Malam itu, aku terima sebuah risalah perpisahan,
Risalah itu bertuliskan aksara 'selamat tinggal',
Keheningan malam itu seolah-olah menjadi petanda yang bisa mencengkam sang hati,
Ada rintihan kehilangan yang menyatakan bahawa kau kini hanyalah kepingan-kepingan debu,
Kepingan-kepingan debu yang dibawa kabus malam itu.
Kenapa?
Itu persoalan daripada sang hati yang bertanyakan kenapa risalah itu menjadi pengganti kamu?
Kenapa harus ada kehilangan tanpa kata-kata perpisahan di antara kita?
Apakah kau lupa pada kenangan-kenangan yang terlakar dalam potret hidup kita?
Apakah kau lupa pada bait-bait aksara puisi yang kita coretkan bersaksikan bayu pantai?
Entah, aku buntu!
Ditinggalkan dengan aksara kehilangan buat aku lelah,
Tahukah kamu tiada penjelasan yang aku temui di dalam risalah perpisahan itu!
Namun, aku tetap menunggu kepulanganmu.
Nyata, penantian itu menyeksakan kerana kau tak juga pulang,
Beberapa purnama berlalu kau masih menghilang tanpa pamit,
Dan ini,
Aku coretkan aksara puisi yang terakhir bersama hati yang merelakan pemergianmu.
YOU ARE READING
AKSARA PUJANGGA
PoetryBait-bait kata diciptakan melalui sang hati yang berbicara melalui akal. Sang pujangga melakarkan emosinya melalui aksara demi aksara maka terciptalah bait-bait aksara yang saling berbicara.
