****

Amar mundur perlahan dari depan pintu kamar Hasna saat kedua orang tua Hasna tampak tergopoh mendekatinya.

"Hasna masuk ke kamar?" tanya Ayah Hasna.

"Iya, Om!" Amar mengangguk.

"Hasna! Buka pintu, Nak! Kita bicara dulu yuk!" Bunda Hasna mencoba membujuk Hasna.

"Memangnya Hasna kenapa, Om?" tanya Amar.

"Eyang Kakungmu, mau menjodohkan Hasna dengan Yusuf. Yusuf gak mau, jadi Hasnanya ngambek."

"Apa? Jodoh? Ada-ada saja!" Amar menyunggingkan senyum tak percaya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir.

Ini jaman sudah bukan jaman Siti Nurbaya yang masih ikut sistem perjodohan. Ini udah abad 4.0. Anak-anak punya hak untuk memilih sendiri, siapa pasangan hidup yang ingin mereka nikahi. Paling tidak, karena itu momentum sekali seumur hidup. Mereka pasti ingin pasangan yang nantinya akan menghabiskan masa tua bersama, adalah orang yang memang sangat dicintainya, bonusnya kalau si dia juga mencintainya.

Dan sekarang, ia mendengar hal gila dari eyangnya tentang perjodohan Hasna dengan Yusuf.  Cepat ia berjalan ke kamar Eyang. Ingin menarik penjelasan mengenai berita yang baru saja di dengarnya.

"Masuk!" eyang kakung bersuara saat melihat Amar memunculkan wajahnya di sisi pintu. Kedua orang tua Yusuf memberi ruang pada mereka berdua dengan segera keluar dari kamar eyang kakung yang lebih sering dipanggil dengan Eyang Wiji oleh masyarakat sekitar.

"Ada apa?" tanya Eyang Wiji seraya memilin lembaran kulit jagung setelah mengisinya dengan tembakau kering buatannya sendiri.

"Apa bener, Hasna.." kalimatnya menggantung sejenak.

"Hasna dijodohkan sama Yusuf, Eyang?" lanjutnya.

"Betul."

"Kenapa?"

"Hasil istikhoro, Eyang."

"Ooh.. emang harus ditunangin sekarang?"

"Iya, paling tidak sebelum Hasna kembali ke pesantren."

"Masih dua bulanan lagi."

"Kenapa? Kamu punya calon lain selain Yusuf?"

"Amar?!"

PLAKH...

Sebuah buku di depan eyangnya langsung melayang ke kepalanya. Menyadarkannya bahwa itu bukan hal yang bisa dia jadikan lelucon. Amar meringis, seraya mengelus kepalanya.

"Amar pergi saja ah!" cepat Amar bangkit dari duduknya, dan berjalan dengan cepat keluar dari kamar sang eyang. Tangannya masih terus mengelus kepalanya yang terasa sakit.

****

Hasna membuang ingusnya ke sebuah tisu. Beberapa tisu sisa air matanya juga sudah bertebaran di sekelilingnya. Bundanya berkali-kali menghela nafas seraya mengelus-ngelus punggung putrinya. Sementara sang Ayah hanya bisa mengumpulkan sampah tisu milik Hasna ke dalam kresek.

"Hasna gak mau tunangan!" putus Hasna di sela isaknya.

Nur Sari, bundanya menoleh ke arah suaminya. Meminta pendapat, jawaban apa yang cocok untuk pernyataan itu. Suaminya hanya menggeleng.

"Hasna, ini permintaan Eyang kamu. Bunda juga kaget, pas Eyang ngutarain itu. Mungkin memang sudah di istikhorokan dulu!"

"Kenapa harus Hasna? Kan masih banyak cucu Eyang lainnya."

"Siapa? Salma?"

Ayahnya ikut duduk di samping Hasna. Matanya menerawang ke langit-langit kamarnya.

Rahasia [Terbit]Where stories live. Discover now