Kabur

11.5K 875 60
                                    

Assalamualaikum...

Abang Athar mau lanjut nih.

Oh iya, mau ngingetin aja nih, yang belum follow, boleh dong follow dulu sebelum baca.

Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang.

Udah kenal, kita sayang-sayangan di mari. Eeaaakk.

💗💗💗

Dua bulan kemudian.

Pukul enam pagi. Keluarga Athar telah siap untuk datang ke Pondok Pesantren Al-Islam, di mana pukul delapan nanti sebuah perhelatan akbar akan dilaksanakan. Pernikahan Athar dengan Putri salah seorang ustadz di pondok tersebut.

Athar yang duduk di kursi belakang mobil bersama sang ibu menatap cemas ke luar jendela. Tangannya berkeringat dingin. Berkali ia membetulkan letak peci putihnya.

"Kamu gugup, Nak?" tanya Hilda.

Athar tak menoleh. Lidah rasanya kelu, berkali ia mencoba menghafal nama calon istri barunya itu. Tetap tak bisa, entah ia hanya berdoa dalam hati, pernikahan itu gagal.

Terbayang wajah sang istri yang pucat dan kini tengah berjuang sendiri di rumah sakit. Sementara dirinya, hendak menikah lagi dengan wanita lain, yang bahkan ia sendiri belum mengenalnya. Mungkinkah memang ini sudah suratan takdir yang harus ia jalani.

Seandainya boleh memilih, mungkin ia waktu itu tak membiarkan Syahila untuk tetap bekerja di saat usia kandungannya masih muda. Apalagi Syahila kerja dengan membawa motor sendiri. Kalau saja ia bisa melarangnya waktu itu. Mungkin kecelakaan itu tak akan pernah terjadi, dan pernikahan ini juga tak akan pernah ada.

"Sudahlah, Athar. Mama tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Syahila pasti bahagia melihat kamu bahagia," ucap Hilda berusaha menghibur putranya.

Mobil memasuki halaman masjid pondok. Kebetulan sedang libur kenaikan kelas, para santri sebagian ada yang sedang kembali ke rumah. Biasanya yang rumahnya dekat. Sebagian lainnya berada di pondok. Jadinya agak sepi. Libur sekolah kurang lebih dua minggu, setelah kemarin ahad pengambilan raport.

Mobil berhenti di halaman. Athar malas sekali hendak turun. Di sana ia sudah ditunggu kedatangannya.

"Ayo turun!" perintah Hilda.

Dengan terpaksa Athar turun dari mobil. Lalu melangkah ke depan pintu masjid bersama Hilda dan keluarga lainnya yang ikut di mobil lain.

Tempat antara laki-laki dan perempuan dipisah, layaknya hendak sholat. Dari depan pintu memang sudah terlihat tulisan ikhwan dan akhwat. Jadi secara otomatis tamu undangan yang hadir masuk ke bagian masing-masing.

Begitu juga dengan Athar dan ibunya. Athar digandeng oleh calon mertuanya ke bagian samping sebelah kiri, sementara Hilda di bagian kanan.

Ternyata tidak begitu banyak tamu undangan seperti perkiraannya. Hanya ada beberapa santri dan santriwati yang tidak pulang, juga ustadz ustadzah yang memang rumah mereka kebetulan di sekitar pondok.

Athar duduk di tempat yang telah disediakan. Di hadapannya duduk Pak Yusuf juga Pak penghulu. Pernikahan ini bukan yang pertama untuknya. Tapi perasaan gugup dan gelisan itu tetap ada seperti pernikahannya yang pertama.

"Bagaimana, Nak Athar. Sudah siap?" tanya penghulu yang kelihatan masih muda itu.

Athar hanya mengangguk lemah.

"Kalau begitu bisa kita mulai, ya?"

Pak penghulu muda itu membuka acara dengan membacakan surah alfatihah dan rangkaian doa lainnha sebelum ijab dimulai.

PETAKA DUA ISTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang