"Dan saya harap kalian bisa memberikan keputusan yang cepat dan tepat"
"Demi keselamatan pasien," jelas Dokter Herman secara tegas.
"Baik dok, kalau begitu kami permisi" ucap Abi langsung meninggalkan ruangan tersebut tanpa menunggu jawaban Dokter Herman.
Kepergian Abi dari ruangan tersebut diikuti pula dengan Umi dan juga Thariq.
Atta dan saudara saudaranya melihat wajah ketiga orang tersebut yang murung ketika keluar dari ruangan itupun membuat dirinya mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang apa yang terjadi.
Kembali keheningan terjadi. "Ada apa bi? Apa kata dokter?" ucap Sajidah langsung karena merasa sangat risih dengan keheningan semacam ini.
"Tanya saja pada adikmu itu" ucap Abi masih menunduk memijati pelipisnya.
"Kata dokter sebaiknya Saaih dioperasi," ucap Thariq menunduk.
"Operasi? Kenapa kamu gaada bilang apapun sama kaka?" tanya Sajidah.
"Gimana caranya Thariq bisa ngomong tentang hal ini ke kalian?"
"Dokter Herman ga bilang tentang hal ini seminggu yang lalu, bahkan ia udah bilang selama berbulan bulan yang lalu"
"Selama berbulan bulan Thariq bingung tentang masalah ini"
"Selain itu cara operasi ini juga belum tentu sepenuhnya aman,"
"Ada sekitar 25% kemungkinan terjadinya kegagalan dalam operasi itu, dan 25% itu angka yang cukup besar buat Thariq, dan dari angka 25% itu tentu saja itu bisa merenggut nyawa Saaih"
"Thariq gamau apa yang terjadi sama paman terjadi lagi sama Saaih,"
"Paman yang seharusnya masih sama kita, gara gara kelalaian dokter saat operasi bikin dia udah ga ada di dunia ini lagi"
"Dan satu hal yang perlu kalian tau,"
"Thariq udah coba ceritain ini semua ke Saaih, tapi respons Saaih malah,"
" 'Kalo emang itu bakal gagal, ataupun bikin gua gaada di dunia ini lagi, ikhlasin aja gua' "
"Dan jawaban seperti itu yang semakin membuat Thariq takut"
"Tolong mengerti Thariq juga, setiap detiknya Thariq selalu merasa ketakutan bakal kehilangan dia,"
"Tolong mengertilah," ucap Thariq lalu terduduk kembali di kursinya, ia terlihat lumayan pucat karena letih.
"Huftt" Abi menghembuskan nafas panjang, setelah mendengar penjelasan panjang dari Thariq.
Ia mulai menyesali perilakunya yang telah memarahi Thariq tanpa mendengar penjelasan darinya terlebih dahulu.
Abi lalu mulai menoleh ke arah Thariq sambil mengusap kepala Thariq sayang. "Thariq, Abi tau apapun yang kamu putuskan untuk Saaih pasti yang terbaik,"
"Tapi alangkah lebih baik lagi kalo kamu bisa cerita pada keluarga kamu,"
"Dengan cerita pasti kamu tidak akan pusing sendiri," ucap Abi tersenyum tulus sambil mengelus pundak Thariq yang bergetar karena menahan tangis.
"Hufttt,," kini Thariq menengadahkan kepalanya menatap dinding putih rumah sakit. Mencoba terus membendung air matanya agar tak terlihat lemah di depan adik adiknya.
"Thariq, kamu sebaiknya pulang saja dulu, segarkan tubuh kamu, makan, istirahat,"
"Kamu udah mulai terlihat pucat, sekalian bawa adik adik yang kecil pulang," pinta Umi.
"Atta juga ikut sama Thariq sana," tambah Umi
"Yaudah ayo sini, Fatim, Fateh, Muntaz, Saleha, Qahtan" ucap Atta menggandeng tangan Qahtan dan Soleha.
YOU ARE READING
My Life •Saaih Halilintar•
Fanfiction"Saaih Halilintar" Siapa sii yang gatau Saaih Halilintar? Presidennya sasquad Bagian dri gen halilintar Sosok yang selalu ceria, pecicilan, ga bisa diam,, hingga Penyakit dan semua masalah itu datang hingga ia menjadi berubah. *HANYA FIKSI SEMATA GU...
"Sixty Seven"
Start from the beginning
