Finn-Intro

8.6K 1.2K 111
                                    

Saya ingat wajah Ibu Montik. Saya hapal bau Ibu Montik. Saya ingat suara Ibu Montik. Saya menunggu Ibu Montik. Seharusnya Ibu Montik masuk kamar dan mengajak saya makan. Seharusnya Ibu Montik mengajarkan saya berdoa. Seharusnya Ibu Montik mengatakan betapa pintarnya saya.

Ibu Montik tidak ada.

Ibu Montik tidak ada.

Ibu Montik tidak ada.

Di luar ramai sekali.

Ibu Montik tidak ada.

Saya ingin Ibu Montik.

Kak Dika berteriak. Suara Kak Dika keras sekali. Ibu Montik bilang suara seperti itu namanya 'menggelegar'. Saya terkejut. Kak Dika meraung. Raungan kak Dika sangat keras. Kak Dika meraung lagi. Saya ingin melihat. Kamar saya dikunci Ayah Agus. Saya tidak bisa keluar. Saya melihat dari jendela.

Mobil putih berhenti di depan rumah. Orang-orang berkerumun. Saya tidak suka orang-orang. Saya bersembunyi di belakang tempat tidur. Saya tidak mau bertemu orang-orang. Saya mau bertemu Ibu Montik.

Saya ingin Ibu Montik.

Saya ingin Kak Dika.

Saya ingin Ibu Montik saja.

Saya ingin Ibu Montik.

Ayah Agus berteriak, "ANJING! TARUH SITU SAJA!"

Saya takut Ayah Agus. Saya menutup kepala dengan bantal.

Ayah Agus tidak punya anjing. Tapi, Ayah Agus suka menyebut orang dengan kata 'anjing'. Ibu Montik berkata ini tidak boleh. Anak baik tidak menyebut orang dengan nama binatang. Saya anak baik. Saya tidak menyebut orang dengan nama binatang. Kak Dika anak baik. Kak Dika tidak menyebut orang dengan nama binatang. Ayah Agus bukan anak-anak. Ayah Agus bukan baik. Ayah Agus menyebut orang dengan nama binatang.

Ayah Agus berteriak, "BUKAN DI SITU! ASU!"

Asu adalah nama binatang juga. Ibu Montik bilang asu adalah anjing. Kata asu sama buruknya dengan anjing. Saya tidak boleh menggunakan kata asu untuk berbicara dengan manusia. Saya boleh menggunakan kata anjing untuk menjelaskan tentang hewan anjing, tapi tidak boleh menggunakan asu untuk menjelaskan apa pun.

Ayah Agus menggunakan asu untuk menjelaskan pada orang. Ayah Agus salah. Ibu Montik tidak memarahi Ayah Agus. Seharusnya Ibu Montik memarahi Ayah Agus.

Saya tidak mau Ayah Agus. Saya mau Ibu Montik. Saya ingin Ibu Montik. Saya rindu Ibu Montik.

 Saya rindu Ibu Montik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Halo!

Ini part pembukaan Finn ♡♡♡

Kalian pada bingung kenapa gaya bicaranya berubah?

Jadi gini...

Cara baca cerita ini adalah dengan melihat partnya siapa pada judul bab. Cerita ini multi POV. Jadi saya sajikan dsri sudut pandang Liz dan sudut pandang Finn. Coba perhatikan dengan part Liz kemarin, deh. Part Finn menggunakan gaya bahasa kaku dan diulang-ulang karena memang pengulangan ini merupakan salah satu ciri autisme. Tiap penderita autisme tidak sama cirinya karena tiap anak itu berbeda bagian otak yang diserang. Ada anak yang nggak perlu repetitif begini. Ada anak yang terus terobsesi pada 1 kalimat yang diulang-ulang walau yang dengar sudah bosan.

Nah, modelnya Finn kaya gini.

Walai Finn sudah berusia 21 tahun, tetap saja pola pikirannya masih kaya bocah karena perkembangan otak sosialnya terhambat.

Autisme merupakan gangguan tumbuh kembang pervasif. Di mana gangguan tumbuh kembang terjadi pada seluruh kemampuan penderita.

Untuk menyelesaikan tulisan ini, saya harus nongkrong di SLB dan pusat layanan autis setiap hari, mengamati anak-anak di sana. ♡♡♡ it was an awsome work.

Ikuti terus ceritanya, yak. Saya update Senin sama hari apa pun kalau saya lagi senggang, tapi utamanya di Senin, ya. Jadwal saya makin parah ketatnya belakangan ini. Mohon doanya, ya.

Nggak. Nggak bakalan ada yang serem, kok. Nggak bakal saya bikin nangis kok kalian. Cuma... yah... terharu aja dikit. Hehehe...

Terima kasih banyak.

See you next part.

Love,

Honey Dee

Finn (Terbit; Gramedia Pustaka Utama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang