Padmi : Sea Of Sand

103K 6.9K 290
                                    

Aku merapikan berkas-berkas pasien di mejaku, lalu merenggangkan badan. Astaga capeknyaaa… Sehabis jaga malam memang selalu menguras tenaga. But  I love it. Suasana rumah sakit di malam hari selalu membuatku tenang. Buat orang lain mungkin cenderung menakutkan ya, tapi tidak buatku. Daaan, rumah sakit ini jelas jauh berbeda dengan rumah sakit tempat aku bekerja dulu. Di sini, sarana dan prasarana-nya lengkap. Bersih. Nyaman. Aman. Orang yang berobat juga pastinya dari golongan menengah ke atas. Sangat jauh berbeda dengan rumah sakit daerah. Disini, kemungkinan aku bekerja tanpa dibayar sangat kecil. But hey, somehow I miss rumah sakit tempat aku bekerja dulu. Setidaknya, di rumah sakit itu, aku bekerja dan dihargai karena kemampuanku, bukan karena siapa ayahku. Dan setidaknya, di rumah sakit itu tidak ada…

“Belum pulang, Dok?” sebuah suara yang sangat aku kenal menyapaku. Aku menoleh cepat. Mendapati sepasang mata hijau yang sangat menawan sedang menatapku. Pemilik mata itu tersenyum, membuat hatiku berdebar.

“Belum, masih banyak kerjaan,”  ujarku ketus, lalu kembali berpura-pura sibuk dengan berkas pasien di depanku. Ups.

“Oh. Mm… Ya sudah kalau begitu. Saya pulang duluan ya, sudah ngantuk sekali…” laki-laki itu tersenyum saat aku meliriknya sekilas. Aku hanya mengangguk. Lalu, dia pergi setelah menutup pintu ruang jaga.

Aku menghembuskan nafas. Tak sadar kalau selama itu, aku menahan nafasku. Hyah. Aku selalu tidak bisa bertingkah normal di dekat laki-laki itu! Yup, laki-laki bermata hijau itu adalah Bayubraja Satya Avisenna. Atau, biasa dikenal di rumah sakit ini sebagai Dokter Bayu. Seseorang yang bisa dibilang, menjadi bagian terpenting dari masa remajaku.

Jadi begini. Dulu sekali, saat aku kelas 4 SD, aku tinggal dengan Mama Siwi, adik ayahku. Sebabnya, saat aku kelas 2 SD, ibuku meninggal karena kanker rahim. Dan saat ayahku menikah lagi, istri barunya tidak mau merawatku, sehingga akhirnya ayahku menitipkanku kepada Mama Siwi. Yes, aku diabaikan oleh ayahku sendiri. Sampai sekarang pun, aku lebih menganggap Papa Danar dan Mama Siwi, om dan tanteku, sebagai orang tuaku. Karena memang mereka lah yang mengurus dan merawatku sejak kecil. Nggak usah sedih, aku saja nggak sedih kok. Buat apa. Aku paham betul, hidupku jauh, jauh lebih bahagia karena tinggal bersama keluarga Papa Danar. Nggak ada enaknya punya ibu tiri yang jelas-jelas tidak menginginkanku.

Nhah, selama tinggal bersama keluarga Mama Siwi, aku jadi punya 3 adik sepupu laki-laki. Si kembar Jatra dan Ganesha, yang usianya terpaut 3 tahun denganku, dan Bima, yang terpaut 5 tahun. Dan ada juga Krishna, sahabat Bima. Saking akrabnya Bima dan Krishna, aku jadi menganggapnya adikku juga. Di sinilah poin pentingnya. Krishna, adalah adik Bayu. Tapi sayangnya Bayu jarang sekali main ke rumah Omanya, yang tepat berada di sebelah rumah Mama Siwi, tidak seperti saudara-saudaranya yang lain.  Aku baru mengenal Bayu, saat aku masuk SMA. Saat itu, Bayu duduk di kelas 1 SMP. Satu sekolah dengan Jatra dan Ganesha. Dan seperti layaknya remaja pada umumnya yang dikuasai oleh hormon-hormon mereka, aku pun demikian. I’ve falling in love for the first time. Pada Bayu. Omaigat! Pecinta brondong? Yup. Perkenalkan.

Aku sangat pemalu dan pendiam saat itu. Aku sadar betul, aku tidak cantik. Badanku sangat tinggi untuk ukuran anak perempuan berusia 15 tahun, 175 cm, tidak seimbang dengan berat badanku yang hanya 45 kg. Teman-temanku menjulukiku Kutilang Darat. Kurus-tinggi-langsing-dada-rata. Aku tampak seperti tiang bendera. Dan, sebenarnya salah satu alasan utama kenapa aku jatuh cinta pada Bayu, adalah tinggi badannya. Aku memang tidak tahu berapa tepatnya, tapi yang jelas, saat dia kelas 1 SMP, dia sudah setinggi aku. Berhubung cukup sulit menemukan anak laki-laki yang sama tinggi, atau bahkan lebih tinggi dari aku, maka secara otomatis, Bayu sangat mencolok. Pertama kali dia datang ke rumah, bermain Winning Eleven bersama Jatra dan Ganesha, saat itulah aku jatuh cinta.

BAYU - PADMI : BUKAN CINTA BIASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang