Wulan Pulang

53 8 4
                                    

Telangkas sudah setengah jalan menuju rumah pamannya saat ia merasakan sesuatu jatuh dan membentur atap mobil terbangnya.

Wanita itu masih tak sadarkan diri setelah "tanpa sengaja" jatuh dan menabrak mobil Telangkas, Telangkas membaringkannya di kursi bagian belakang. Padahal tadi ia ingin mengendarai BCX versi 1.1--mobil terbang dengan mesin aeronautika yang hanya bisa dikendarai satu orang--namun entah kebetulan kosmik darimana, akhirnya ia memutuskan mengendarai versi 2.4 yang memuat dua orang. Padahal alasannya memilih BCX versi 2.4 tidak lain hanya untuk dipamerkan pada pamannya.

Bagus sekali, sehari setelah mendapat kartu izin mengemudi kendaraan aeronautika, kini ia sudah membawa orang asing di mobilnya. Kerja bagus Telangkas, kerja bagus.

Telangkas yang seminggu lalu sudah genap berusia sembilan belas tahun, baru mendapat kartu izin mengemudinya sehari yang lalu. Dan kini ia sudah dibayangi wajah marah sangar ayahnya ketika mengetahui orang asing berada di mobilnya. Bukannya egois, tapi hei! Ini BCX versi 2.4 hanya segelintir orang di seluruh Nusantara yang memilikinya.

Telangkas hanya menghembuskan napas kasar. Tentu ia tidak akan tega hati meninggalkan seorang wanita tak sadarkan diri begitu saja. Maka dengan kebaikan hati nista, ia membawa wanita itu bersamanya. Sekalian ingin menitipkannya di panti asuh. Tapi dia ini wanita dewasa, tak bisa begitu saja ditinggal di panti asuh. Belum lagi pengurusan surat-surat elektronik yang ribet. Baiklah, panti asuh sepertinya bukan ide bagus, bagaimana dengan rumah sakit? Ia akan membawa wanita itu ke rumah sakit lalu meninggalkannya, ya sepertinya itu ide yang lebih baik.

Telangkas tersenyum-senyum sendiri memikirkan idenya itu. Tiba-tiba pamannya menelepon, wajah penuh keriput nan menyebalkan pamannya muncul di layar kecil di pojok kanan bawah layar kemudi.

"Hei, kemana saja kau? opor ayam bibimu sudah habis! Kenapa kau lama sekali?"

"Demi apa?! Aku sudah bilang untuk menyisakan sedikit bagian untukku, ayolah Paman Karta, kau tidak kasihan pada keponakanmu ini." Telangkas dan mimik wajah sedih nistanya.

"Berhenti berwajah seperti itu, kau terlihat semakin menjengkelkan!" pamannya berdecak. "Hei, aku kenal interior mobil ini. Jangan bilang ini BCX versi 2.4!"

Telangkas mengangguk mantap dan tersenyum bangga. Sedangkan pamannya masih mengagumi interior melalui sambungan telepon video. Jangan bayangkan ini video call ala jaman batu kalian. Yang ketika menelepon harus menggunakan benda kotak pipih yang kini jadi artefak di museum. Belum lagi jaringan telepon yang semacet jalanan Ibukota Nusantara di jaman dulu. Jangan lupakan kualitas videonya yang amburadul.

Ini lain, kita sudah berada di abad ke-31 kawan! Sepuluh abad lebih maju dari kalian wahai para pembaca kuno yang budiman.

Pandangan pamannya berhenti di kursi mobil bagian belakang. Bukan karena interiornya yang dilapisi cat emas putih asli, bukan. Itu karena seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri disana.

Telangkas paham arah pandang mata pamannya itu, sebelum pamannya buka mulut. Ia buru-buru menjelaskan, "Kutemukan dia jatuh dari langit, dia tak sadarkan diri, aku sudah mencoba membangunkannya dengan cipratan air dan sengatan listrik, tapi dia tidak mau bangun. Jadi aku terpaksa membawanya."

"Kau menyetrumnya?!"

"Dengan sengatan listrik bertegangan arus kecil," Telangkas mengoreksi.

"Kalau begitu, bawa dia kerumah paman dan bibi saja. Bibimu pasti bisa merawatnya."

"Aku tidak mau merepotkan kalian,"

"Jadi apa rencanamu? Meninggalkan dia di rumah sakit?" pamannya menaikkan sebelah alis.

NEO: A Compilation of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang