Intro : terbuang

78 3 0
                                    

Yogyakarta, Oktober 2018

"Di mana mereka? Apakah mereka memang tidak mau datang? Atau karena, mereka sibuk. Atau mungkin, aku sudah terbuang secara tersirat dari mereka."

Itulah pertanyaan yang saat itu membekas di otakku setelah menjalani kegiatan Sumpah Dokter. Ini adalah sebuah program yang menandakan kita sudah resmi menjadi dokter. Teman-teman berpakaian resmi untuk diambil Sumpah Hippocrates di depan orangtua, dosen dan dekan kampus. Untuk berada di tahap ini, tentunya aku harus menyelesaikan berbagai tahapan kuliah, mulai dari pendidikan non-klinis (kuliah S1) hingga pendidikan rotasi klinis (koass/dokter muda). Kala itu, memang ada ucapan selamat dari teman-teman kelompok koassku, namun, aku justru berharap ada satu atau dua orang yang datang ke aku.

Waktu teman-teman kelompok sumpah dokter, aku juga datang kala itu. Lebih tepatnya, aku datang ke gladi bersih yang dilakukan sehari sebelumnya. Kami sempat foto bareng, dan aku ucapkan selamat satu-persatu ke semua anggota kelompok. Ya, koassku harus mundur karena ada masalah di satu stase, kala itu aku berposisi sebagai manusia yang tidak beruntung. Dan, sayangnya, aku justru mengalah dan meratapi kesalahanku di kala seharusnya aku berjuang tanpa henti supaya itu semua berakhir dan aku lulus bareng teman-teman kelompok. Aku hanya mengalah, berdiam, dan menunda semuanya dalam waktu hampir satu tahun. Untungnya, hukuman yang diberikan tidak separah yang dibayangkan.

Aku hanya disuruh ngulang stase selama 1 minggu ditambah lagi dengan ujian bersama pengujinya lagi. Dan, untuk proses itu, aku juga membutuhkan waktu 2-3 minggu. Total satu bulan juga yang harus aku lakukan untuk bisa lulus dari ulangan stase itu.

OoOoOoOoOoO

Setelah proses sumpah, aku masih menunggu mereka untuk datang. Orangtuaku pun bingung apa yang aku lakukan kala itu. Aku hanya berjalan keliling kampus untuk menantikan apakah teman-teman kelompokku datang atau gimana. Beberapa temanku bahkan duduk bareng dengan orangtuanya dan mereka juga saling interaksi satu sama lain. Ada juga yang dimampiri oleh teman-teman geng mereka. Aku juga, ada Ifa dan Delia yang datang ngasih bunga selamat ke aku, namun kala itu tidak aku hiraukan. Aku hanya menunggu beberapa orang saja. 13 orang lebih tepatnya.

Di kala itu, mereka masih fokus untuk kerja sebagai asisten penelitian atau bidang operasional di kampus. Mereka belum ada waktu untuk menjalani program internship, alias program wajib kerja bagi para dokter umum yang diadakan selama setahun. Saat itu, untungnya, Banu, salah satu sahabatku di kampus ikut datang. Kami pun berdiskusi tentang banyak hal, salah satunya terkait cara memilih wahana internship yang baik dan benar. Karena tidak seperti mereka, beban besar justru ada di kami yang baru disumpah bulan ini. Peluang untuk melanjutkan wahana di Jogja lebih kecil ketimbang mereka.

Lagi enaknya diskusi, aku tiba-tiba lihat Fiani, teman sekelompokku. Dia datang juga untuk mengasih ucapan selamat. Karena status burukku dengannya, aku pun belum berani untuk ke sana dan menyapa. Dan, fokus untuk tetap bicara ke Banu. Jarak kami dengan Fiani waktu itu tidaklah jauh, hanya sepelemparan batu saja kira-kira. Aku menunggu Fiani untuk melihat ke hadapanku. Dan, sepertinya dia memang melihat, tapi tidak untuk memberikan ucapan selamat kepadaku.

Bahan pembicaraan kami berdua sudah mulai habis, dan sepertinya tidak ada tanda Fiani untuk sekadar basa-basi. Dia tidak akan memberikanku ucapan selamat. Begitu juga dengan teman-teman lainnya. Aku masih bisa memaafkan beberapa yang tidak datang karena kesibukan masing-masing. Aku juga begitu waktu mereka sumpah. Izin tidak bisa datang karena ada janji wawancara dengan sebuah organisasi. Itu juga ditambah dengan aku harus menjalani try out sejam setelahnya. Aku sudah izin di group chat mereka. Dan, beberapa memaklumi. Aku dan Banu pun saling berpisah, dan harus merelakan kenyataan bahwa aku tidak akan dapat apapun yang berarti dari mereka.

Inersia, Kunjungan ke Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang