Kisah Kita

17.7K 720 38
                                    

CHAPTER 22

Emir menunggu dengan galau di lapangan basket dekat sekolah SMA nya dulu, entah kenapa Ali memintanya bertemu disana, ia sudah bisa menebak arah pembicaraan Ali, meskipun ia tidak mau menghadapi situasi ini, tapi Emir memilih untuk menyelesaikannya secara dewasa. Tak berapa lama, Emir melihat mobil Ali parkir di depan lapangan basket tersebut, ia yang sedari tadi memainkan bola basket yang ada disitu akhirnya menghentikan aktivitasnya dan memandangi Ali yang menghampirinya.

"Hai Mir" sapa Ali melepaskan kacamata hitam yang daritadi melindungi matanya dari silaunya sinar matahari terik siang itu. "Hai Li" balas Emir datar. "Sori ngajak ketemuan di tempat begini"ucapnya serius, "Langsung aja, lo mau ngomong apa?"tanya Emir yang tak mau berbasa basi. Ali menunduk sejenak hingga akhirnya ia mampu mengangkat kepalanya dan mulai berbicara "Gua ga perlu bertele-tele lagi, lo pasti udah tau maksud gua ngomong sama lo, gua mau lo batalin pernikahan lo sama Prilly, dan biarkan Prilly kembali sama gue" ucapnya jujur, Emir tak terkejut mendengar ucapan Ali tadi, ia tertawa miris lalu tanpa bicara apa-apa ia memukul wajah Ali hingga Ali terjatuh, ujung bibirnya berdarah, Ali menyekanya singkat lalu kembali berdiri, "Ga apa-apa kalau lo mau mukul gua, biar hati lo lega, gua ngerti banget lo pasti marah banget sama gua, ga apa-apa lo pukul aja, gua siap terima itu, gua pantas untuk lo pukul karena gua udah bikin Prilly menderita selama 7 tahun ini" ucap Ali yang justru menawarkan dirinya untuk menjadi samsak Emir sementara.

"Jangan lo pikir lo itu orang terdekatnya Prilly lo bisa seenaknya sama dia, lo denger gua, susah payah gua 3 tahun ini untuk bikin dia tersenyum meskipun cuma sesimpul, tapi sekarang lo gampang banget minta dia balik ke lo jelas-jelas orang yang udah bikin dia kehilangan semangat hidupnya selama 7 tahun, lo pikir gua malaikat yang dengan gampangnya ngelepasin cewe yang paling gua cintain selama ini?hah" Seru Emir geram dengan sikap Ali sambil menarik kerah bajunya. "Lo pikir gua mau kaya gini?menderita selama 7 tahun, dan sekarang harus bikin banyak orang ikut menderita karena cinta gua?hah?gua ga mauuuuuuuu" ucap Ali melepas paksa tangan Emir dari kerah bajunya. "Ga mungkin gua mau nyakitin orang yang selalu jadi nafas gua, gua juga ga tau kalau akhirnya bakalan kaya gini, seandainya dia bahagia sama lo, ga mungkin gua bakalan mau ngerendahin diri gua di depan lo kaya gini, buat apa?gua rela lo nikah sama dia kalau itu buat dia bahagia, tapi nyatanya apa, dia minta gua untuk bawa dia pergi, dia cuma mau hidup sama gua, dan gua juga ga bisa hidup tanpa dia, apa yang bakalan lo lakuin kalau jadi gue?" ucapnya lirih mulai menangis.

Emir mengepal tangannya keras, lalu memukul wajah Ali sekali lagi, "Itu, buat air mata Prilly selama 7 tahun" ucap Emir geram, "Bales gua Li, jangan diam aja" serunya pada Ali yang memang sengaja tak mau membalasnya, Emir kembali menarik kerah Ali hingga ia berdiri, "Ini, buat sakit hati gua karna lo udah ngerusak rencana pernikahan gue" ucap Emir memberikan Ali kepalannya yang ketiga, Ali jatuh tersungkur dan masih tak mau membalas, "ALLLLIIIIIIIIIIIIIII" teriak Prillly berlari menghampiri Ali yang tersungkur di lantai dengan muka lebam, Emir menarik lengan Ali hingga ia berdiri lagi, "Emir, udah, STOP, plis jangan pukul dia lagi, kalau kamu mau marah, marah aja sama aku, salahin aku, pukul aku kalau kamu mau" teriak Prilly histeris memegangi tangan Emir mencegahnya agar tidak memukul Ali lagi, tapi Emir mendorongnya menjauh secara perlahan lalu mendorong Ali hingga ia mundur beberapa langkah.

"Dengerin gue Li, jaga Prilly baik-baik, jangan sampe gua liat dia nangis lagi apalagi gara-gara lo, kalau ga, gua bakal bawa dia pergi jauh-jauh dari lo sampe lo ga bakal pernah ketemu dia lagi meskipun lo masih hidup" ucapnya tegas membuat Ali mengangkat kepalanya dan menatapnya nanar, Ali bisa melihat gurat kesedihan di wajah Emir, matanya berkaca-kaca, ia menghampiri Prilly yang daritadi terisak menatapnya, "Emirrr" ucapnya lirih, Emir menyentuh wajah Prilly dengan satu tangannya, menyeka air matanya dan mengusapnya lembut, "Jangan nangis Prill, aku paling ga bisa liat kamu nangis, udah cukup waktu 7 tahun kamu habiskan hanya untuk menangis, sekarang waktunya kamu tersenyum, cinta kamu sudah kembali, cahay matahari kamu udah balik lagi, kamu ga boleh nangis lagi" ucap Emir menghibur Prilly namun malah membuat Prilly pilu dan langsung memeluknya, 'Emir, maafin aku, maafin aku" tangisnya pecah. Emir membalas pelukkannya sambil menangis, "Asal kamu tau Pril, aku akan selalu sayang sama kamu, ga akan ada benci di hati aku, dan kita masih bersahabat kan?" tanyanya sedih. Prilly tak mampu berkata-kata lagi dan hanya bisa mengangguk berkali-kali. Meskipun ia tidak bisa mencintai Emir sebagai laki-laki, tapi Prilly menyayangi seperti seorang abang, bagaimanapun juga Emir sangat berjasa dan berarti baginya.

Emir melepaskan pelukkannya lalu menarik tangan Prilly mendekat kepada Ali, dan menyatukan tangan Ali dengan tangannya. "Semoga kalian selalu bahagia, dan menjadi pasangan yang abadi, cinta kalian sudah teruji dan terbukti kalau cinta kalian itu sejati, maaf kalau gua pernah ada di tengah-tengah kalian, semoga cinta kalian semakin kuat dan saling menjaga satu sama lain, jangan pernah mau kalah dengan takdir" ucapnya tersenyum ramah. "Li, gua masih ga puas hari ini, karna lo ga bales pukulan gue, tapi ga apa-apa, gua ga ada dendam sama sekali sama lo, memang seharusnya gua lepasin Prilly tanpa lo pinta, karna dia ga pernah cinta sama gue, dia cuma cinta sama lo, sori ya bro lo harus bonyok kaya gini, anggap aja itu balasan karena kebodohan lo 7 tahun lalu" ucap Emir tertawa kecil, Emir menyodorkan tangannya untuk berjabat dengan Ali, tapi Ali malah memukul wajahnya tidak sampai membuatnya jatuh, tapi cukup membuat ujung lidahnya lecet. Ali tertawa dan dibalas dengan tawa Emir pula, Prilly yang tadinya terkejut dengan sikap Ali akhirnya ikut tertawa dalam pelukan Ali, ia memukul dada Ali pelan, "Kamu tuh ya" ucapnya manja, Ali memeluknya erat sambil tertawa lega, Emir tersenyum menggelengkan kepalanya lalu beranjak meninggalkan mereka berdua yang sepertinya sama-sama tidak mau melepaskan pelukkannya.

Dari kejauhan Karin memperhatikan mereka sambil menangis, ia kasian melihat Ali harus dipukuli seperti tadi, ia benar-benar tak menyangka sebegitu besar cinta Ali pada Prilly hingga ia rela mati untuk Prilly. Karin menyobek-nyobek foto yang tadinya ingin ia kirim ke media, tapi ia batalkan karena tak tega melihat Ali harus terluka lagi karena dirinya, mereka sudah cukup menderita karena keegoisannya semata, ia begitu licik menjebak Ali, hingga ia harus ditinggal oleh cinta matinya, hidup bagaikan tak bernyawa, kali ini Karin baru mengerti artinya cinta yang tulus, cinta yang mamapu berkorban agar orang yang dicintainya bahagia. Karin menghapus foto tersebut dari HP nya juga, ia merasakan kelegaan yang luar biasa, belajar dari kebesaran hati Emir yang luar biasa, pengorbanan Ali demi kebahagiaan wanita yang teramat dicintainya,  dan juga kekuatan cinta Prilly yang mampu membawanya kembali pada cinta sejatinya. Karin tersenyum puas, lalu melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu dengan ketenangan batinnya.

"Aku cinta banget sama kamu Ly, aku ga akan biarkan kamu pergi lagi" ucap Ali memeluk Prilly erat, "Aku lebih sayang sama kamu tau" balas Prilly manja. "Kalau sayang, kenapa dulu pergi?" canda Ali yang membuatnya mendapat cubitan di pipinya, "Ihh, bandel, itu kan gara-gara kamu juga" jawab Prilly gemas, "Aduhhhh, sakit sayang" seru Ali memegangi wajahnya yang lebam, "Eh maaf, maaf aku lupa,sakit ya?kamu sih sok-sok an tadi" ucap Prilly mengusap pipi Ali lembut, Ali tersenyum melihat tingkah Prilly, tiba-tiba rintik hujan yang turun mulai terasa di kulit Ali dan Prilly, Ali menggendongnya lalu berputar kegirangan, mereka tertawa dalam teduhnya hujan sore itu, mengingatkan kembali masa kecil yang selalu identik dengan hujan.

---------------------------

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang