02. Lelaki Pencipta Kata-kata

11 0 0
                                    

Gagal tidak pernah ada dalam kamusnya---karena dia selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.

Apa yang membawanya ke penerbit ini, dia tidak begitu peduli. Reputasi? Jelas bukan. Ada banyak perusahaan penerbit lain di Jakarta yang jauh lebih bonafide daripada perusahan ini, dan dia bukannya tak pernah menerima tawaran dari salah satunya sebelum memutuskan untuk datang kemari. Insting? Yang benar saja. Masterpiece-nya tidak pernah diterbitkan hanya karena insting. Semua selalu memiliki tracknya. Menulis, selesai, edit, lalu terbit. Selalu seperti itu. Tidak kurang, tidak lebih. Tidak ada ekspektasi yang pernah salah. Tidak ada yang namanya penolakan.

Aksara Priandaru tidak pernah kenal kata gagal.

Maka, ketika kali ini dia membawa draft novel kelimanya ke penerbit Beranda (Dia memang menganggap nama itu picisan, tapi sekali lagi, dia tidak peduli. Baginya, nama tak pernah menjelaskan akreditasi, apalagi kompetensi), dia samasekali tidak berpikir akan dipertemukan dengan editor ingusan yang tidak becus bekerja seperti gadis itu.

Beranda meminangnya dua bulan lalu, ketika naskahnya memasuki tahap final-editing oleh dirinya sendiri. Setelah melakukan sedikit riset soal Beranda (Tidak banyak yang dia dapatkan sebenarnya, karena Beranda masih tergolong perusahaan penerbit baru. Namun, informasi yang ada cukup meyakinkannya bahwa Beranda memang benar-benar menerbitkan buku, dan bukan cuma nama sebuah komunitas milik sekelompok orang yang ingin bermain-main dengan karya sastra),  Daru menyetujui pinangan itu dan segera menyelesaikan proses editing dari kisah cinta berakhir tragis kelimanya dalam dua minggu. Naskah lalu dia kirimkan, disetujui, namun dia harus menunggu sedikit lebih lama untuk mendapatkan jatah editor.

Seminggu lalu adalah kali pertama Daru bertemu dengan Bidari (Sekali lagi, nama picisan macam apa itu). Kesan pertamanya tentang gadis itu jelas tidak istimewa, bahkan cenderung buruk. Hanya sedikit orang yang bisa memperoleh kesan baik dari Daru pada pertemuan pertama, dan Bidari jelas bukan salah satu di antaranya. Gadis itu kecil sekali, terlihat sangat kontras ketika berhadapan dengan dirinya yang tinggi menjulang hingga menjelang 185 sentimeter, sampai-sampai Daru meragukan kalau umurnya sudah 24 tahun. Pakaiannya sama sekali tidak menggambarkan sosok editor seperti yang selama ini biasa bekerja dengan Daru. Sementara editor-editor lain menemuinya dengan setelan warna monokrom serta sepatu mengkilat, Bidari justru tampil dengan membanggakan apa yang hanya bisa dilihat Daru sebagai kombinasi buruk dari kemeja kotak-kotak kebesaran, celana jeans yang bobrok di bagian tumit dan lutut, sepatu Converse yang tadinya pasti berwarna hitam, dan rambut yang dikuncir seadanya.

Too messy.

Bidari menyapanya seolah mereka adalah teman lama, dan Daru tidak menyukai aura sok akrab yang ditampilkan gadis itu. Mengernyit sedikit, Daru menjabat tangan Bidari dan menggumamkan namanya dengan enggan. Dia tidak suka disentuh orang asing.

Entah kerasukan apa, setelah itu Bidari mulai menjerit-jerit histeris seperti orang gila. Matanya melebar dan bibirnya yang menganga dibekap dengan tangannya sendiri, sementara dia mengucapkan nama lengkap Daru berulang-ulang seperti merapal mantra.

“Ada yang salah dengan nama saya?” Daru terpaksa bertanya.

Bidari menggeleng-geleng heboh. “Nggak, nggak. Offcourse, not. Saya cuma nggak nyangka aja akan dapat kesempatan bekerjasama dengan penulis sekaliber Aksara Priandaru. Ya, ampun. Saya bahkan punya semua buku kamu di rumah!” sahutnya semangat, “Eh, boleh panggil ‘kamu’ aja, nggak? Kita seumuran, kan?”

Dalam hati, Daru mulai merasa kalau dia sudah salah pilih penerbit. “Terserah,” dia akhirnya menjawab setelah yakin tidak ada gunanya menolak karena toh gadis itu tetap akan keceplosan bicara dengannya dalam bahasa informal.

Bidari tersenyum puas, lalu menepukkan kedua tangannya, ekspresinya membara. “Oke. Jadi, kapan kita bisa mulai proses editing buku baru kamu?”

Daru mengangkat bahunya. “Ters---“

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika: Kita, dan Hal-hal di Antaranya. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang