeser, kakinya masuk ke dalam bangunan mewah itu.

Ruangan itu di dominasi warna cokelat dan putih. Barang-barang mahal tertata rapi. Beberapa lukisan beraliran kubisme terpajang di dinding. Suasana di tempat itu sangat hening, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Sebelum akhirnya seorang wanita mendekati Malvis.

"Pengacara Aresh sudah menunggu di dalam." Andrea, asisten Pengacara Aresh tersenyum menawan pada Malvis. Ia menyambut kedatangan Malvis yang sudah ada di dalam agenda harian atasannya.

Tatapan Andrea berpindah pada Jessy, ia mengerutkan keningnya. Siapa wanita yang bisa berjalan berdampingan dengan Malvis? Meski Malvis bukan seorang pemilik perusahaan tapi Malvis menjadi salah satu bujangan populer di kota London. Tidak sembarang wanita bisa berjalan berdampingan dengan pria yang tidak mudah untuk diabaikan itu.

"Ada masalah dengan wanita di sampingku, Andrea?" Malvis bertanya dengan nada datar.

Andrea buru-buru menggelengkan kepalanya. "Ah, tidak, Pak Malvis. Maafkan saya."

"Jess, ayo." Malvis kembali melangkah lagi, ia melewati Andrea yang sejak dahulu sering memberi sinyal menggoda padanya. Malvis tidak tertarik bermain-main dengan wanita. Bisa dikatakan ia sama seperti Earth, hidupnya tidak berfokus pada wanita. Namun, jika Earth sudah memiliki Caroline, Malvis masih sendiri. Ia belum menemukan wanita yang bisa menggetarkan dadanya.

Jessy mengikuti langkah Malvis lagi. Kali ini ia masuk ke sebuah ruangan yang semua dindingnya adalah kaca. Di belakang meja dengan kayu berkualitas tinggi, seorang pria berkacamata perak duduk di sana.

"Malvis, kau sudah datang." Pria itu berdiri, ia menyambut Malvis yang merupakan sahabatnya. "Jadi ini wanita yang akan menikah dengan Earth?" tanya pria itu.

"Jess, perkenalkan ini Pengacara Aresh. Dia yang akan mengurus kontrakmu dengan Earth." Malvis memperkenalkan Aresh pada Jessy.

Aresh mengulurkan tangannya. "Aresh." Pria itu tersenyum. Lagi-lagi Jessy menemukan pria berwajah tampan dengan senyuman menawan.

A Secret ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang