PROLOG

82 15 0
                                        

Kehidupan yang menurut sudut pandangnya adalah jemu.

1

Perempuan dengan surai sebahu itu  mengernyit penuh konsentrasi terhadap praktek fisikanya kali ini. Jas labor terlampir mesra pada tubuhnya, rambut yang ia biarkan tergerai itu bergerak perlahan saat ia memutar kepala kiri ke kanan demi mengecek hasil yang sesuai terhadap laporan pratikumnya. Setelah hampir satu jam penuh ia berkutat dengan alat peraga yang diukur kali ini, baru ia bernafas lega saat laporan itu telah ia selesaikan. Seperti kebiasaan yang mutlak, Frasya mengangkat kedua tangannya kebelakang kepala puas terhadap kerja kerasnya. Netranya berpendar kesekeliling, mengamati teman sekelasnya yang masih mengerjakan tugas dari guru yang bernama bu Elvira. Saat netranya mendapatkan presensi bu Elvira segera ia membawa hasil pratikumnya.

Bu Elvira mengamati sebentar hasil tersebut dan memberikan pertanyaan satu sampai dua hal, stelah itu ia memperbolehkan Frasya istirahar lebih dahulu, karena hasil pratikum Frasya sangat memuaskan.

Frasya bersorak senang, sebelum ia keluar ia berpesan kepada Ara----- teman sebangkunya yang sedikit dekat dengan Frasya, bahwa ia akan menunggu di kantin sekolah. Setelah itu, Frasya keluar dari laboratorium menuju ke kantin. Di perjalanan, Frasya sedikit bersenandung. Tidak puas dengan bernyanyi sendiri, Frasya mengeluarkan headset dari saku roknya yang selalu stanby disana. Menyetel lagu apa yaang ia inginkan, Frasya memasangkannya ke indra pendengarnya. Satu dua tiga Frasya turun tangga. Saat sampai di lorong kelas sepuluh, ataensinya sering kali menarik perhatian orang lain. Matanya sesekali melihat orang-orang yang belajar dari kelas sepuluh ips enam sampai satu, saat tiba di lorong kelas ipa, pusat detak, Frasya melebihi ritme yang sebenarnya satu persatu kelas ia lalui dengan lambat, tiba saatnya kelas sepuluh ipa dua jantungnya berdetak kencang. Susah payah, Frasya menahan diri untuk tidak melongok ke kelas, namun usaha itu sia-sia saat pintu kelas terbuka secara tiba-tiba. Tepat pada saatnya, tubuh Frasya berhenti menhmghindar dari pintu.

Pusat detak, Frasya bertalu dengan cepat, tursonya mundur selangkah saat sosok tubuh menjulang berdiri dihadapannya dengan tatapan yang sama apabila hanya mereka saja yang ada. Tatapan jenaka itu masih ada, sama persis. Namun, kemunculannya yang tiba-tiba sangat tidak diinginkan oleh Frasya saat ini. Peter namanya, ia mensejajarkan wajah mereka berdua karena memang dalam hal yang menyangkut tinggi badan, Frasya kalah besar. "Hai." Imbuh Peter tanpa meninggalkan tatapan geli dari wajahnya. Satu hal yang membuat, Peter segembira ini hanya karena tatapan kenjurung polos dan gugup itu, walaupun sejatinya tatapan polos tidak lah benar jika dibahas secara mendalam.

Manik mereka beradu saat, Frasya mengangkat kepalanya. Frasya sedikit ragu dengan kedekatan mereka saat ini. Apalagi dengan kesehatan jantungnya yang harus dipikirkan kali ini. Frasya takut kalau, Peter mendengar detak jantungnya yang kuat. Sedikit mengerjap, Frasya membalas, "Oh, Hai." Setelah itu, Frasya berlalu begitu saja meninggalkan, Peter yang geleng-geleng kepala karena melihat sifat cuek, Frasya yang sangat sulit untuk dibedakan apakah itu real atau fake. Walaupun begitu, Peter tidak akan sulit membedakannya, karena sudah berteman selama setahun tidak membuat Peter lupa tabiat asli seorang, Frasya Angel Lupito.

Frasya lebih memilih kantin lantai dasar----- di sekolah terdapat dua kantin, kantin di lantai satu dan kantin di lantai dua. Kantin masih lengang hanya ada beberapa siswa yang memilih bolos atau bukan, Frasya tidak peduli. Memilih duduk di tempat yang paling dekat dengan tempat jualan disana, Frasya duduk sambil membuka obrolan chat. Tepat Frasya membuka, satu notif dari sms masuk masih dari nomor yang sama. Semenjak, Frasya baru masuk sekolah SMA seseorang yang tidak diketahuinya nama itu selalu menerornya dengan pesan yang selalu sama 'wc' itulah isi pesan tersebut. Dan kali ini pesan itu datang lagi. Frasya tidak berniat untuk memblokir atau berusaha berpikir maksud dari pesan tersebut. Bagi, Frasya jika ada orang yang melakukan pekerjaan seperti itu sangatlah tidak berfaedah. Tidak jadi membuka ruang obrolan WhatsApp, Frasya lebih memilih memesan nasi goreng mas Ijal. Sambil menunggu, Frasya memerhatikan sekeliling yang hampir ramai. Dominan kantin diisi oleh para SMA tahun pertama. Pesanan, Frasya tiba tanpa babibu, Frasya memakannya tidak memedulikan tatapan orang lain yang Frasya tidak ketahui namanya itu. Tidak jarang juga, siswa lain yang menyapa, Frasya ramah, pun dengan Frasya yang membalasnya tidak kalah ramah walaupun orang itu mengetahui namanya, Frasya tidak. Frasya tetap membalas. Tidak ada salahnya bukan saling menyapa?

ProsaicWhere stories live. Discover now