Keputusan

495 22 2
                                    

Radit’s POV

Malam ini adalah malam sakral dimana aku harus mendeklarasikan pilihanku antara Gigi dan Vina. Ibaratnya, hidup dan mati mereka berdua ada ditanganku, dan malam ini penentuannya. Ada sedikit rasa bangga menyelip hatiku. Aku dan semua keluargaku sudah siap dan tinggal menunggu kedatangan keluarga tante Yulia.

“Semuanyaaa, tamu kita sudah datang niiih” teriak mama dari ruang tamu. Aku langsung bergegas ke ruang makan.

            Seperti biasa, Vina selalu terlihat manis dan feminine dengan midi dressnya yang berwarna biru muda.

Dan Gigi.. Gigi? Apa benar itu Gigi? Penampilannya sangat amat berbeda dari biasanya, tolong garis bawahi kata ‘sangat amat’!

Dia memakai dress selutut berwarna putih gading, lengannya sepanjang siku, dan yang paling kusuka.. model kerahnya berpotongan rendah sehingga memperlihatkan tulang dadanya yang tak pernah terekspos, sedangkan rambutnya dicepol asal sehingga ada juntaian-juntaian rambut menghiasi bagian lehernya. Like an angel?

Tanpa sadar, ternyata mereka sudah duduk di bangku masing-masing.

“Terima kasih kalian sudah mau datang kemari. Terlebih lagi kepada Hadi yang sudah meluangkan waktu sibuknya, aku tahu kamu sangat sibuk dengan project barumu kan Had?” Opa memulai pembicaraan.

“Oh iya, Radit juga ingin berbicara sesuatu. Ayo Radit” tambah Opa.

Aku pun bangkit dari dudukku.

Ayo Radit, gue tau alesan lu milih dia sepele banget. Tapi apa salahnya? Sesuatu yang besar dimulai dari yang sepele kan?

“Ehem.. sebenarnya saya ingin memberitahu kalian semua akan keputusan tentang siapa yang akan saya pilih sebagai calon istri saya” ucapku lantang. Kulihat semua orang menampakkan tampang seriusnya. Kecuali Gigi yang terlihat sangat santai dan cuek.

Just see..

“Dan pilihan saya jatuh kepada.. Gigi” lanjutku.

Dan kulihat Gigi yang sontak melongo menatapku tak percaya. See?

Namun dalam sekejap, dia mengubah mimiknya menjadi lebih santai.

“Kamu serius Radit?” tanya tante Yulia. Aku pun mengangguk mantap. Ga ada kata ragu dalam kamusku.

“Gigi, apa kamu setuju?” tanya tante Yulia lagi.

Gigi hanya mengedikkan bahunya. “Memangnya aku bisa nolak?” ucapnya santai.. kelewat santai.

“Baik kalau begitu. Sudah diresmikan bahwa calon istri Radit adalah Gigi. Dan pernikahan akan segera diurus” ujar Opa.

Kulihat Vina masih terlihat kecewa, tapi tidak ada rasa sedih yang mendalam yang tersirat di wajahnya. Syukurlah.

“Apakah semuanya setuju?” tanya Opa.

Semuanya pun mengangguk sambil tersenyum puas. Hell ya!

“Baiklah kalau begitu, mari kita mulai saja makan malam ini” tawar Opa.

            Akhirnya makan malam pun usai, kini semua orang pindah ke ruang keluarga untuk mengobrol ringan. Tapi kulihat Gigi malah ngeloyor ke taman belakang dan duduk di ayunan rotan sambil bersenandung pelan ditemani sorot lampu taman yang temaram.

Ini beneran Gigi atau jangan-jangan jelmaan lagi? Jelmaan bidadari??

Aku pun menghampirinya.

“Ngepain di sini? Tanyaku.

“Menghitung.. menghitung hariii detik demi deetik~” jawabnya dengan nyanyiin penggalan lagu Krisdayanti. Astaga, ini efek shock terapi tadi?

Aku pun duduk tepat di sampingnya, dan dia ga geser sedikitpun padahal kami sudah mepet begini. “Kecewa dengan keputusan gue?” tanyaku sambil meliriknya. Yaa kan dia yang gencar nyomblangin aku dengan Vina, dan sekarang aku malah memilih dia.

“No.. gue malah seneng” jawabnya acuh sambil menerawang langit malam yang saat ini berkilauan sinar bintang.

Dia senang? Apa jangan-jangan dia diam-diam menyukaiku? Tapi dia mencoba mengalah untuk adiknya karena Vina juga menyukaiku..

“Kenapa?”

“Karena seorang kakek ganteng nan berwibawa pernah bilang kalo gue ini seorang kakak”

Itu pasti Opa..

“Yaa lu tau sendiri kan Vina itu masih 17 tahun. Lulus SMA aja belum, dan gue yakin dia masih mau ngejar cita-citanya. Dia pernah bilang kalo dia mau jadi designer.. Dengan menikah sama lu, it means musnahlah kesempatan dia untuk ngejar cita-citanya. So, gue sebagai kakak harus berusaha untuk melindungi mimpi adek gue. Makannya gue seneng pas lu ternyata milih gue. Yaa walaupun ini nyakitin hatinya pasti..” jelas Gigi yang masih sambil menerawang.

Aku pun menatapnya lekat. “Emang lu ga punya cita-cita? Kalo lu nikah sama gue, it means musnah juga kesempatan lu untuk ngejar cita-cita” tanyaku.

“Kalo lu nikah sama gue, apa kesempatan lu untuk ngejar cita-cita juga musnah?” tanyanya balik. Aduh ini kok jadi bolak-balik gini? Tapi aku tetap menjawabnya.

“No.. ini malahan sebagai jalan gue untuk mengejar cita-cita gue”

“Bagus kalo gitu” jawabnya sambil melirikku sekilas.

Aku mengernyit. Belum bisa menangkap makna atas jawabannya. “Maksudnya?”

Lalu ia menatap mataku lekat. “Ya bagus.. karena cita-cita gue adalah mewujudkan cita-cita bersama suami gue kelak. Berada disisinya dan selalu mendukungnya sampai cita-citanya terwujud. Gue mau berjalan beriringan bersama pendamping gue, terjatuh bersama dan bangun bersama.”

Seerrr.. ada suatu perasaan aneh menjalari tubuhku. Apa ini benar Gigi? Atau memang aku saja yang tidak mengetahui Gigi yang sebenarnya??

“Is it really you?” tanyaku masih dengan tampang melongoku.

“Kenapa? Tersepona ya sama gue? Baru nyadar? Ck, lemoodhh!” katanya dengan tampang yang sumpah songongnya minta ampun.

Kenapa dia selalu menantangku?

“Kita liat siapa yang akan terpesona, Gi” balasku tak kalah songong.

Dia menampakkan tampang tengilnya lagi. “Lu jual gue beli. We’ll see.. siapa yang akan menang..”

Oke, kita lihat nanti Gi. Tepatnya, lu yang akan melihat kemenangan gue Gi...

*****

Heeyhooyy maaf diriku baru update sekarang hihii. karena tugas kuliah yg bejibun jadi ceritanya agak terlantarkan deeehh. Ceman cemaaaan vote doong ceritaku, 10 aja deeehh. itung itung suplemen buat nerusin ceritanya di tengah lautan tugas kuliah *lebaybanget*

Cipok cantik dari dirikuu :*

Who win the game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang